Jadi Tersangka Dugaan Ekspor Minyak Goreng, Berikut Profil Dirjen Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana
Diketahui Indrasari Wisnu Wardhana menjabat sebagai Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag sejak 20 Desember 2021.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung menetapkan empat orang menjadi tersangka kasus korupsi yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di Indonesia.
Satu di antaranya adalah, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana.
Diketahui Indrasari Wisnu Wardhana menjabat sebagai Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag sejak 20 Desember 2021.
Baca juga: Jadi Tersangka, Ini Peran Indasari Wisnu Cs Yang Bisa Buat Kelangkaan Minyak Goreng di Indonesia
Ia dilantik oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dari Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi menjadi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.
Saat ini, Indrasari juga menjabat sebagai pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti).
Indrasari juga menjabat sebagai Komisaris PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III. Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Indrasari Wisnu Wardhana sebagai Komisaris PTPN III.
Hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor SK-398/MBU/10/2021 dan Nomor SK-399/MBU/10/2021 tanggal 10 Desember 2021 tentang Pengangkatan Komisaris Utama dan Pengangkatan Dewan Komisaris PTPN III.
Indrasari pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti).
Indrasari berkantor di Jalan M.I Ridwan Rais, Jakarta Pusat, Gedung Utama Kemendag Lantai 9.
Sebelumnya, Indrasari ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Indrasari ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang yang berasal dari perusahaan swasta lainnya.
“Tersangka ditetapkan empat orang, pertama pejabat eselon 1 pada Kemendag, IWW,” ujar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Selasa (19/4/2022).
Burhanuddin mengatakan, Indrasari diduga menerbitkan izin ekspor kepada sejumlah perusahaan produsen kelapa sawit secara melawan hukum.
Perbuatannya itu mengakibatkan minyak goreng langka di Indonesia dan membuat harganya mahal.
Sementara, tiga tersangka lainnya berasal dari pihak swasta. Mereka adalah Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group berinisial SMA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT; dan General Manager PT Musim Mas berinisial PT.
Baca juga: Kasus Minyak Goreng Menyeret Pengusaha Sawit hingga Pejabat Kemendag, Berikut Daftar Namanya
Burhanuddin mengatakan penyidik telah menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan keempat orang itu menjadi tersangka.
Sebanyak 19 saksi telah diperiksa, beserta 596 dokumen dan surat terkait lainnya, serta keterangan ahli.
Para tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam penerbitan izin ekspor.
Kedua, dikeluarkannya izin ekspor pada eksportir yang harusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendefinisikan harga tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri.
Tidak mendistribusikan minyak goreng ke dalam negeri sebagaimana kewajiban dalam DMO, yaitu 20 persen dari total ekspor.
“Kelangkaan ini ironis sekali karena Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia,” kata Jaksa Agung.
Baca juga: Jadi Tersangka, Ini Peran Indasari Wisnu Cs Yang Bisa Buat Kelangkaan Minyak Goreng di Indonesia
Jaksa Agung Ngaku Siap Sikat Mendag Lutfi
Kasus mafia minyak goreng menyeret nama Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI Indasari Wisnu Wardhana.
Dia kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemberian izin penebitan ekspor minyak goreng.
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menyampaikan bahwa pengusutan kasus mafia minyak goreng tak akan berhenti sampai situ.
Dia mengaku siap menindak jika Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi turut terlibat dalam kasus tersebut.
"Bagi kami siapapun, menteri pun, kalau cukup bukti, ada fakta, kami akan lakukan itu," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Ia menyampaikan bahwa kasus tersebut masih dalam proses pendalaman oleh jaksa penyidik.
Khususnya kemungkinan adanya persetujuan Menteri Lutfi terkait pemberi izin penerbitan ekspor minyak goreng.
"Kami akan dalami, kalau memang cukup bukti kami tidak akan melakukan hal-hal yang sebenarnya harus kami lakukan. Artinya siapapun pelakunya kalau cukup bukti kami akan lakukan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Teka-teki dalang yang bermain di balik mafia minyak goreng akhirnya terungkap.
Setidaknya ada empat orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
"Tersangka ditetapkan 4 orang," ujar Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Kejaksaam Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indasari Wisnu Wardhana dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group.
Lalu, Togar Sitanggang General Manager PT Musim Mas dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parlindungan Tumanggor.
Menurut Burhanuddin, penetapan tersangka itu setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
"Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli. Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup yaitu 2 alat bukti," ungkap Burhanuddin.
Dalam kasus ini, Burhanuddin menuturkan para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor. Lalu, kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.
"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, telah mendistribuskan Crude palm oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," jelasnya.
Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan ketiga tersangka yang berasal dari swasta tersebut berkomunikasi dengan Indasari agar mendapatkan persetujuan ekspor.
"Ketiga tersangka telah berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga perusahaan itu untuk dapatkan persetujuan ekspor padahal nggak berhak dapat, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan tidak sesuai DPO dan DMO. Yang bukan berasal dari perkebunan intri," beber dia.
Adapun Indasari dan Parlindungan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung Ri. Sementara itu, Togar dan Stanley ditahan di Kejakasaan Negeri Jakarta Selatan.
"Ditahan selama 20 hari terhitung hari ini sampai 8 Mei 2022," pungkasnya.
Atas perbuatannya itu, para tersangka disangkakan melanggar pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a b e dan f undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan. keputusan menteri perdagangan nomor 129 tahun 2022 yaitu jo nomor 170 tahun 2022 tentang penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri dan harga penjualan di dalam negeri.
Sepain itu, tiga ketentuan bab 2 huruf a angka 1 huruf b jo bab 2 huruf c angka 4 huruf c peraturan ditjen perdagangan luar negeri nomor 02 daglu per 1 2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO.