YLKI: Perketat Pengawasan HET Minyak Goreng Non Premium Rp 14.000
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan Harga Eceran Tertinggi minyak goreng non premium
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan Harga Eceran Tertinggi minyak goreng non premium seharga Rp 14.000.
Tulus melihat kebijakan terbaru pemerintah terhadap minyak goreng secara umum lebih ramah pasar, dan diharapkan hal ini bisa menjadi upaya untuk memperbaiki distribusi dan pasokan minyak goreng (migor) pada masyarakat dengan harga terjangkau.
"Sebab selama ini intervensi pemerintah pada pasar migor, dengan cara melawan pasar terbukti gagal total. Malah menimbulkan kekisruhan di tengah masyarakat," tutur Tulus dalam keterangannya, Kamis (17/3/2022).
Baca juga: Minyak Goreng Langka, PP Hikmahbudhi Dukung Usulan Pembentukan Pansus Minyak Goreng
Namun dari sisi kebijakan publik, ucap Tulus, YLKI sangat menyayangkan, terkait bongkar pasang kebijakan migor. Ia menyebutnya sebagai kebijakan coba-coba. Sehingga konsumen, bahkan operator menjadi korbannya.

"YLKI mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan terkait HET migor non premium dengan harga Rp 14.000. Jangan sampai kelompok konsumen migor premium mengambil hak konsumen menengah bawah dengan membeli, apalagi memborong migor non premium yang harganya jauh lebih murah," ujar Tulus.
Tulus melihat idealnya subsidi minyak goreng sebaiknya bersifat tertutup atau by name by address, sehingga subsidinya tepat sasaran. Sedangkan subsidi terbuka seperti sekarang berpotensi salah sasaran, karena migor murah gampang diborong oleh kelompok masyarakat mampu.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Terbaru: 2 Liter Tembus Hampir Rp 50 Ribu
"Dan masyarakat menengah bawah akibatnya kesulitan mendapatkan migor murah. Pemerintah seharusnya belajar dari subsidi pada gas melon," ujar Tulus.
Sedangkan, menurut Tulus, YLKI terus mendesak KPPU untuk mengulik adanya dugaan kartel dan oligopoli dalam bisnis minyak goreng, CPO, dan sawit. YLKI juga mendesak pemerintah untuk transparan.
Baca juga: HET Dicabut Pemerintah, Harga Minyak Goreng Kemasan Melonjak Drastis, Tembus Rp40 Ribu Per Dua Liter
"Sebenarnya DMO 20 persen itu mengalir ke mana, ke industri migor, atau mengalir ke biodiesel. Sebab DMO 20 persen memang tidak akan cukup kalau disedot ke biodiesel. Dalam kondisi seperti skrg, CPO untuk kebutuhan pangan lebih mendesak, daripada untuk energi," imbuh Tulus.