Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Kinerja Jokowi Menurun Akibat Kasus Minyak Goreng
Burhanuddin menyatakan, masyarakat menunggu penuntasan kasus dugaan korupsi minyak goreng yang kini ditangani Kejaksaan Agung.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Joko Widodo, dari hasil survei terbaru Indikator Politik Indonesia, mengalami penurunan setelah sebelumnya sempat menguat.
Jika pada April kemarin tingkat kepuasannya menguat di angka 64,1 persen, temuan bulan ini angkanya menurun menjadi 58,1 persen.
Survei dilakukan Indikator dalam rentang 5-10 Mei 2022, melibatkan 1.228 responden.
Baca juga: Survei Indikator Politik: Masyarakat Ingin Mafia Minyak Goreng Dituntaskan
"Kepuasan terhadap kinerja presiden kembali mengalami penurunan. Approval rating presiden mengalami tekanan ketika inflasi tinggi."
"Sebaliknya, ketika inflasi menurun, kepuasan terhadap presiden meningkat,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Drama Minyak Goreng dan Kepuasan Publik Terhadap Kinerja Presiden’ secara virtual, Minggu (15/5/2022).
Menurut Burhanuddin, di antara alasan utama yang menyebabkan masyarakat tidak puas pada kinerja presiden, salah satunya terkait kasus dugaan korupsi minyak goreng.
Burhanuddin menyatakan, masyarakat menunggu penuntasan kasus dugaan korupsi minyak goreng yang kini ditangani Kejaksaan Agung.
"Sebanyak 7,4 persen masyarakat menilai Jokowi belum berhasil menangani mafia minyak goreng. Ini menjadi salah satu alasan utama ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja presiden,” ujar Burhanuddin.
Karenanya, penuntasan perkara kasus mafia minyak goreng menjadi salah satu kunci mengembalikan kepercayaan masyarakat.
“Dukungan publik terhadap Presiden Jokowi dan Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus minyak goreng sangat tinggi. Namun, publik tidak melihat ada gebrakan luar biasa sejak kasus ini dibuka ke publik pada 19 April,” kata Burhanuddin.
Selain itu, ketidakpuasaan masyarakat juga dilatari harga-harga kebutuhan pokok yang meningkat. Angkanya mencapai 28,9 persen. Ada juga bantuan yang dinilai tidak merata (10,7 persen) serta minimnya lapangan pekerjaan (8,4 persen).
Baca juga: Survei Indikator: 83,7 % Responden Dukung Kejaksaan Agung Tuntaskan Kasus Korupsi Minyak Goreng
Masyarakat Masih Merasa Harga Minyak Goreng Belum Terjangkau
Berdasarkan tangkapan survei Indikator Politik Indonesia (IPI), mayoritas masyarakat masih menilai harga minyak goreng saat ini belum terjangkau, meskipun presiden Jokowi telah mengeluarkan kebijakan larangan ekspor serta mafia minyak goreng ditangkap Kejaksaan Agung.
“Kita tanya dari dalam bentuk yang lain apakah secara umum ibu bapak merasa harga minyak goreng saat ini sangat terjangkau, terjangkau, kurang terjangkau atau tidak terjangkau sama sekali sebagian besar 72 persen menganggap masih kurang terjangkau,” kata Direktur Eksekutif IPI Burhanuddin Muhtadi, Minggu (25/5/2022).
Menurutnya larangan ekspor CPO serta ditangkapnya mafia minyak goreng telah berpengaruh terhadap menurunnya harga minyak goreng. Namun penurunan yang terjadi belum sesuai dengan yang diharapkan.
“Sebenarnya ada penurunan harga minyak goreng tetapi penurunan yang terjadi masih jauh di bawah harga yang diinginkan publik. Jadi dibandingkan Februari-Maret lebih tinggi lagi sebelum kebijakan atau langkah Kejaksaan Agung memberantas mafia minyak goreng,” katanya.
Berdasarkan hasil survei kata Burhanuddin 75 persen responden saat ini menggunakan minyak goreng kemasan. Hanya 20,7 persen yang menggunakan minyak goreng curah yang harga batas eceran tertingginya (HET) diatur pemerintah. Mayoritas pengguna minyak goreng curah masih membelinya dengan harga di atas HET.
Baca juga: Hasil Survei Indikator Politik: Minyak Goreng Kini Lebih Mudah Didapat, Tapi Harga di Luar Jangkauan
“Pengguna minyak goreng curah yang membeli harga di bawah atau sesuai HET Rp14.000 hanya 4,9 persen. Sementara 90 persen lebih itu menjawab membeli harga minyak goreng curah di atas HET meskipun kisarannya tidak setinggi di bulan Februari Maret,” pungkasnya.
Adapun survei dilaksanakan pada 5-10 Mei 2022 dengan metode random digit dialing (RDD), melalui kontak telepon dengan target populasi adalah warga negara Indonesia (WNI) berusia 17 tahun ke atas atau sudah memiliki dan memiliki telepon.
Sampel sebanyak 1.228 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak kemudian divalidasi, dan screening. Margin of error dalam survei diperkirakan plus minus 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca juga: UPDATE Harga Minyak Goreng 15 Mei 2022: Sunco, Bimoli, Tropical, Fortune Hingga Sania
Masyarakat Beli Minyak Goreng Curah di Atas HET
Hasil survei nasional yang dilkukan lembaga survei Indikator Politik Indonesia pada 5 sampai 10 Mei 2022 menyatakan 90 persen lebih responden membeli minyak goreng curah dengan harga di atas harga eceran tertinggi (HET).
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan sebagian besar responden yakni 72 persen mengatakan harga minyak goreng saat ini menganggap masih kurang terjangkau.
Sebanyak 75 persen responden, kata dia, mengaku memakai minyak goreng kemasan dan 20,7 persen lainnya mengaku memakai minyak goreng curah.
Burhanuddin mengatakan mereka mendapatkan minyak goreng sehari-hari dari warung sekitar tempat tinggal (47,1 persen), minimarket (30,8 persen), pasar basah/becek/tradisional (13,7 persen), pasar kering (3,8 persen), dan mall/supermarket (2,7 persen).
Hal tersebut disampaikannya dalam rilis survei bertajuk Drama Minyak Goreng dan Kepuasan Publik Terhadap Presiden yang disiarkan di kanal Youtube Indikator Politik Indonesia, Minggu (15/5/2022).
"Pengguna minyak goreng curah yang membeli harga di bawah HET atau sesuai HET cuma 4,9 persen (Rp10ribu-Rp14,9 ribu). HET nya kan Rp 14 ribu. 90 persen lebih itu menjawab membeli minyak goreng curah di atas HET," kata Burhanuddin.
Berikut ini data temuan yang ditampilkan saat rilis survei tersebut.
Minyak goreng curah
15,5 persen responden membeli dengan harga Rp15 ribu-Rp19,9 ribu.
30,7 persen membeli dengan harga Rp20 ribu-Rp24,9 ribu.
10,2 persen responden membeli dengan harga Rp25 ribu-Rp29,9 ribu.
3,3 persen responden membeli dengan harga Rp30 ribu-Rp34,9 ribu.
0,5 persen responden Rp35 ribu-Rp39,9 ribu.
0,6 persen responden membeli dengan harga Rp40 ribu-Rp44,9 ribu.
1,1 persen responden membeli dengan harga Rp45 ribu-Rp49,9 ribu.
0,8 persen responden membeli dengan harga lebih dari Rp50 ribu.
32,5 persen responden menjawab tidak tahu/tidak jawab.
Baca juga: Analis Beberkan Dampak Negatif Atas Larangan Ekspor CPO dan Minyak Goreng
Minyak Goreng Kemasan
0,9 persen responden membeli dengan harga Rp10 ribu-Rp14,9 ribu
5,8 persen responden membeli dengan harga Rp15 ribu-Rp19,9 ribu
28,0 persen responden membeli dengan harga Rp20 ribu-Rp24,9 ribu
32,5 persen responden membeli dengan harga Rp25 ribu-Rp29,9 ribu
4,2 persen responden membeli dengan harga Rp30 ribu-Rp34,9 ribu
2,3 persen responden membeli dengan harga Rp35 ribu-Rp39,9 ribu
1,4 persen responden membeli dengan harga Rp40 ribu-Rp44,9 ribu
1,3 persen responden membeli dengan harga Rp45 ribu-Rp49,9 ribu
6,0 persen responden membeli dengan harga lebih dari Rp50 ribu
17,7 persen responden menjawab tidak tahu/tidak jawab.
"Meskipun kisarannya tidak setinggi di bulan Februari-Maret ya. Kita harus akui juga ada sesuau yang turun setelah gebrakan pemerintah. Tapi penurunannya itu tidak sesuai dengan harapan publik. Tidak seperti sebelum kejadian kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng," kata Burhanuddin.
Burhanuddin mengatakan temuan tersebut menjelaskan mengapa approval rating Presiden tertekan ketika publik secara umum, mayoritas mutlak mendukung langkah ekspor minyak.
"Karena meskipun dukungan publik terhadap larangan ekspor minyak goreng itu tinggi, tapi di mata publik larangan tersebut belum berhasil menurunkan harga minyak goreng sesuai ekspektasi mereka," kata dia.
Survei dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.
Target populasi survei adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon atau ponsel sekitar 83 % dari total populasi nasional.
Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD) yakni teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
Dengan teknik RDD sampel sebanyak 1228 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening.
Margin of error survei diperkirakan ±2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling.