Dibayangi Krisis Ekonomi Global, Ekonom Sebut Indonesia Masih Relatif Jauh dari Resesi
ditengah gelombang inflasi pasca pandemi dan tensi politik global, Indonesia diperkirakan masih relatif jauh dari resesi.
Editor: Sanusi
Meskipun saat ini dunia menghadapi tantangan yang menggoyang ekonomi, Budi memberikan kerangka kepada para pelaku pasar untuk mengukur kepanikan – khususnya dalam pembentukan strategi investasi.
Pertama, dinamika global, baik dari segi ekonomi maupun geopolitik. Kedua, opsi kebijakan domestik serta responnya. Ketiga, pengambilan posisi oleh investor asing. Sebagaimana kejadian pada krisis 2008 dan 2020, apakah para investor asing tersebut dalam keadaan panik sehingga harus menjual portofolionya di Indonesia?
“Nah, ini perlu kita evaluasi. Acuan untuk cuan, lebih baik mengendalikan kerakusan, cukup rajin ambil untung, built in, dan cegah cut loss.”
Lebih lanjut, Budi menilai pasar modal Indonesia memasuki musim semi. Artinya ada peluang untuk bergerak membaik dan memberikan cuan. Secara historikal, Budi menyebutkan bahwa semester kedua biasanya market memang mengalami volatilitas.
Selama 15 tahun terakhir, ujarnya, ada kecenderungan pola huruf V pada triwulan ketiga tahun berjalan, serta kecenderungan pasar memerah pada November, kemudian berbalik menjadi hijau pada Desember.
“Apakah tetap tesis ini? Saya sendiri menguji diri dengan investasi saya.”
Baca juga: Indonesia Berpotensi Resesi, Apa Dampaknya? Ini Tanggapan Menkeu
Dalam kesempatan yang sama, Ade Permana, professional independent, trader dan investor, setuju bahwa Indonesia dikatakan masih relatif jauh dari resesi. Menurut dia, hal itu pun tergambar di performa pasar modal.
Dia menyebutkan bahwa sejak harga tertinggi pada 11 April hingga saat ini, IHSG mengalami koreksi sekitar 10 persen. Di saat yang sama, indeks Dow Jones yang menunjukkan kinerja pasar modal AS mengalami penurunan lebih dari 19 persen atau hampir 20 persen.
“Artinya dari segi ekonomi, dari segi indeks saham, kita [Indonesia] termasuk yang paling bagus di dunia untuk saat ini. Bahkan di regional pun Indonesia masih perkasa,” ujarnya.
Kendati demikian, ujarnya, Dow Jones perlu terus dipantau karena Amerika menjadi salah satu barometer pelaku pasar dalam negeri. Terlebih, sebanyak 60 persen - 70 % investor di pasar modal Indonesia merupakan investor asing.
Indeks selanjutnya yang juga terus dipantau adalah DXY atau indeks dolar serta XAU atau indeks emas.
“Kenapa? Karena banyak juga emiten-emiten kita yang listing di bursa efek itu sensitif terhadap pergerakan salah satunya XAU, DXY sama Dow Jones Industrial,” tutur Ade.
Fase Sideways
Direktur PT Kurikulum Saham Indonesia Alex Sukandar, menyebutkan bahwa pasar saat ini sedang memasuki fase sideways yang cukup besar, seolah-oleh membentuk triangle besar. Oleh karena itu, lanjutnya, harga terlihat sangat volatile.