Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen
Bank Indonesia (BI) memilih tetap mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5 persen
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memilih tetap mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5 persen ketimbang menaikkannya seperti rekomendasi banyak analis, untuk menekan kenaikan laju inflasi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, keputusan tersebut diambil berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20-21 Juli 2022.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 20-21 Juli 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5 persen, suku bunga Deposit Facility tetap 2,75 persen dan suku bunga Lending Facility tetap 4,25 persen," jelas Perry dalam konferensi pers Bank Indonesia secara virtual, Kamis (21/7/2022).
Dirinya menjelaskan, keputusan ini dinilai cukup konsisten dengan mempertimbangkan prakiraan inflasi inti yang masih terjaga di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Perry mengungkapkan, pada bulan Juni 2022 Indeks Harga Konsumen (IHK) berada di level 4,35 persen. Namun, inflasi inti masih terjaga di angka 2,63 persen.
Baca juga: Ekonom Sebut Kenaikan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Dapat Tahan Pelemahan Rupiah
Gubernur BI menjelaskan, inflasi inti adalah inflasi yang mencerminkan keseimbangan dan penawaran di dalam ekonomi nasional.
Inflasi inti yang masih terjaga di 2,63 persen menunjukan bahwa meskipun permintaan di dalam negeri meningkat tetapi masih bisa terpenuhi dengan kapasitas produksi nasional.
Baca juga: Rupiah Dikhawatirkan Semakin Terpuruk Jika BI Tak Segera Kerek Suku Bunga Acuan
Sementara IHK yang 4,3 persen diakibatkan oleh kenaikan harga pangan sebagai dampak dari harga komoditas pangan global yang tinggi dan gangguan mata rantai pasokan.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia melihatnya masih akan terus membaik.
Hal ini akan didukung oleh kinerja ekspor, konsumsi dalam negeri, dan tentu saja dari kinerja investasi.
“Namun demikian kinerja ekspor akan terdampak perlambatan ekonomi global. Pasalnya, perlambatan ekonomi global akan mempengaruhi melemahnya permintaan global,” pungkas Perry.