Uni Eropa Beri Sanksi Rusia, Perusahaan Batubara RI Siap 'Berpesta'?
Terbaru, Uni Eropa mengusulkan untuk melarang produk batubara Rusia sebagai bagian dari babak baru sanksi terhadap Negeri Beruang Merah ini.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perusahaan-perusahaan batubara nasional diperkirakan bakalan untung besar dalam beberapa bulan lagi.
Permintaan akan pasokan batubara ke negara-negara Uni Eropa diperkirakan bakal meningkat dalam beberapa bulan ke depan.
Pasalnya, sanksi UE untuk tidak membeli batubara dari Rusia bakal diberlakukan.
Terbaru, Uni Eropa mengusulkan untuk melarang produk batubara Rusia sebagai bagian dari babak baru sanksi terhadap Negeri Beruang Merah ini.
Rencana sanksi ini menyusul adanya ketidakpastian terkait pengiriman gas dari Rusia ke Uni Eropa, terlebih setelah Rusia menuntut pembeli gasnya untuk membayar dalam mata uang rubel.
Baca juga: Harga Batubara Acuan April Naik 41 Persen Jadi 288,40 Dolar AS Per Ton
Tak ayal, pembeli dari Eropa berencana meningkatkan pengiriman batubara dari seluruh dunia.
Padahal, gabungan Jerman, Belanda, Turki, dan Polandia menerima hampir seperempat dari semua ekspor batu bara Rusia pada tahun 2021, menurut data Administrasi Informasi Energi AS.
Dikutip dari KompasTV, sekitar 10 persen listrik Jerman dihasilkan dengan membakar batu bara keras, tak seperti negara tetangganya, Prancis, yang hanya memiliki sedikit tenaga nuklir sebagai opsi cadangan. Itu pun, pembangkit terakhir yang tersisa akan offline tahun ini sebagai bagian dari transisi ke energi yang lebih terbarukan.
Namun, Menteri Ekonomi Robert Habeck mengatakan, Jerman dapat melepaskan diri dari batu bara Rusia sebelum akhir tahun.
Ketergantungan pada energi Rusia secara lebih luas membatasi kemampuan Eropa untuk memberikan sanksi pada bahan bakar lain, menurut Thierry Bros, mantan analis energi yang sekarang menjadi profesor di Institut Studi Politik Paris.
Baca juga: Jokowi Diminta Tangani Langsung Praktik Permainan Jual Beli Komoditas Batubara
"Karena hubungan Jerman dan Hungaria yang terlalu dekat dengan Rusia, kami terjebak dalam pelarangan hanya batu bara, yang merupakan langkah awal yang baik tetapi jauh dari cukup," kata Bros.
Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap menilai, rencana ini dapat memberi manfaat bagi Australia dan Indonesia.
Sebab, konsumen batubara Eropa kemungkinan besar akan mencari importir alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
Asosiasi pertambangan batubara Indonesia (APBI) juga menyatakan bahwa para penambang di Indonesia telah didekati oleh beberapa calon pembeli dari negara-negara Eropa antara lain dari Italia, Spanyol, Polandia, dan Jerman untuk menggantikan pasokan dari Rusia.
Perlu dicatat bahwa Eropa masih sangat bergantung pada Rusia untuk memenuhi kebutuhan batubaranya. Pada 2021, Rusia menyumbang 5% dari pasokan batubara termal global, dan menyumbang 70% dari kebutuhan batubara Eropa.
Baca juga: Pemerintah Dikabarkan Akan Naikkan Tarif Royalti Batubara
Patut dicatat, Jepang juga telah mengambil langkah untuk menangguhkan pengiriman batubara baru dari Rusia untuk pengguna akhir (end users).
Sebagai gambaran, pada 2021 Rusia merupakan pemasok batubara terbesar ketiga untuk Jepang setelah Australia dan Indonesia, dimana Rusia memasok 10% dari total impor batubara Jepang.
“Kami meyakini serangkaian larangan impor batubara Rusia akan menguntungkan bagi industri batubara Indonesia secara umum, karena kami memperkirakan berkurangnya pasokan untuk batubara ekspor (seaborne) akan membuat batubara global tetap berada pada harga yang menguntungkan,” tulis Juan dalam riset seperti dikutip Kontan.co.id, Kamis (7/4/2022).
Juan juga melihat terbatasnya pasokan batubara akan bertahan di sisa tahun ini. Sebab, Indonesia dan Australia sebagai eksportir batubara utama dunia diperkirakan telah mencapai batas produksi mereka.
Kemungkinan tingkat produksi tidak akan memenuhi permintaan tambahan yang dibutuhkan pembeli dari Eropa.
Harga batubara yang solid saat ini dinilai akan menguntungkan perusahaan dengan eksposur ekspor yang tinggi, dimana harga rata-rata saat ini melebihi harga jual domestik yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan peraturan domestic market obligation (DMO).
Baca juga: Harga Batubara Meroket, Pengamat: Pengusaha Jangan Rakus Ekspor
Dalam cakupan analisis Mirae Asset Sekuritas, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) memiliki porsi ekspor terbesar, yakni mencapai 76%.
Bandingkan dengan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang porsi ekspornya masing-masing sebesar 72% dan 43%.
Selain harga batubara yang lebih tinggi, potensi kenaikan kinerja juga ditopang dari naiknya target angka produksi tahun ini.
Mirae Asset Sekuritas mempertahankan rating overweight di sektor batubara Indonesia. Juan menjadikan saham ITMG sebagai pilihan utama atau top picks di sektor ini dengan menimbang tiga faktor.
Pertama, bisnis ITMG yang terkonsentrasi di batubara termal. Kedua, batubara ITMG sebagian besar memiliki karakteristik kalori sedang hingga tinggi, dibarengi dengan porsi ekspor besar sehingga akan mendukung margin. Ketiga, ITMG memiliki dividend yield yang tinggi.
Juan merekomendasikan buy (beli) saham ITMG dengan target harga Rp 37.000. Juan juga menyematkan rekomendasi beli saham ADRO dengan target harga Rp 3.700 dan beli saham PTBA dengan target harga Rp 4.500.
Namun, risiko rekomendasi ini adalah melemahnya harga batubara global dan perubahan regulasi.
Mencapai Batas Produksi
Para pembeli Eropa meningkatkan pengiriman batubara dari seluruh dunia dengan latar belakang usulan larangan Uni Eropa (UE) atas impor Rusia dan berebut untuk mengurangi pasokan gas.
Indonesia dan Australia kemungkinan tidak dapat memenuhi tambahan permintaan pasokan Eropa jika larangan impor batubara Rusia diberlakukan oleh UE karena keduanya telah mencapai batas produksi.
Pada Hari Selasa (5/4), Komisi Eropa mengusulkan sanksi baru terhadap Moskow atas invasi ke Ukraina. Sanksi itu termasuk larangan membeli batubara Rusia dan larangan kapal Rusia memasuki pelabuhan Uni Eropa.
Usulan sanksi baru tersebut, datang di tengah ketidakpastian tentang pengiriman gas dari Rusia ke Uni Eropa akhir bulan ini. Pasalnya, Kremlin meminta para pembeli untuk mulai membayar gas produksi raksasa Rusia Gazprom dalam rubel. (Kontan/KompasTV)