Pro Kontra Larangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng, Menko Airlangga Sebut Hanya Sementara Waktu
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng hanya dilakukan sementara waktu.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng hanya dilakukan sementara waktu.
Pasalnya, tujuan awal hal ini dilakukan adalah untuk menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri.
Yakni hingga harganya sudah Rp 14.000 per liter dan banyak tersedia di pasar-pasar tradisional.
"Pelaksanaan diatur oleh Permendag, yang sesuai dengan WTO dapat diberlakukan pembatasan atau pelarangan sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri," kata Airlangga, Selasa (26/4/2022), dikutip dari Kompas.com.
Sebagaimana diketahui, pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng ini berlaku untuk Refined, Bleached, Deodorized (RBD) palm olein dengan 3 jenis HS.
Tiga kode HS dari bahan baku minyak mentah yang dilarang diekspor meliputi 1511.90.36, 1511.90.37, dan 1511.90.39.
Baca juga: Wapres: Larangan Ekspor Minyak Goreng untuk Kepentingan Masyarakat
Baca juga: Cek BLT Minyak Goreng di cekbansos.kemensos.go.id, Bantuan Rp 300 Sudah Cair Bulan Ini
"Sekali lagi ditegaskan yang dilarang adalah RBD Palm Olein yang HS ujungnya 36, 37, 39. Pelarangan ekspor RBD Palm Olein ini berlaku untuk seluruh produsen yang menghasilkan produk RBD Palm Olein," jelas Airlangga.
Pelarangan ini, lanjut Airlangga, tidak melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Pasalnya, aturan yang memuat mekanisme pelarangan, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag), sesuai aturan WTO.
Larangan ekspor minyak goreng ini baru mulai berlaku pada 28 April 2022 pukul 00.00 WIB.
Tetap akan Ada Evaluasi
Sebagaimana Airlangga, Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin juga mengatakan kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng dilakukan pemerintah tak lain untuk kepentingan masyarakat.
Keputusan ini, kata Ma'ruf, diambil untuk menjaga kestabilan peredaran dan harga minyak goreng di dalam negeri.
Baca juga: Pos Indonesia Salurkan BLT Minyak Goreng ke Hampir 18 Juta KPM
"Sudah menjadi keputusan di Sidang Kabinet. Ya kepentingannya itu kan untuk kebaikan semua pihak, terutama kepentingan nasional kita atau kepentingan masyarakat," tutur Ma'ruf lewat keterangan tertulis, Rabu (27/4/2022), dikutip dari Tribunnews.com.
Terkait pelaksanaannya, Ma'ruf mengatakan kebijakan ini akan dievaluasi kembali seiring perkembangan terbaru.
"Nanti itu apabila kepentingan itu sudah terpenuhi, mungkin nanti akan dievaluasi seperti apa."
"Yang penting jangan sampai langka atau harganya tinggi, kemudian dalam rangka stabilisasi keadaan."
"Ini langkah sementara yang diambil oleh Presiden," ungkap Ma'ruf.
Evaluasi berkala terhadap kebijakan yang diterapkan akan selalu dilakukan.
Sehingga, keputusan yang diambil akan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Baca juga: Survei Indikator: Peningkatan Persepsi Negatif Ekonomi Nasional Disebabkan Kelangkaan Minyak Goreng
“Pemerintah akan melihat. Ya kita akan menjaga kepentingan seluruh pihak, tidak hanya untuk kemudian akan menimbulkan kerugian di satu pihak."
"Itu langkah-langkah shock therapy itu kadang-kadang diperlukan pada suatu saat tapi kemudian dilakukan evaluasi lagi,” pungkas Ma'ruf.
Ekonom Kritik
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, mengkritisi kebijakan yang diambil pemerintah.
Menurutnya, larangan ekspor tidak efetif untuk jangka panjang.
Bahkan juga dapat memicu perang dagang antar negara.
Untuk itu, pemerintah diminta untuk lebih memperhatikan efek eksternal dari kebijakan larangan tersebut.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Terbaru Hari Ini Selasa, 26 April 2022 di Indomaret dan Alfamart
Sebab, negara yang bergantung dengan impor minyak goreng dari Indonesia bisa saja melakukan pembalasan.
"Kemungkinan terbesar bisa menjadi episode kedua dari perang dagang."
"Di mana negara-negara yang tergantung impor kelapa sawitnya dari Indonesia bisa melakukan trade retalitation atau pembalasan," kata Teuku seperti yang diwartakan Tribunnews.com sebelumnya.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Fahdi Fahlevi/Milani Resti Dilanggi)(Kompas.com/Fika Nurul Ulya)