Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

DBS Susul Standard Chartered Setop Pendanaan untuk Perusahaan Batubara

Susul Standard Chartered, DBS menyatakan bahwa mereka mulai mengencangkan kebijakan penghentian pinjaman ke sektor batu bara.

Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in DBS Susul Standard Chartered Setop Pendanaan untuk Perusahaan Batubara
Tribunkaltim.co/Geafry Necolsen
Ilustrasi aktivitas pertambangan batubara di Kalimantan Timur. Menyusul pengumuman Standard Chartered yang akan menghentikan seluruh pendanaan ke perusahaan batubara, Bank Singapura terbesar, DBS juga menyatakan bahwa mereka mulai mengencangkan kebijakan penghentian pinjaman ke sektor batu bara. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meskipun laba PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melejit sepanjang semester I tahun 2022 para kreditur tetap meninggalkan Adaro sebuah perusahaan batubara.

Hal itu menyusul pengumuman Standard Chartered yang akan menghentikan seluruh pendanaan ke Adaro. Selain itu Bank Singapura terbesar, DBS juga menyatakan bahwa mereka mulai mengencangkan kebijakan penghentian pinjaman ke sektor batu bara, seperti yang diberitakan oleh media Singapura Strait Times.




Strait Times mengutip juru bicara dari DBS yang menyatakan bahwa eksposur di anak perusahaan Adaro yang terlibat di sektor batu bara termal akan berkurang secara signifikan di akhir tahun 2022.

Kami tidak ada niat untuk memperbarui pendanaan jika entitas bisnis tersebut masih didominasi batubara termal," kata Juru Bicara DBS tersebut, Selasa(13/9/2022).

Baca juga: Nigeria Segera Bangun Pabrik Pupuk Batubara dengan Lisensi Paten Milik Orang Indonesia

Pada tahun 2021, batu bara menyumbangkan 96 persen dari pendapatan Adaro, tanpa ada rencana untuk mengurangi ketergantungan dari batubara. Sedangkan, DBS berkomitmen untuk mengurangi eksposur batubara sampai dengan nol di tahun 2039.

Saat ini, batubara merupakan industri yang akan hilang di masa depan (sunset), hal ini yang mendorong pendana meninggalkan batubara.

BERITA TERKAIT

“Keputusan institusi keuangan global semacam ini menunjukkan bahwa masa depan cerah bagi industri batubara hampir sulit terjadi. Padahal Adaro menjadi salah satu perusahaan batu bara terbesar yang mendapatkan laba jumbo dari masa windfall batubara. Namun, tetap saja hal ini tidak mampu mengurungkan niat lembaga finansial untuk segera menarik diri dan pergi," ujar Peneliti Trend Asia, Andri Prasetiyo.

“Ini seharusnya juga menjadi pelajaran penting bagi industri batubara, bahwa di tengah penguatan komitmen transisi energi ke depan, terdapat indikasi momentum momentum windfall yang indah sebagaimana sedang terjadi saat ini tidak otomatis akan terus bertahan menjadi laba di masa depan. Perusahaan harus semakin serius dan segera mempercepat rencana transisinya” tambah Andri.

Baca juga: Inflasi AS Melambat Jadi 8,3 Persen di Bulan Agustus   

Analisa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan International Energy Agency memproyeksikan bahwa, untuk mencapai net-zero di tahun 2060, PLTU dengan teknologi lama di Indonesia dapat diberhentikan (phase-out) di tahun 2050-an. Terlebih lagi, Indonesia mengekspor 85% batu-baranya ke negara yang memiliki target net-zero, hal ini menimbulkan keraguan atas prospek permintaan batubara jangka panjang.

“Permintaan batubara yang menurun secara drastis mengindikasikan bahwa pembiayaan ke batu bara memiliki risiko kerugian finansial yang semakin meningkat. Risiko keuangan dari investasi batu-bara terlihat jelas dari keputusan lembaga keuangan global maupun regional phase out dari batu-bara,” ujar Indonesia Campaigner di Market Forces, Nabilla Gunawan.

Risiko transisi timbul karena perubahan kebijakan dalam mengurangi ketergantungan pada batubara sebagai upaya mengurangi dampak perubahan iklim.

“Bank domestik harus segera mengambil langkah untuk menghindari potensi kerugian yang besar yang ditimbulkan dari investasi batubara. Mereka harus memiliki kebijakan untuk menghentikan pendanaan ke sektor batubara.” tambah Nabilla.

Sejak 2015, total pinjaman langsung yang diberikan keempat Bank Mandiri, BCA, BNI, dan BRI untuk perusahaan batu bara dalam negeri mencapai 3,5 miliar dolar AS.

“Keputusan DBS dan bank-bank besar lainnya untuk meninggalkan Adaro merupakan sinyal kuat agar seluruh pelaku bisnis batubara transisi keluar dari batubara sekarang. Seluruh bank di Indonesia dan Asia yang serius tentang komitmen krisis iklim harus berhenti mendanai batubara sekarang.” tutup Nabilla. (StraitsTimes/Willy Widianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas