Cegah Kuota BBM Subsidi Jebol, Ekonom Usul Selisih Harga Pertamax dan Pertalite Maksimal Rp 1.500
Pemerintah perlu menaikkan harga Pertalite dan menurunkan harga Pertamax secara bersamaan.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi melihat adanya disparitas harga yang terlalu jauh antara Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dengan Pertamax.
Contohnya, di Provinsi DKI Jakarta harga BBM Pertalite Rp 7.650 per liter. Sedangkan harga Pertamax Rp 12.500 per liter. Ada disparitas harga berkisar Rp 4.850 per liter.
"Turunkan disparitas yang menganganga antara harga Pertamax dan Pertalite," ujar Fahmy saat dihubungi Tribunnews, Minggu (14/8/2022).
Baca juga: Kurangi Beban APBN, Anggota Komisi VII Dorong Pemerintah Berani Putuskan Kenaikan Harga BBM Subsidi
Fahmy menilai perlu menaikkan harga Pertalite dan menurunkan harga Pertamax secara bersamaan.
"Maksimal selisih harga sebesar Rp. 1.500 per liter," tutur Fahmy.
Kebijakan harga tersebut, diharapkan Fahmy, akan mendorong konsumen Pertalite migrasi ke Pertamax. Perlu juga dilakukan komunikasi publik secara besar-besaran bahwa penggunaan Pertamax sesungguhnya lebih baik untuk mesin kendaraan dan lebih irit.
Fahmy menyindir Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hanya mengeluhkan kuota BBM subsidi jebol. Ia mengingatkan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan tegas dan lugas.
"Untuk mencegah jebolnya kuota BBM bersubsidi tidak bisa hanya dengan mengeluh dan menghimbau saja," ucap Fahmy.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengeluhkan jebolnya kuota BBM subsidi. Pasalnya, konsumsi BBM Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL) setara dengan 73,04 persen dari total kuota ditetapkan sebesar 23 juta KL, sehingga hanya tersisa 6,2 KL.
Kalau upaya pembatasan konsumsi Pertalite tidak berhasil, kuota BBM subsidi pasti jebol paling lama pada akhir Oktober 2022. Tidak bisa dihindari Pemerintah akan dihadapkan pada dilemma yang sulit.
Baca juga: Kuota Segera Habis, Ekonom: Penyaluran BBM Subsidi Tepat Sasaran Wajib Dilakukan
Jika menambah kuota BBM subsidi, beban APBN untuk subsidi bisa semakin membengkak hingga melebihi Rp 600 triliun. Jika tidak menambah kuota BBM subsidi, maka kerlangkaan akan terjadi di berbagai SPBU, yang berpotensi menyulut keresahan sosial.
Dalam kondisi tersebut, Menteri ESDM Arifin Tastrif hanya bisa menghimbau agar orang kaya tidak menggunakan BBM subsidi.
"Tasrif yang biasanya irit bicara, sekali berbicara tidak punya makna sama sekali," tutur Fahmy.
Fahmy mengatakan, hanya pembatasan yang tegas dan lugas yang dapat mencegah jebolnya kuota BBM subsidi.
"MyPertamina tidak akan berhasil membatasi BBM subsidi agar tepat sasaran," imbuh Fahmy.
Karena itu, Fahmy menyarankan pemerintah segera tetapkan Perpres bahwa hanya sepeda motor dan kendaraan angkutan orang dan angkutan barang yang diperbolehkan menggunakan Pertalite dan solar.