Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Harga Paling Murah, Ternyata Setiap Liter Biosolar Disubsidi Pemerintah Rp. 7.800,-

Pertamina memastikan bahwa stock biosolar (solar) dalam kondisi aman dan berada di level 23 hari.

Editor: Content Writer
zoom-in Harga Paling Murah, Ternyata Setiap Liter Biosolar Disubsidi Pemerintah Rp. 7.800,-
Tribunnews/Jeprima
Petugas melakukan pengisian bahan bakar jenis biosolar di SPBU Pertamina, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (17/2/2021). Pemerintah terus berupaya menekan impor bahan bakar minyak, di antaranya melalui program mandatori biodiesel yang ditingkatkan menjadi B30 sejak awal tahun lalu. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, pada 2020 realisasi pemanfaatan biodiesel mencapai 8,46 juta kiloliter (kl) dan telah menghemat devisa sekitar Rp 38,31 triliun. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertamina memastikan bahwa stock biosolar (solar) saat ini dalam kondisi aman dan berada di level 23 hari. Antrian solar yang terjadi di beberapa wilayah dipastikan bukan karena masalah stok Pertamina, melainkan karena adanya gap pada suplai yang diatur melalui kuota dan demand serta adanya disparitas harga Solar subsidi dan Non subsidi mencapai Rp.7.800 per liter yang berpotensi terjadinya shifting oleh pihak-pihak yang tidak berhak atas solar subsidi.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan bahwa selisih harga sebesar Rp.7.800 ini merupakan besaran yang harus ditanggung Pemerintah dalam bentuk subsidi.

"Tingginya harga minyak dunia menyebabkan disparitas harga makin jauh (antara Solar Subsidi dengan Non Subsidi). Ini yang mendorong shifting konsumsi atau ada yang tidak tepat sasaran. Kami menggandeng Aparat Penegak Hukum untuk lakukan pengendalian dan monitoring di lapangan agar Solar Subsidi sesuai dengan yang diperuntukkan," tuturnya.

Selain disparitas harga, permasalahan Solar Subsisi di lapangan juga dipengaruhi oleh kuota solar subsidi yang mengalami penurunan sebesar 5% dibandingkan tahun lalu. Untuk alokasi kuota Solar Subsidi yang harus disalurkan Pertamina di tahun 2022 ini sebesar 14,9 juta Kilo Liter (KL), sedangkan tahun lalu sebesar 15,4 juta KL.

Padahal, seiring menurunnya pandemi, perekonomian terus pulih dan tumbuh sebesar 5% yang berdampak terhadap mobilitas dan aktivitas usaha yang juga meningkat sehingga demand atau permintaan solar meningkat, karena logistik dan produksi pabrik full capacity.

“Gap inilah juga yang menyebabkan terjadinya masalah. Jadi demand-nya naik (sudah over kuota) 10%, tetapi dari sisi suplai kuotanya turun 5%. Oleh karena itu, kami memohon dukungan, jika memang Solar Subsidi bisa meningkatkan lagi pertumbuhan ekonomi, kuotanya perlu disesuaikan agar sesuai kebutuhan masyarakat," ujarnya.

Nicke menuturkan meskipun kuota Solar Subdisi tahun ini diberikan ke Pertamina sebesar 14,9 juta KL, namun diprediksi kebutuhan di lapangan mencapai sebesar 16 juta KL. Sehingga sampai akhir tahun akan terjadi peningkatan sekitar 14%.

Berita Rekomendasi

Dari total penjualan Solar Pertamina, tutur Nicke, porsi Solar Subsidi mencapai 93% sementara Solar Non Subsidi hanya 7%. Kondisi ini perlu dilihat, apakah betul untuk menunjang sektor logistik dan industri yang tidak termasuk industri besar itu mencapai 93%.

“Ada aturannya dalam bentuk Perpes, mungkin diperlukan level Kepmen yang kemudian bisa digunakan sebagai dasar di lapangan Juklak Juknis-nya untuk mengatur industri apa yang boleh dan tidak boleh (menggunakan Solar Subsidi, kemudian berapa volumenya untuk masing-masing,"tutupnya. ##

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas