IMF Bilang Mata Uang Digital Tak Menguntungkan, Masa Sih?
IMF menilai bahwa konsep mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) tidak menguntungkan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - International Monetary Fund (IMF) menilai bahwa konsep mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) tidak menguntungkan, baik masyarakat maupun perbankan.
Sebab, tidak menawarkan suku bunga kepada perbankan dan masyarakat yang akan menyimpan dananya dalam bantuk CBDC.
Meski demikian, Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan kajian tersebut dalam waktu dekat sebelum memasuki tahap uji coba dan memulai penerbitannya.
Baca juga: Bank Indonesia Siapkan Sanksi Tegas Bagi Penyebar Hoaks Uang kertas Rp 100 Bergambar Jokowi
"BI terus mendalami CBDC dan akhir tahun ini akan mengeluarkan white paper pengembangan rupiah digital. Ke depannya, rupiah digital dapat digunakan untuk melakukan transfer uang tunai dan membeli surat berharga," ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus dalam risetnya, Kamis (14/7/2022).
Nico mengungkapkan, BI juga tengah mengkaji agar rupiah digital ini dapat digunakan untuk pembayaran domestic seperti RTGS, kliring sistem, ATM dan kartu kredit.
"Kami menilai bahwa rupiah digital ini akan mengakselerasi inklusi keuangan, apalagi jika adanya aturan yang saling berkesinambungan antara aktivitas satu yang lainnya. Di mana harus menggunakan sistem pembayaran digital dengan rupiah digital, maka akan lebih cepat tingkat utilitasnya," katanya.
Baca juga: Transformasi Digital Ala Pemerintah Jokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Teknologi
Di sisi lain, menurut Nico, hal terpenting juga untuk dilhat adalah bagaimana fitur yang dikembangkan bisa terkoneksi dengan fitur transaksi pembayaran, simpan pinjam, dan transaksi pasar modal lainnya dan CBDC negara lainnya.
Sehingga, sistem pembayaran dapat terintegrasi dalam sistem keuangan untuk aktivitas ekonomi dalam dan luar negeri, mengingat fungsinya akan menjadi alat pembayaran yang sah.
"Di samping itu, teknologi yang digunakan tentunya akan memegang peranan penting. Transisi dari web 2.0 ke web 3.0 memungkinkan mata uang digital untuk memperluas penggunaan, tidak hanya melalui ruang keuangan yaitu Decentralized Finance (DeFi) dengan fitur pinjam meminjam dan pasar modal, tapi juga kepada penggunaan ekonomi riil, seperti metaverse," pungkas Nico.