Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

BTN Batal Merger, Diminta Reformasi Skema Penyaluran KPR Subsidi

Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo menegaskan pemerintah tidak akan melakukan merger BTN dengan bank lain.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in BTN Batal Merger, Diminta Reformasi Skema Penyaluran KPR Subsidi
TRIBUNNEWS.COM/Yanuar Riezqi Yovanda
Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo menegaskan pemerintah tidak akan melakukan merger BTN dengan bank lain. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) batal melakukan merger atas PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) dan meminta bank ini fokus pada penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) ke masyarakat.

Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, kementeriannya ingin agar BTN bisa lebih sehat dan kuat lagi.

Karena itu, manajemen BTN masih harus membenahi sejumlah hal mulai dari memperbaiki struktur pendanaan hingga memperbesar kapasitas penyaluran KPR bersubsidi.

Kartiko mengatakan, BTN terlambat mentransformasi sumber pendanaan untuk modal penyaluran kredit.

BTN kini bank terus memacu dana murah alias saving account and current account (CASA) agar memiliki biaya dana atau cost of fund (CoF) yang lebih kompetitif.

“Kantor cabang BTN dulu lebih fokus dalam penyaluran KPR, sedangkan pendanaan lebih banyak dari institusi sehingga terbilang mahal sekali. Sekarang, lewat transformasi kantor cabang BTN yang lebih fokus pada pendanaan, CoF mereka sudah mulai turun,” ujar Kartiko kepada Redaksi KONTAN, Kamis (1/9/2022).

Menurutnya, komposisi penyaluran kredit bersubsidi yang disalurkan BTN masih kurang besar. Padahal backlog masih besar di angka 2 juta, sehingga BTN masih memiliki peluang dalam mengoptimalkan KPR ke segmen ini.

Dia menegaskan, diperlukan reformasi skema KPR subsidi dari pemerintah agar BTN bisa menangkap peluang ini dengan optimal.

Baca juga: Gandeng Agen Properti, BTN Bidik Penyaluran Pembiayaan 5.000 Unit Hunian

BERITA REKOMENDASI

Lantaran, skema yang ada hanya memberikan skup pembiayaan yang rendah karena berbasiskan pada giro yang Tiko nilai masih terbatas.

Kementerian BUMN mengajak Kementerian Keuangan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk merumuskan skema yang lebih baik lagi.

Pihaknya juga meminta agar BTN memperketat pemilihan pengembangan yang lebih berkualitas dan rendah risiko. Sebab, beberapa produk apartemen dan rumah susun pasarnya tengah jatuh saat ini.

Baca juga: Rencana Kucuran Penyertaan Modal Negara ke BTN Belum Jelas, Ini Kata Ekonom

“BTN ini tidak merger ulu, harus disehatkan. Makanya, BTN disehatkan dulu, makanya kita lakukan rights issue untuk menyehatkan capital dan reformasi bisnisnya. BTN ini kalau berhasil memperbaiki funding basednya, dan fokus ke landed subsidi lagi, harusnya profitable di sini,” jelasnya.

Ia mengakui, pekerjaan rumah yang harus dilakukan BTN dengan terus meningkatkan kualitas kredit dan dana murah. Ia ingin, agar perbedaan CoF antara BTN dan Bank Mandiri tidak terlalu jauh berkisaran di level 1 persen hingga 2%. Sebab, dahulu, jarak CoF BTN dan Mandiri bisa sampai 3%.

“Kalau bisa jadi policy as mortgage bank subsidi, harusnya BTN bisa survive sendiri. Sebab ATMR (aset tertimbang menurut risiko) mereka itu rendah karena dijamin untuk rumah subsidi. Dengan kondisi itu,dengan NIM (Net interest margin) 3% saja, BTN bisa dapat ROE (return on equity) 15% hingga 17%. Asal jangan main-main ke developer nakal,” katanya.

Baca juga: BTN Tata Ulang Jaringan Cabang untuk Optimalkan Layanan

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Bank BTN, Nixon LP Napitupulu menyatakan terus mengurangi obligasi dengan kupon tinggi. Hal ini dilakukan agar bisa memberikan kredit dengan bunga yang lebih kompetitif.

“Dulu BTN memang merilis obligasi jangka panjang dan mahal. Borrowing mahal ini telah kita kurangi dengan mendorong dana murah dan berkelanjutan. Kita juga merilis obligasi dengan nominal yang sedikit, tiba-tiba berhenti juga tidak bisa, nanti pasarnya ribut,” tutur Nixon beberapa waktu lalu.

Nixon mengakui bahwa BTN sempat memiliki obligasi dengan kupon relatif tinggi hingga Rp 50 triliun. Pendanaan ini terus dikurangi hingga tersisa Rp 38 triliun saat ini . Nixon menyebut idealnya dana mahal ini hanya 5% dari total pendanaan.

“Namun juga tidak bisa tidak punya sama sekali. Karena kita harus punya instrumen juga. Tahun ini, kita targetkan himpunan dana murah bisa 45% dari total DPK,” tambah Nixon.

Asal tahu saja, BTN berencana melakukan penguatan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Rionald Silaban menyatakan aksi korporasi ini akan dilakukan pada November 2022 mendatang.

“Total rights issue BTN mencapai Rp 4,13 triliun, dimana hak publik sebanyak Rp 1,65 triliun dan pemerintah Rp 2,48 triliun,” ujarnya.

Ia menjelaskan, skema yang akan digunakan oleh pemerintah dalam rights issue kali ini melalui kucuran penyertaan modal negara (PMN). Dengan dana itu, pemerintah tetap mempertahankan komposisi kepemilikan sahamnya di BTN sebesar 60% dan publik 40%.

“Tanpa rights issue, BTN hanya bisa menyalurkan pembiayaan 870.000 unit rumah dalam 5 tahun mendatang. Sedangkan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) BTN akan di level 14%, lebih rendah dari syarat minimum 15,4% sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) 17 bila diberlakukan secara penuh," jelasnya.

Bila PMN sebesar Rp 2,48 triliun ini diberlakukan, maka BTN bisa menjaga rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) di atas 15,4% hingga 2025.

Dengan kapasitas tersebut, BTN mampu melakukan pembiayaan perumahan sebanyak 1,32 juta unit rumah dari 2022 hingga 2025. Sebab, CAR tier-1 BTN hanya berada di level 12,6% pada kuartal kedua 2022.

Padahal rata-rata bank lain sudah berada di atas 20%. Dalam memenuhi kebutuhan modalnya, BTN menggunakan utang dengan biaya yang tinggi sehingga CAR tier-2 mencapai 4,6%, sedangkan rata-rata bank lain kecil dari 2 persen.

“Terdapat potensi penurunan CAR akibat meningkatnya ATMR kredit BTN sebesar Rp 58 triliun menjadi Rp 168 triliun atau setara penurunan sebesar 4,7 persen menjadi 12,6 persen,” paparnya.

Artinya, bila publik tidak menyerap haknya, BTN akan tetap memiliki CAR di atas 15,4 persen.

Reporter: Maizal Walfajri | Sumber: Kontan

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas