Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Solar Subsidi Langka, Pertamina: Permintaan Naik, Tapi Suplai Berkurang 5 Persen Dibanding 2021

Pertamina (Persero) membeberkan penyebab kelangkaan solar subsidi di berbagai daerah

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
zoom-in Solar Subsidi Langka, Pertamina: Permintaan Naik, Tapi Suplai Berkurang 5 Persen Dibanding 2021
dok. BPH Migas
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) membeberkan penyebab kelangkaan solar subsidi di berbagai daerah, satu di antaranya tingginya permintaan tetapi pasokan berkurang di tahun ini.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, mobilitas dan aktivitas usaha pada saat ini mengalami peningkatan seiring adanya pertumbuhan ekonomi yang naik 5 persen.

"Produksinya full capacity pabrik dan logistik, ada kenaikan 10 persen demand (solar subsidi). Bagaimana dengan suplai, kuota subsidi solar ini kurang 5 persen dari tahun lalu," kata Nicke saat rapat dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Senin (28/3/2022).

Baca juga: Solar Langka, DPR Akan Evaluasi Kuota Solar Subsidi

"Inilah masalahnya yang jadi ada kekurangan pasokan. Solar subsidi ini bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka kuoatanya bisa disesuaikan," sambung Nicke.

Menurutnya, kuota solar subsidi pada tahun ini ditargetkan 14,9 juta kilo liter (KL), tetapi konsumsinya diprediksi akan mencapai 16 juta KL hingga akhir 2022.

"Sampai akhir tahun ada kenaikan 14 persen tapi suplainya turun 5 persen," ucapnya.

Baca juga: Jeritan Pengusaha Truk Akibat Solar Subsidi Langka, Nelayan Sampai Rela Menginap di SPBU

BERITA REKOMENDASI

Selain itu, kata Nicke, terdapat disparitas harga yang terpaut jauh antara solar subsidi dan nonsubsidi yakni sekitar Rp 7.800 per liter

"Ini yang mendorong shifting konsumsi juga. Kami lakukan pengendalian dan monitoring di lapangan, volume jatah diturunkan, gap harga tinggi. Porsi solar subsidi, mencapai 93 persen dan nonsubsidi hanya 7 persen," paparnya.

Nicke menyebut, antrean mendapatkan solar di SPBU terlihat lebih banyak di daerah industri kelapa sawit dan tambang, di mana kendaraannya diduga banyak mengkonsumsi solar subsidi.

"Jadi butuh Kepmen yang bisa dijadikan Juknis-Juklak yang mengatur siapa yang berhak mengkonsumsi maupun volumenya berapa. Industri kan tumbuh, kita tetap supplai, meski sudah over kuota, Februari sudah 10 persen naiknya udah over kuota," papar Nicke.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas