Imbas Peluncuran Rudal, PBB Didorong untuk Batasi Impor Minyak Korut dan Larang Ekspor Tembakau
Amerika Serikat mendorong Dewan Keamanan PBB untuk memberikan sanksi lebih lanjut kepada Korea Utara karena telah meluncurkan rudal balistiknya
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Amerika Serikat mendorong Dewan Keamanan PBB untuk memberikan sanksi lebih lanjut kepada Korea Utara karena telah meluncurkan rudal balistiknya.
Berdasarkan rancangan resolusi yang dilaporkan Reuters.com, pada Rabu (13/4/2022) kemarin, menyebut sanksi tersebut berupa larangan ekspor tembakau, mengurangi separuh impor minyak, serta memasukkan kelompok peretas Lazarus ke daftar hitam.
Baca juga: Peretas Korea Utara Bobol Kripto Axie Infinity Senilai 600 Juta Dolar AS
Agar resolusi tersebut lolos, membutuhkan sembilan suara setuju dan tidak ada veto oleh Rusia, China, Prancis, Inggris atau Amerika Serikat. Sementara, Rusia dan China telah mengisyaratkan penentangan untuk memperkuat sanksi terhadap Korea Utara karena meluncurkan rudal balistik antarbenua pada bulan lalu.
Utusan khusus AS untuk Korea Utara, Sung Kim mengatakan pekan lalu AS telah membahas mengenai rancangan resolusi tersebut dengan PBB, China dan Rusia, namun ia mengungkapkan tidak ada yang bisa ia laporkan mengenai hasil dari diskusi tersebut. Sedangkan pejabat AS dan Korea Selatan mengatakan, ada tanda-tanda Korea Utara akan segera menguji senjata nuklir mereka untuk pertama kalinya, sejak tahun 2017.
Baca juga: Antisipasi Peluru Kendali Korut, Kapal Induk Nuklir AS Latihan Militer Bersama SDF Jepang
Resolusi PBB yang dirancang AS akan memperpanjang larangan peluncuran rudal balistik Korea Utara. Resolusi ini juga akan mengurangi separuh ekspor minyak mentah ke Korea Utara, menjadi 2 juta barel per tahun dan mengurangi separuh ekspor minyak suling menjadi 250 ribu barel.
Rancangan resolusi ini juga akan melarang ekspor tembakau dan tembakau manufaktur ke Korea Utara. Sedangkan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un dikenal sebagai perokok berat, berdasarkan foto-foto yang beredar di media pemerintahan.
Sebelumnya, Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak tahun 2006, dan Dewan Keamanan PBB terus meningkatkan sanksi tersebut selama bertahun-tahun, dalam upaya untuk memotong dana program senjata nuklir dan rudal balistik Pyongyang.
Peretas Lazarus
Dewan Keamanan PBB terakhir kali memperketat sanksi terhadap Korea Utara, yaitu pada tahun 2017. Sejak saat itu, China dan Rusia telah mendorong tindakan untuk melonggarkan sanksi Korea Utara, dengan alasan kemanusiaan.
AS dan sekutunya mengatakan pemimpin Korea Utara yang seharusnya disalahkan atas situasi kemanusiaan, dengan menuduh Kim Jong Un telah mengalihkan uang untuk program senjata nuklir dan rudal, daripada membelanjakannya untuk kepentingan rakyat Korea Utara.
Rancangan resolusi juga akan membekukan aset kelompok peretas Lazarus, yang menurut pemerintah AS dikendalikan oleh Biro Umum Pengintaian, biro intelijen utama Korea Utara. Lazarus dituduh terlibat dalam serangan ransomware "WannaCry", yaitu peretasan bank internasional dan rekening nasabah, dan serangan cyber pada tahun 2014 di Sony Pictures Entertainment.
Rancangan resolusi itu juga akan melarang siapa pun untuk memfasilitasi pengadaan layanan terkait teknologi informasi dan komunikasi dari Korea Utara.
Korea Utara Uji Coba Rudal Balistik Antarbenua, Terbesar di Bawah Perintah Kim Jong Un
Korea Utara mengonfirmasi telah menguji rudal balistik antarbenua terbesarnya, Jumat (25/3/2022).
Uji coba tersebut menandai berakhirnya moratorium pengujian jarak jauh yang diberlakukan sejak 2017.
Media pemerintah mengatakan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un secara langsung memerintahkan uji coba rudal balistik antarbenua tersebut dan mengamatinya secara langsung.
Dikutip The Guardian, Hwasong-17 disebut-sebut sebagai rudal balistik antarbenua tipe baru yang terbesar hingga saat ini.
Kim Jong Un menegaskan akan terus mengembangkan pencegah perang nuklir, sambil mempersiapkan konfrontasi dengan Amerika Serikat (AS).
Rudal tersebut dilaporkan terbang sejauh 1.090 kilometer ke ketinggian maksimum 6.248.5 kilometer dan mengenai sasaran di laut.
Jepang deteksi peluncuran ICBM
Media pemerintah Korea Utara, KCNA, melaporkan sehari setelah militer Korea Selatan dan Jepang mengaku mendeteksi Korea Utara meluncurkan peluru kendali balistik antarbenua (ICBM) dari bandara dekat Ibu Kota Pyongyang.
Dikutip dari AP News, peluncuran itu memperpanjang rentetan demonstrasi senjata Korea Utara tahun ini.
Militer Korea Selatan dan Jepang telah mengumumkan rincian penerbangan serupa, yang menurut para analis menunjukkan rudal itu dapat mencapai target sejauh 15.000 kilometer, ketika ditembakkan pada lintasan normal dengan hulu ledak berbobot kurang dari satu ton.
Korea Utara mengungkapkan Hwasong-17 dalam parade militer pada Oktober 2020 dan peluncuran Kamis (24/3/2022) adalah uji coba jarak penuh pertamanya.
KCNA menerbitkan foto-foto rudal yang meninggalkan jejak api oranye saat membubung dari truk peluncur di landasan bandara.
Kim Jong Un tersenyum dan bertepuk tangan
Kim Jong Un tampak tersenyum dan bertepuk tangan saat dia merayakannya dengan pejabat militer dari dek observasi.
KCNA memparafrasekan Kim Jong Un dengan mengatakan senjata barunya akan membuat seluruh dunia menyadari kekuatan nuklir Korea Utara.
Dia bersumpah bagi militernya untuk memperoleh kemampuan militer dan teknis yang tangguh yang tidak terganggu oleh ancaman dan pemerasan militer apa pun, dan menjaga diri mereka sepenuhnya siap untuk konfrontasi jangka panjang dengan imperialis AS.
Dilansir The Guardian, kembalinya Korea Utara ke uji senjata diklaim membuat Presiden AS Joe Biden 'pusing'.
Biden dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, yang bertemu di KTT G7 di Brussel untuk menunjukkan persatuan melawan perang Kremlin, mengutuk peluncuran Korea Utara.
Kedua pemimpin tersebut menekankan perlunya diplomasi dan setuju untuk bekerja sama untuk meminta pertanggungjawaban Pyongyang, kata seorang pejabat Gedung Putih.
“Peluncuran ini merupakan pelanggaran yang berani terhadap beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB dan secara tidak perlu meningkatkan ketegangan dan berisiko mengacaukan situasi keamanan di kawasan itu,” kata Sekretaris pers Gedung Putih, Jen Psaki.
Tanggapan Menlu AS dan Korea Selatan
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Chung Eui-yong, menyerukan tanggapan tegas dan mengatakan langkah-langkah tambahan oleh dewan keamanan PBB sangat penting, kata kementerian luar negeri Korea Selatan.
AS, Inggris, Prancis, Irlandia, Albania, dan Norwegia meminta dewan keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan publik pada Jumat (25/3/2022) untuk membahas peluncuran tersebut.
Sekjen PBB António Guterres mendesak Pyongyang "untuk berhenti mengambil tindakan kontra-produktif lebih lanjut".
Analis mengatakan frekuensi uji coba rudal yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini adalah sinyal yang jelas bahwa Kim bertekad untuk memperkuat status Korea Utara sebagai kekuatan nuklir.
Dengan demikian, memungkinkannya untuk mendekati setiap pembicaraan nuklir di masa depan dengan AS dari posisi yang kuat .
“Meskipun tantangan ekonomi dan kemunduran teknis, rezim Kim bertekad untuk memajukan kemampuan misilnya,” kata Leif-Eric Easley, seorang profesor studi internasional di Ewha Womans University di Seoul.
Baca juga: Geram Atas Sanksi Baru AS, Korut Tembakkan Dua Rudal Lagi
“Adalah kesalahan bagi pembuat kebijakan internasional untuk berpikir bahwa ancaman rudal Korea Utara dapat diabaikan sementara dunia berurusan dengan pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina.”
Peluncuran tersebut akan menghadirkan tantangan kebijakan yang cukup besar bagi presiden baru Korea Selatan, Yoon Suk-yeol , ketika ia menjabat pada awal Mei.
Baca juga: Rudal Balistik yang Ditembakkan Korut Disebut Mampu Melesat 10 Kali Kecepatan Suara
Korea Utara telah melakukan 13 putaran peluncuran senjata tahun ini, termasuk satu pada 16 Maret di mana sebuah rudal yang dicurigai meledak di atas Pyongyang tak lama setelah peluncuran.
Serangkaian tes memicu spekulasi bahwa Kim sedang bersiap-siap untuk meluncurkan senjata yang lebih besar yang secara teoritis mampu mencapai daratan AS.