Terus Dukung Perekonomian Rakyat Lewat UMKM Jadi Komitmen Asian Agri 2030
Asian Agri terus menunjukkan dukungannya untuk pertumbuhan inklusif terutama di desa-desa seputar operasional perusahaan, melalui pengembangan UMKM.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Usaha Mikro atau Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Kelompok usaha ini mampu memeratakan tingkat perekonomian rakyat kecil, serta berperan dalam pemerataan tingkat perekonomian rakyat sebab berada di berbagai tempat.
UMKM bahkan menjangkau daerah pelosok sehingga masyarakat tidak perlu ke kota untuk memperoleh penghidupan yang layak.
Untuk itu, Asian Agri terus menunjukkan dukungannya untuk mewujudkan pertumbuhan inklusif terutama di desa-desa seputar operasional perusahaan, melalui pengembangan UMKM. Hal ini sejalan dengan komitmen keberlanjutan perusahaan, yaitu Asian Agri 2030.
Manager Sustainability Operation & CSR Asian Agri, Putu Grhyate Yonata Aksa mengatakan, Asian Agri 2030 adalah strategi bisnis jangka panjang selama sepuluh (10) tahun ke depan untuk memastikan keberlangsungan bisnis agar sejalan dengan filosofi bisnis grup perusahaan yaitu 5Cs, Good for Community, Country, Climate, Customer, dan Company.
“Pilar kedua dari 2030 Asian Agri adalah pertumbuhan inklusif, dimana salah satu targetnya adalah mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,” ungkap Putu Grhyate Yonata Aksa, seperti dikutip keterangan resmi Asian Agri, Selasa (24/6/2022) lalu.
UMKM Naik Kelas
Adapun pengembangan UMKM yang dilakukan oleh Asian Agri yang merupakan bagian dari Grup Royal Golden Eagle, salah satunya dengan melakukan pelatihan bagi para pelaku UMKM di desa-desa seputar operasional perusahaan yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Utara pada 24 Mei 2022 lalu.
Pelatihan yang mengusung tema ‘UMKM Naik Kelas’ dilakukan dengan mendatangkan narasumber dari Rumah Tamadun, yang sejak tahun 2017 sudah aktif menghasilkan produk-produk UMKM seperti produk-produk dari lidi limbah sawit, seperti tas, piring, kotak tisu dan lainya.
“Harapan kami dengan pelatihan UMKM yang akan kami lakukan, nantinya bisa mengembangkan wawasan, keterampilan, serta pemasaran para pelaku UMKM didesa-desa agar UMKM binaan Asian Agri bisa naik kelas. Baik itu, dari unsur kualitas, kuantitas serta perluasan pemasaran produk,” ujar Putu.
Koordinator CSR Asian Agri Wilayah Riau Eko Budi Christyanto mengatakan, pelatihan UMKM yang dilakukan di AALI (Asian Agri Learning Institute), Desa Mekar Jaya, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kab. Pelalawan pada 24 Mei 2022 lalu melibatkan 16 UMKM yang berasal dari Sumatera Utara, Riau dan Jambi.
“Peserta pelatihan sebanyak 16 UMKM, 12 dari desa-desa sekitar operasional Asian Agri di Riau, selain itu juga ada 2 UMKM dari Sumut dan 2 dari Jambi. Kami sengaja mengikutsertakan pelaku UMKM dari desa-desa sekitar perusahaan di Sumut dan Jambi juga, agar mereka juga dapat melakukan studi banding sehingga UMKM di Sumut dan Jambi juga bisa naik kelas,” ujar Eko.
Selain itu, Eko juga menjelaskan bahwa, UMKM yang ikut serta dalam pelatihan ini terdiri dari bidang usaha yang berbeda-beda, seperti ada anyaman lidi, peraut lidi, ragam kue kering, kue basah, tumpeng bahkan peternak telur.
“Adapun pelatihan UMKM ini kami lakukan dari beragam bidang usaha, dengan tujuan untuk mendukung ragam UMKM di desa-desa bisa tumbuh dan berkembang. Sehingga UMKM di desa-desa bisa memenuhi kebutuhan di wilayahya bahkan dengan pelatihan ini bisa meluas keluar dengan memanfaatkan market place,” imbuh Eko.
Piring anyaman lidi sawit
Salah satu pelaku UMKM yang mengikuti pelatihan dari Asian Agri ini adalah Rini yang tinggal di lingkungan perkebunan sawit di Kabupaten Pelalawan, Riau.
Rini adalah putri dari Rasim (58) yang merupakan petani sawit binaan Asian Agri. Rasim selalu mendorong anaknya untuk berwirausaha sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan menambah penghasilan bagi warga di kampungnya.
Rini dan sang suami Trimo, sejak beberapa bulan terakhir telah berhasil mengomersilkan piring yang berasal dari anyaman pelepah daun sawit.
Rini bercerita, ide usahanya tersebut berawal dari keinginannya untuk berwirausaha dan membuka peluang kerja bagi ibu-ibu sekitar, usaha ini akhirnya perlahan berkembang.
Ketika itu lah, kenang Rini, dirinya mendapatkan ide untuk memulai usaha menganyam piring dari lidi sawit.
“Ini tahun 2019 awal, di sini kan banyak ibu-ibu yang sehari-harinya duduk santai setelah melakukan pekerjaan rumah tangga. Jadi, saat itu saya memang pernah punya pikiran [untuk berwirausaha], daripada duduk santai saja,” kata Rini baru-baru ini.
Rini mengatakan bahwa ibu-ibu di sana juga memiliki kebutuhan yang banyak tetapi tak bisa pergi jauh dari rumah.
Ide untuk berwirausaha pun muncul setelah Rini teringat temannya dari desa sebelah yang sehari-hari membuat piring anyaman dari lidi sawit.
Untuk tahap awal, Rini menyewa pelatih dan memanggil ibu-ibu yang tinggal di dekat rumahnya.
Setelah melewati pelatihan sekitar tiga kali, Rini dan para ibu-ibu mulai terbiasa walau masih terkendala karena ternyata membuat piring anyaman itu sulit juga.
Baru lah pada November 2019, usaha piring anyaman Rini dan tiga orang temannya dimulai dan mulai dikomersilkan.
Walaupun khawatir usaha ini bisa berhenti di tengah jalan, Rini mendapat semangat dari tetangganya yang lain karena memperlihatkan minat untuk membeli produk tersebut.
Untuk 1 kg lidi sawit akan dihasilkan 5 piring anyaman, yang mana 1 piring terdiri dari 120 batang lidi dengan proses pembuatan sekitar 20 menit per satuan piring.
Piring anyaman dari lidi sawit tersebut dijual seharga Rp 6.000 per satuan untuk ukuran yang kecil. Sementara itu, untuk 1 kg lidi sawit biasanya dihargai Rp 12.000 per kg.
“Pernah pesanan piring ini sampai Rp3,5 juta,” tutur Rini.
Adapun, untuk mendapatkan lidi sawit biasanya Rini mengambil pelepah sawit dari kebun milik ayahnya yang menjadi petani mitra Asian Agri Grup dan dari beberapa kebun di sekitar rumahnya, kemudian dibersihkan secara manual.
Dalam proses membersihkan daun untuk mendapatkan lidi sawit tersebut, Rini mengaku tangannya sering terluka dan kapalan.
Saat itu lah, suami Rini bernama Trimo terpikir untuk membuat alat yang bisa membersihkan daun sawit langsung menjadi lidi sawit. Selain tangan tidak akan sakit lagi, produksi piring anyaman pun bakal meningkat karenanya.
Awalnya, untuk menghasilkan 1 kg lidi sawit dengan cara manual membutuhkan waktu 4–5 jam. Hingga akhirnya, Trimo berhasil menciptakan mesin yang dinamakan dengan PRAUDI (peraut lidi).
“Berhubung usaha istri saya ini lidi dan waktu itu dikerjakan manual, untuk mendapatkan satu kilo gram lidi itu membutuhkan 4-5 jam. Usaha baru berjalan satu minggu, tangannya rusak karena kapalan dan luka,” kata Trimo.
Adapun mesin PRAUDI memiliki kapasitas olah pelepah daun menjadi lidi mencapai 4–5 kg per jam.
Tidak hanya bermanfaat bagi usaha piring anyaman Rini, mesin tersebut juga telah berhasil menyabet juara 1 di tingkat kabupaten dan Provinsi Riau.
Mesin PRAUDI tersebut juga telah dikomersilkan oleh Trimo dan tercatat telah terjual sebanyak 40 unit.
Sumbang Pendapatan Asli Daerah
Adapun, kreativitas para petani sawit itu turut didorong oleh pemerintah dan perusahaan yang bermitra.
Kabid Pendayagunaan SDA, Teknologi Tepat Guna, dan Usaha Ekonomi Masyarakat Kabupaten Pelalawan, Misrawati mengatakan, pihaknya terus memberikan pembinaan kepada masyarakat untuk memanfaatkan berbagai potensi di lingkungan sekitar.
“Kami berupaya membina masyarakat, terutama di bidang teknologi tepat guna, yaitu dengan memanfaatkan potensi yang ada seluas-luasnya untuk meningkatkan penghasilan mereka,” tutur Misrawati.
Harapannya, apabila inovasi masyarakat tersebut bernilai ekonomi tinggi, nantinya akan menjadi sumber pemasukan bagi daerah juga. Dengan demikian, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat disalurkan ke desa-desa untuk pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, Head of Partnerships Asian Agri, Rudy Rismanto , juga menyampaikan bahwa sebagai salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia, perusahaan memberikan dukungan berupa alih teknologi perkebunan, penyediaan bibit unggul Topaz produksi Asian Agri, dan capacity building untuk petani dan organisasinya.
“Hal itu untuk mendorong masyarakat dan petani untuk berusaha atau berbisnis sesuai dengan kondisi lingkungan masing-masing,” jelas Rudy.
Selain Rini, kisah sukses dalam mengembangkan UMKM juga datang dari Sri Murtini yaitu pelaku UMKM Makanan Ringan.
Berawal dari keinginan untuk berhemat saat hari raya Lebaran. Sri Murtini mencoba membuat makanan ringan untuk menyambut Lebaran, dirinya belajar dan mencari resep untuk kue kacang sembunyi, kue nastar, dan lain-lain dari google.
Pada 2019, para tetangga mulai memesan makanan ringan yang diproduksi oleh Sri. Walaupun banyak tetangga dan teman yang menyatakan bahwa kue buatan Sri rasanya sangat enak, namun Sri tidak berpuas diri, dirinya selalu belajar melalui telepon pintarnya untuk membuat inovasi baru di makanan ringan.
Jika pesanan ramai, Sri biasanya mempekerjakan ibu-ibu sekitar rumahnya. Kini setiap harinya Sri mampu memproduksi 5 kg kue. Sri memasarkan produk UMKM nya melalui Facebook.
Asian Agri 2030
Asian Agri berupaya menggandakan pendapatan petani mitra melalui program penanaman kembali atau replanting pohon kelapa sawit.
Head of Operations Asian Agri, Omri Samosir mengatakan, Asian Agri telah bermitra dengan 30 ribu petani plasma di Riau dan Jambi yang mengelola 60 ribu hektar kebun kelapa sawit.
"Program replanting ini sudah mulai sejak 2016. Sampai sekarang kami sudah mencapai 11 ribu hektar yang replanting, sisa 49 ribu hektar lagi dalam waktu 8 tahun ke depan (sampai 2030)," kata Omri beberapa waktu lalu.
Program replanting merupakan bagian dari komitmen keberlanjutan Asian Agri 2030 yang terdiri dari empat pilar.
Pilar pertama yaitu, kemitraan dengan petani yang meliputi empat target, di antaranya meningkatkan pendapatan petani mitra hingga dua kali lipat melalui program replanting.
Pilar kedua dalam Asia Agri 2030 yaitu, pertumbuhan inklusif yang mendorong partisipasi yang kuat untuk mencapai kualitas hidup terbaik.
Selanjutnya pilar ketiga, mempromosikan minyak sawit berkelanjutan melalui praktik pengelolaan terbaik.
Pilar keempat yaitu produksi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dalam pilar keempat, Asian Agri tidak membuka lahan baru untuk menjadi area perkebunan kelapa sawit, menerapkan praktik yang ramah lingkungan untuk operasional berkelanjutan, mengimplementasikan ekonomi sirkular melalui praktik operasional terbaik, dan mengurangi 50 persen penggunaan pestisida.
Dalam pilar keempat, Asian Agri tidak membuka lahan baru untuk menjadi area perkebunan kelapa sawit, menerapkan praktik yang ramah lingkungan untuk operasional berkelanjutan, mengimplementasikan ekonomi sirkular melalui praktik operasional terbaik, dan mengurangi 50 persen penggunaan pestisida.
Adapun komitmen keberlanjutan Asian Agri 2030 merupakan strategi jangka panjang Asian Agri yang akan menjadi fokus perusahaan berdasarkan pada pilar, serta target yang telah ditetapkan perusahaan. (*/dip)