Pengusaha Keberatan PPN Naik di Bulan Ramadan, Momennya Nggak Pas
Kalangan pengusaha menilai keputusan Pemerintah menaikkan tarif PPN 11 persen mulai 1 April 2022 tidak tepat dilakukan di saat Ramadan.
Editor: Choirul Arifin
Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan pengusaha menilai keputusan Pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen mulai 1 April 2022 tidak tepat dilakukan di momen bulan Ramadan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, kenaikan tarif PPN11 persen sebenarnya tidak akan terlalu berdampak besar terhadap inflasi.
Namun potensi inflasi April 2022 menurutnya, dapat terkerek dikarenakan pemberlakuan tarif tersebut bersamaan dengan periode musiman Ramadan dan menjelang Lebaran.
Sehingga dengan kondisi tersebut, kenaikan PPN dinilai bukan langkah yang tepat.
“Memang kita menyetujui kenaikan tarif PPN 1% ini untuk di tahun 2022, tapi memang momentumnya kurang pas," kata dia.
"Ini pasti sedikit banyak akan berpengaruh, walaupun untuk bahan pokok tidak dikenakan PPN, tapi ini memang akan terdampak,” ujar Hariyadi dalam webinar “Harga Kian Mahal, Recovery Terganggu”, Kamis (7/4/2022).
Baca juga: Sekarang, Bangun Rumah Sendiri Kena PPN Lho, Intip Kriterianya
Namun Hariyadi menjelaskan, jika pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mampu dan berhasil mengurangi resiko kenaikan inflasi tersebut dan menstabilkan kenaikan harga pangan, maka menurutnya kenaikan tarif PPN pada 1 April 2022 tidak akan berdampak signifikan terhadap kenaikan inflasi di April 2022 dan bulan-bulan sesudahnya.
Baca juga: Kenaikan Harga Bahan Pokok, Energi, dan PPN Diprediksi Akan Munculkan Masyarakat Miskin Baru
“Pada kondisi seperti ini, tentu pemerintah harus melihat kembali lagi apakah ini akan terus dilakukan atau bisa ditetapkan untuk sementara waktu,” kata Hariyadi.
Selain itu, untuk memastikan keterjangkauan harga, dirinya meminta agar pemberian stimulus bantuan sosial dengan operasi pasar, kebijakan harga eceran tertinggi (HET), dan harga acuan untuk bahan pangan dilakukan secara merata, berkesinambungan dan tepat sasaran.
Baca juga: Kenaikan PPN dan Harga BBM Akan Picu Inflasi, Analis: Tanda Pulihnya Ekonomi
“Yang paling penting adalah pada posisi keterjangkauan harga ini yang perlu kita lihat kembali, dimana memang kita tahu bahwa APBN kita tidak dalam kondisi yang baik-baik saja, dan itu juga akan berakibat kepada pinjaman uang liar negeri, tetapi ini akan menjadi permasalahan di saat harga-harga ini tidak bisa dikendalikan,” tambahnya.
Hariyadi juga berpesan bahwa hal yang terjadi saat ini di Indonesia memang tidak bisa dihindari mengingat Indonesia masih bergantung kepada impor dam adanya pengaruh dari perang Rusia-Ukraina.
“Apapun yang terjadi, merupakan hal yang tidak bisa kita elakkan, tidak mungkin kita bisa mengelakkan kenaikan harga-harga yang terjadi."
"Karena memang secara umum kita itu masih mempunyai impor yang sangat besar dan pengaruh dari geopolitik ini akan berdampak banyak kepada masalah di energi, pangan khususnya pupuk, dan sektor lainnya,” kata dia.
Sumber: Kontan