China Tak Naikkan Suku Bunga Ikuti The Fed, Mata Uang Yuan Bisa Melemah
Di tengah pelemahan ekonomi yang terjadi di China, stimulus tentu saja dibutuhkan oleh negeri tirai bambu itu melalui kebijakan fiskal dan moneter
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah pelemahan ekonomi yang terjadi di China, stimulus tentu saja dibutuhkan oleh negeri tirai bambu itu melalui kebijakan fiskal dan moneter.
Namun lagi-lagi, Bank Sentral China tidak memberikan stimulus tersebut pada keputusan tingkat suku bunga pinjaman kemarin.
"Tingkat suku bunga pinjaman untuk 1 tahun dan 5 tahun tetap bertahan di 3,7 persen dan 4,45 persen. Apakah ini memberikan suatu tanda bahwa pengurangan tingkat suku bunga akan berhenti sampai disini, tatkala The Fed mulai kembali mengganas dalam menaikkan tingkat suku bunganya?" ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus dalam risetnya, Selasa (21/6/2022).
Baca juga: Lonjakan Suku Bunga oleh The Fed Bikin Pasar Perumahan di AS Tertekan
Menurutnya, ketika divergensi antara tingkat suku bunga Bank Sentral China dengan The Fed semakin lebar, tentu saja akan mendorong capital outflow bertambah di Negeri Panda tersebut dan melemahkan yuan.
"Bank Sentral China saat ini tampaknya sedang dalam mood menunggu dan melihat, serta mengukur pemulihan ekonomi dari dampak yang disebabkan oleh Covid kemarin. Lalu, implikasi kebijakan moneter yang ketat di seluruh dunia," katanya.
Nico menjelaskan, hal ini justru memberikan indikasi terhadap Bank Sentral China bahwa untuk lebih terukur dalam memberikan stimulus tahun ini, di mana suku bunga The Fed berpotensi mencapai 3,5 persen tahun ini.
Dirinya melihat dukungan dan stimulus dari Bank Sentral China akan berkisar untuk usaha kecil dan properti, karena properti sendiri berkontribusi sebesar 25 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, Bank Sentral juga mendorong perbankan untuk menurunkan biaya pendanaan dan mendorong pinjaman untuk lebih ditingkatkan kembali.
Baca juga: Suku Bunga Tinggi The Fed Nggak Ngaruh, Investor Asing Masih Borong Saham di BEI
"Kalaupun ada relaksasi kebijakan, kami melihat semua pihak akan menunggu hingga data ekonomi China pada kuartal II keluar. Pertanyaannya sederhana, apabila ternyata data ekonomi pada kuartal II mengalami penurunan, dan sayangnya diprediksi seperti itu, sejauh mana China akan melonggarkan kebijakannya, baik secara fiskal maupun secara moneter?" pungkasnya.