Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Anggota Komisi XI DPR: TPID Harus Bergotong-royong 'Perang' Tekan Inflasi

Anggota DPR Komisi XI, Andreas Eddy Susetyo mengatakan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah harus melakukan terobosan berbasis gerakan gotong-royong

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Anggota Komisi XI DPR: TPID Harus Bergotong-royong 'Perang' Tekan Inflasi
ist
Anggota DPR Komisi XI, Andreas Eddy Susetyo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR Komisi XI, Andreas Eddy Susetyo mengatakan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) harus melakukan terobosan berbasis gerakan gotong-royong dan menyatakan “perang”.

Tujuannya, untuk menekan laju inflasi sebagai dampak krisis ekonomi global yang kini tengah terjadi.

"Gerakan gotong-royong ini harus digaungkan baik antar-TPID kabupaten/kota maupun antar-TPID Provinsi," kata Andreas dalam keterangan yang diterima, Selasa (2/8/2022).

Baca juga: Inflasi Tinggi, Sinyal Ada Masalah Produksi Dan Distribusi Pangan

Menurutnya, tugas TPID sekarang menjadi jauh lebih berat karena harus bergerak seperti tim sepakbola yang memainkan total football dengan target bukan hanya inflasi di daerah masing-masing.

"Namun juga memitigasi daerah yang surplus dan defisit bahan pangan tertentu untuk kemudian dilakukan perdagangan domestik," kata politisi PDI Perjuangan ini.

Dirinya menyebutkan, ego kedaerahan harus ditanggalkan demi kepentingan nasional dalam rangka menekan laju inflasi.

"TPIP harus bisa menjadi semacam dirigen bagi orkestra TPID Provinsi. Sedangkan TPID Provinsi harus secara nyata membangun sinergi dan kolaborasi antar-TPI kabupaten/kota," katanya.

Berita Rekomendasi

Dia mengatakan, selain gotong royong, juga diambil langkah-langkah antisipasi melalui strategi keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif. 

Strategi keterjangkauan harga dilakukan dengan pemanfaatan anggaran belanja pemerintah dalam rangka stabilisasi harga.

"Strategi ketersediaan pasokan dilakukan melalui berbagai program dalam kerangka memenuhi kebutuhan pangan yang mudah diakses masyarakat. Implementasi paling sederhana adalah pemenuhan kebutuhan hortikultura secara mandiri skala rumah tangga akan berdampak pada penurunan tekanan permintaan di pasar yang pada akhirnya berkontribusi terhadap stabilitas harga," katanya.

Baca juga: Inflasi RI Tertinggi Sejak 2015, Berikut Jenis Investasi yang Bisa Jadi Pilihan

Selanjutnya ialah strategi kelancaran distribusi dilakukan dengan mendorong dilakukannya kerjasama antardaerah dalam rangka memenuhi pasokan komoditas pangan.

"Salah satu implementasi strategi ini adalah digitalisasi pasar tradisional yang akan memperluas pasar dan memperpendek rantai distribusi sehingga menekan biaya," ujarnya.

Menurutnya hal yang tidak kalah penting adalah strategi dalam pengelolaan komunikasi yang efektif melalui pemanfaatan teknologi informasi.

"Pertimbangan strategi komunikasi ini adalah untuk menangkal terjadinya informasi asimetris terhadap perkembangan harga di pasar. Keterikatan masyarakat terhadap media sosial saat ini bisa menjadi celah terjadinya disinformasi yang berpotensi menimbulkan gejolak harga," tambahnya.

Perlambatan ekonomi

Semua itu dilakukan karena adanya fakta di depan mata bahwa tantangan perekonomian akan datang kepada ekspektasi kenaikan inflasi serta perlambatan ekonomi global, dampaknya berupa pelemahan nilai ekspor. 

Inflasi di semester II 2022 akan meningkat karena adanya pass through dari produsen ke konsumen serta inflasi di sisi pangan.

Baca juga: Ekonom Ingatkan Pemerintah Waspada Laju Inflasi Dalam Negeri di Tengah Berbagai Tantangan Eksternal

Kemampuan untuk membaca indikator-indikator awal (leading indicators) akan supply dan demand bahan pangan tentu saja menjadi sangat krusial agar tidak terlambat dalam mencegah kenaikan inflasi. 

Keberhasilan dalam mencegah kenaikan inflasi domestik dengan koordinasi antardaerah akan menghilangkan satu faktor penyebab inflasi, yaitu hambatan distribusi.

Fenomena inflasi di Indonesia saat ini dipicu oleh kenaikan harga kelompok pangan bergejolak (volatile food).

Data Badan Pusat Stastistik (BPS) mencatat bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2022 mengalami inflasi 0,61 persen (month to month/mtm) sehingga inflasi tahunan menjadi 4,35 persen (yoy).

"Faktor pendorong inflasi adalah kelompok volatile food yang mengalami inflasi 2,51 persen (mtm) sehingga secara tahunan menjadi 10,07 persen. Namun, inflasi kelompok barang yang diatur pemerintah (administered prices) tercatat 0,27 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 0,48 persen," kata Andreas.

Tingginya inflasi komponen volatile food disebabkan gejolak harga komoditas hortikultura seperti cabai, bawang merah dan telur ayam ras. Selain itu juga tingginya curah hujan di sentra hortikultura dan peningkatan harga pakan ternak menjadi picu inflasi kelompok.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas