Meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Positif pada Kegiatan Produksi, Konsumsi dan Investasi
Kontribusi dari distribusi dan pertumbuhan PDB di kuartal I-2022 di antaranya berasal dari sektor industri pengolahan, perdagangan, pertanian.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya menyebutkan, ekonomi Indonesia di kuartal I-2022 mengalami pertumbuhan 5,01 persen secara tahunan (year on year year/yoy).
Namun, jika dibandingkan terhadap triwulan sebelumnya yakni kuartal IV-2021, angka tersebut mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,96 persen (q-to-q).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi selaras dengan pulihnya mobilitas masyarakat, yang kemudian berpengaruh positif pada kegiatan produksi, konsumsi, dan investasi.
"Tingginya angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2022 ini karena pulihnya ekonomi masyarakat," ucap Margo Yuwono dalam paparannya, Senin (9/5/2022).
Menurutnya, tumbuhnya perekonomian Indonesia sejalan dengan meningkatnya besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku di kuartal I-2022 yang mencapai Rp 4.513,0 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 2.818,6 triliun.
Margo mengungkapkan, kontribusi dari distribusi dan pertumbuhan PDB di kuartal I-2022 di antaranya berasal dari sektor industri pengolahan, perdagangan, pertanian, pertambangan, konstruksi, Konsumsi Rumah Tangga, hingga Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
Baca juga: Inflasi April Tertinggi Sejak 2017, Minyak Goreng Jadi Penyumbang Terbesar
"Untuk kelompok provinsi di Pulau Jawa masih mendominasi struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan I-2022, dengan peranan sebesar 57,78 persen (yoy), dengan kinerja ekonomi yang mengalami pertumbuhan sebesar 5,07 persen dibanding triwulan I-2021," kata Margo.
Inflasi Naik
BPS dalam laporannya juga mencatat terjadi kenaikan inflasi pada April 2022 yakni sebesar 0,95 persen secara bulanan atau month to month (mtm).
Margo Yuwono menjelaskan, angka inflasi itu merupakan hasil dari indeks harga konsumen (IHK) yang meningkat menjadi 109,98 pada April, dari 108,95 pada Maret 2022.
Berdasarkan data BPS, angka inflasi April 2022 menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017, di mana pada bulan tersebut terjadi inflasi sebesar 0,97 persen secara mtm.
Sementara jika dilihat secara tahunan (year on year/yoy), pada April 2022 terjadi inflasi sebesar 3,47 persen, tertinggi sejak Agustus 2019 dengan tingkat inflasi tahunan sebesar 3,49 persen.
Dengan realisasi tersebut, sejak awal tahun hingga April 2022 telah terjadi inflasi sebesar 2,15 persen.
Margo menyebut ada beberapa faktor penyebab kenaikan inflasi di antaranya komoditas minyak goreng, bensin, daging ayam ras, tarif angkutan udara, serta ikan segar.
Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, seluruh wilayah yang dipantau oleh BPS mencatatkan inflasi pada April 2022, di mana yang tertinggi terjadi di Tanjung Pandan sebesar 2,58 persen.
"Dan inflasi terendah di Gunungsitoli sebesar 0,22 persen," ucap Margo.
Angka Pengangguran
Terkait penyerapan tenaga kerja BPS juga melaporkan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mengalami pertumbuhan cukup baik.
Dimana distribusi penduduk yang bekerja mencapai 29,96 persen atau sekitar 1,86 juta orang pertahun (YonY).
Margo mengatakan, dengan pertumbuhan tersebut tingkat pengangguran tahun 2022 mengalami penurunan yang cukup signifikan.
"Pada Februari 2021 angkanya masih 6,26 persen dan sekarang turun menjadi 5,83 persen," ujar Margo.
Baca juga: Aktivitas Mudik Meningkat, Pengusaha: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Bisa Tembus 7 Persen
Margo mengatakan Nilai Tukar Petani (NTP) yang dihitung berdasarkan tahunan (YonY) juga mengalami kenaikan, dimana NTP pada April 2022 mencapai 108,46 atau lebih tinggi jika dibandingkan nilai NTP April 2021 yang hanya 102,93.
Selain NTP, Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) pada April 2022 mengalami kenaikan cukup tinggi jika dibandingkan kondisi NTUP April 2021, dimana angkanya hanya 103,55. Sedangkan NTUP tahun ini mencapai 108,64.
Meski demikian, baik NTP maupun NTUP yang dihitung secara bulanan mengalami penurunan.
Menurut Margo, penurunan terjadi karena indeks harga yang diterima petani nilainya lebih rendah jika dibandingkan dengan indek yang harus dibayarkan petani.
"Indeks harga yang diterima petani kenaikannya hanya meningkat 0,06 persen sementara indeks yang dibayar petani 0,83 persen," katanya.(Tribun Network/ism/kps/wly)