Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Harga Bahan Pokok Melonjak-lonjak Imbas Impor

Indikator lainnya adalah menurunnya tingkat pengangguran terbuka dari 6,22% pada Februari 2021 menjadi 5,83% pada Februari 2022.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Harga Bahan Pokok Melonjak-lonjak Imbas Impor
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penjual merapikan cabai yang dijual di Pasar Senen, Jakarta Pusat 

*Pemerintah Didesak Perbaiki Tata Kelola Niaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memasuki awal bulan Juni harga bahan pokok mengalami kenaikan. Salah satunya adalah harga cabai merah keriting yang naik signifikan.

Berdasarkan pemantauan di Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok(SP2KP) cabai merah
keriting dan cabai rawit merah mengalami kenaikan yang paling tinggi, masing-masing sebesar 29,62 persen dan 33,77 persen dibandingkan 13 Mei 2022.

Cabai merah keriting pada 13 Mei 2022 dijual Rp 39.300 kini menjadi Rp 51.200.

Sementara cabai rawit merah dari Rp 45.900 pada 13 Mei, kini dijual Rp 61.400 per
kilogramnya.

Baca juga: Daftar Harga iPhone Terbaru: iPhone 13 Pro Max, iPhone 13 Pro, iPhone 12, iPhone 11, iPhone XR

Kenaikan kebutuhan pokok juga terpantau di beberapa daerah, seperti DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Berikut kenaikan harga bahan pokok di awal Juni:

Berita Rekomendasi

DKI Jakarta

Kedelai impor
13 Mei: Rp 13.800/liter
31 Mei: Rp 14.600/liter

Cabai merah besar
13 Mei: Rp 50.400/kg
31 Mei: Ro 68.500/kg

Cabai merah keriting
13 Mei: Rp 42.500/kg
31 Mei: Rp 58.600/kg

Cabai rawit merah
13 Mei: Rp 47.100/kg
31 Mei: Rp 71.600/kg

Bawang merah
13 Mei: Rp 49.500/kg
31 Mei: Rp 51.800/kg

Jawa Barat

Telur ayam ras

13 Mei: Rp 26.300/kg
31 Mei: Rp 28.100/kg

Cabai merah besar
13 Mei: Rp 44.800/kg
31 Mei: Ro 58.700/kg

Cabai merah keriting
13 Mei: Rp 36.200/kg
31 Mei: Rp 52.800/kg

Cabai rawit merah
13 Mei: Rp 38.300/kg
31 Mei: Rp 65.900/kg

Bawang merah
13 Mei: Rp 38.300/kg
31 Mei: Rp 42.600/kg

Telur di tingkat pertenak
13 Mei: Rp 24.483/kg
31 Mei: Rp 26.000/kg

Jawa Tengah

Kedelai impor
13 Mei: Rp 12.700/kg
31 Mei: Rp 12.800/kg

Tepung terigu
13 Mei: Rp 10.400/kg
31 Mei: Rp 10.500/kg

Telur ayam ras
13 Mei: Rp 26.000/kg
31 Mei: Rp 28.000/kg

Cabai merah besar
13 Mei: Rp 33.800/kg
31 Mei: Ro 51.000/kg

Cabai merah keriting
13 Mei: Rp 29.800/kg
31 Mei: Rp 51.400/kg

Cabai rawit merah
13 Mei: Rp 30.200/kg
31 Mei: Rp 61.200/kg

Bawang merah
13 Mei: Rp 38.500/kg
31 Mei: Rp 43.200/kg

Telur di tingkat pertenak
13 Mei: Rp 23.843/kg
31 Mei: Rp 25.443/kg

Jawa Timur

Tepung terigu
13 Mei: Rp 9.700/kg
31 Mei: Rp 9.800/kg

Telur ayam ras
13 Mei: Rp 25.000/kg
31 Mei: Rp 26.700/kg

Cabai merah besar
13 Mei: Rp 37.300/kg
31 Mei: Ro 57.200/kg

Cabai merah keriting
13 Mei: Rp 33.200/kg
31 Mei: Rp 52.100/kg

Cabai rawit merah
13 Mei: Rp 26.000/kg
31 Mei: Rp 63.400/kg

Bawang merah
13 Mei: Rp 33.600/kg
31 Mei: Rp 37.000/kg

Telur di tingkat pertenak
13 Mei: Rp 22.923/kg
31 Mei: Rp 24.800/kg

Terkait hal tersebut Pengamat Ekonomi Poltak Hotradero menilai kenaikan harga bahan
pokok di Tanah Air dipengaruhi situasi ekonomi global. Kondisi yang sama juga terjadi
di negara lain.

"Harga bahan pokok yang naik adalah yang bersumber dari impor. Maka
jelas hal ini terjadi karena pengaruh situasi ekonomi global," kata Poltak Hotradero,
Kamis (2/6).

Dia mengakui operasi pasar masih efektif untuk menekan harga di pasar. Namun, menurutnya, yang jauh lebih penting adalah perbaikan rantai pasok, sehingga barang yang masyarakat butuhkan tetap tersedia di pasar.

Baca juga: Awal Juni, Harga Bahan Pokok Merangkak Naik, Pengamat: Dampak Impor

"Tidak masalah harga mahal asal barangnya ada, karena konsumen akan menyesuaikan diri, semisal lebih berhemat. Lebih bermasalah kalau barangnya tidak ada," ujar Poltak.

Dari sisi masyarakat, ada upaya substitusi bahan pokok yang mungkin bisa diperoleh di
dalam negeri. Masyarakat juga harus lebih cermat dalam mengatur kebutuhan.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengatakan fundamental perekonomian
Indonesia cukup kuat seiring terkendalinya Covid-19.

Dia mengakui ketidakpastian ekonomi global berpengaruh terhadap Indonesia, tapi tidak akan terlalu besar.

Keyakinan Edy berdasarkan beberapa faktor, antara lain pertumbuhan ekonomi nasional.

Badan Pusat Statistik (BPS) melansir ekonomi Indonesia pada kuartal I/2022 tumbuh 5,01 % (YoY), selisih sedikit dari posisi kuartal IV/2021 sebesar 5,02 % (YoY).

Indikator lainnya adalah menurunnya tingkat pengangguran terbuka dari 6,22 % pada
Februari 2021 menjadi 5,83 % pada Februari 2022.

Menurut Edy, pemerintah terus berusaha mengerek pertumbuhan ekonomi dengan melakukan akselerasi dan perluasan vaksinasi, serta pembukaan sektor-sektor potensial.

Pemberian bantuan sosial menjadi salah satu upaya dalam menjaga daya beli masyarakat.

Perbaiki Tata Niaga

Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan menilai, saat ini pemerintah belum memiliki tata niaga pangan yang jelas, terkhusus pada sembilan komoditas pangan pokok.

“Selain itu pemerintah juga tidak punya road map terkait pangan dalam negeri. Fakta yang sering dijumpai, selalu kondisi yang dinyatakan pemerintah dengan yang dilapangan tidak pernah sama,” kata dia.

Tidak hanya itu dia menambahkan, antara kementerian dan lembaga terkait, sering didapati beberapa data yang tidak sama dan inkonsisten.

Baca juga: Harga Minyak Goreng Hari Ini 2 Juni 2022 di Alfamart dan Indomaret: SunCo, Bimoli, Tropical, Sovia

Misalnya saja, data ketersediaan bahan pokok di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangaatau Badan Pangan Nasional yang kerap kali datanya tidak sama.

Menurut dia, pemerintah juga belum dapat menguasai distribusi dari hulu ke hilir terkait
masalah pangan. Sehingga pemerintah tidak pernah memiliki data yang akurat terkait pangan.

“Seharusnya ada satu Kementerian atau lembaga yang memang fokus mengatur data pangan dalam negeri.

Bagaimana produksinya, dan berapa banyak komoditas pangan yang tersalur, lalu kebutuhan pangan di masing masing daerah, jadi agar jelas,” tambahnya.

Maka dengan begitu pemerintah akan lebih mudah menstabilkan harga komoditas pangan. Karena memiliki data yang terkoneksi mulai dari jumlah komoditas pangan yang terproduksi atau terserap pascapanen, lalu kebutuhan pangan per daerah serta proses pendistribusiannya.(Tribun Network/kps/ktn/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas