Subsidi BBM Bakal Jebol, Pengamat Energi: Idealnya Harga Pertalite Rp10.000 per Liter, Solar Rp7.500
Salah satu upaya agar anggaran negara tidak terlalu terbebani yaitu dengan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa Pemerintah membutuhkan tambahan anggaran sekitar Rp195 triliun jika tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar.
Saat ini alokasi untuk anggaran subsidi dan kompensasi energi pada 2022 dipatok sebesar Rp502,4 triliun. Nilai itu sudah membengkak dari anggaran semula yang hanya sebesar Rp152,1 triliun.
Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara importir minyak mentah. Saat ini tren harga minyak mentah masih terus menunjukkan kenaikan, apalagi kurs rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS.
Baca juga: Isu Kenaikan Harga Pertalite, Ini Update Harga BBM Per Liter pada Hari Ini
Salah satu upaya agar anggaran negara tidak terlalu terbebani yaitu dengan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi.
Kementerian Keuangan juga mengungkapkan, harga keekonomian Pertalite seharusnya dijual dikisaran Rp14.450 per liter. Namun saat ini harga jual Pertalite di SPBU hanya dibanderol Rp7.650 per liter.
Sementara, untuk harga keekonomian solar senilai Rp13.950 per liter, sedangkan harga jual di SPBU saat ini hanya Rp5.150 per liter.
Lalu, berapa harga Pertalite dan Solar yang tepat, agar keuangan negara tak terbebani?
Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, harga jual Pertalite idealnya senilai Rp10.000 per liter.
Baca juga: Ekonom: Menaikkan Harga BBM Bisa Jadi Solusi Jangka Pendek Buat Pemerintah
Sementara, untuk solar ada baiknya dibanderol Rp7.500 per liter.
“Angka ideal untuk pengurangan beban subsidi sehingga pertalite berubah menjadi Rp10.000 per liternya. Angka ini saya kira cukup ideal ditambah untuk solar menjadi Rp 7500-Rp 8000 per liter,” ucap Mamit saat dihubungi Tribunnews, Minggu (27/8/2022).
Dirinya juga mengatakan, dengan naiknya harga BBM subsidi memang akan berdampak kepada inflasi harga konsumen. Namun, setidaknya penyesuaian harga baru tersebut tidak memberikan kontribusi lebih dari 2 persen kepada tingkat inflasi nasional.
“Hal ini memang akan berdampak terhadap inflasi yang kami perkirakan di angka maksimal 2 persen. Jika lebih besar dari angka-angka tersebut, saya khawatir inflasi di atas 2 persen. Hal ini akan berdampak cukup besar bagi ekonomi masyarakat,” papar Mamit.
Oleh karena itu, sebelum adanya kebijakan pengurangan subsidi, Pemerintah wajib memberikan bantuan sosial terlebih dahulu kepada masyarakat terdampak terutama kelompok rentan.
Baca juga: Konsumsi BBM Subsidi Tak Tepat Sasaran, Menkeu: Ratusan Triliun Anggaran Dinikmati Orang Kaya
“Jika tidak diberikan bantalan (bansos) kelompok rentan ini akan merasakan dampaknya, padahal untuk mobil mereka sudah pasti tidak punya, motor juga jarang-jarang yang punya,” jelas Mamit.
“Karena yang menikmati BBM subsidi selama ini adalah masyarakat yang mampu padahal hakikatnya subsidi adalah untuk masyarakat miskin,” pungkasnya.