Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Maraknya Pupuk Palsu Bikin Produsen Galakkan Edukasi ke Petani Soal Manfaat Produk SNI

Kebutuhan yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi dimanfaatkan segelintir oknum untuk menghadirkan produk pupuk palsu.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Maraknya Pupuk Palsu Bikin Produsen Galakkan Edukasi ke Petani Soal Manfaat Produk SNI
Fitri
Ilustrasi budidaya tanaman mangga dengan menggunakan pupuk SNI. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemanfaatan pupuk bagi para petani, tentu menjadi upaya yang sangat esensial dalam mendukung pertumbuhan komoditas pangan nasional secara optimal.

Namun, tingginya harga pupuk yang berkualitas mendorong sebagian petani beralih dan mencoba mencari pupuk yang memiliki harga miring.

Kebutuhan yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi inilah yang kerap dimanfaatkan segelintir oknum untuk menghadirkan produk pupuk palsu yang dapat dipastikan menawarkan harga yang jauh lebih murah.

Baca juga: Petani Diminta Waspadai Pupuk Palsu yang Beredar di Musim Tanam

Pada poin ini, para petani maupun pengguna pun diharapkan jeli dalam mencermati perbedaan antara pupuk asli yang memang telah teruji dan berkualitas, dengan pupuk palsu yang terkadang memiliki kemiripan yang sulit untuk dibedakan.

Menyoroti fenomena hadirnya pupuk palsu, sejumlah produsen pupuk tanah air pun memiliki sederet cara untuk mengantisipasi tindakan ilegal ini, termasuk menggaungkan penggunaan pupuk yang telah tersertifikasi Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) karena telah terjamin kualitas serta maanfaatnya bagi sektor pertanian.

Lalu apa saja langkah tegas yang dilakukan para pelaku industri pupuk ini?

Berita Rekomendasi

Direktur Keuangan dan Umum PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Qomaruzzaman mengatakan bahwa pihaknya sejak awal telah melakukan pengawasan ketat pada produknya, mulai dari proses produksi hingga pendistribusiannya.

Langkah ini dilakukan agar produk pupuk PKT tepat sasaran dan langsung diterima oleh para petani.

"Kami mengawasi proses produksi dan distribusi dari produk-produk kami, agar sampai di tangan petani dengan aman," ujar Qomar, kepada Tribunnews, yang ditulis Jumat (16/9/2022).

Ia kemudian menambahkan, pihaknya juga melakukan upaya edukasi terkait bagaimana cara membedakan antara pupuk asli dan palsu kepada para konsumen.

"Dengan adanya peredaran pupuk palsu di pasar, kami mencoba untuk mengedukasi para konsumen kami agar dapat lebih bijak dalam memilih pupuk yang dibeli adalah pupuk asli," kata Qomar.

Terkait upaya edukasi yang dilakukan, kata dia, diantaranya melalui pemberian pembinaan, mulai dari petani hingga Dinas Pertanian setempat.

"Adapun beberapa upaya yang dilakukan kepada para end user, antara lain memberikan pembinaan, baik ke petani, para distributor maupun Dinas Pertanian setempat mengenai jenis-jenis pupuk maupun keaslian pupuk tersebut," jelas Qomar.

Baca juga: Optimalisasi Pemanfaatan Pupuk Ber-SNI, Jamin Kualitas dan Tingkatkan Produksi Pangan Nasional

Qomar menekankan bahwa sebenarnya jika dilihat secara lebih teliti, terdapat perbedaan yang cukup besar antara pupuk asli dan palsu.

"Perbedaan pupuk asli dan palsu memang sekilas tidak jauh berbeda jika dilihat dari kemasan luar. Padahal jika diperhatikan lebih lanjut, ada perbedaan yang cukup signifikan," papar Qomar.

Satu diantaranya bisa dilihat dari tingkat kejelasan tulisan yang tertera pada kemasan pupuk tersebut.

"Contohnya saja ada permainan tulisan pada kandungan pupuk. Misalnya, pupuk SP 36 yang dipalsukan dengan keberadaan titik yang sangat kecil menjadi SP 3.6. Hal ini tentu membuat kandungan pupuk jadi tak karuan, bisa (saja) mengambil dari pecahan genteng maupun lempung," tegas Qomar.

Oleh karena itu, pihaknya akan selalu memberikan imbauan kepada para petani agar membeli produk pupuk melalui kios maupun distributor resmi.

"Kami terus mengimbau agar petani dapat membeli pupuk langsung dari kios resmi yang sudah ditandai spanduk maupun distributor terpercaya," tutur Qomar.

Baca juga: Program CSA Kementan Dorong Peningkatan Penggunaan Pupuk Alami

Tidak hanya itu, langkah antisipasi lainnya yang dilakukan perusahaan pupuk yang berada di bawah naungan PT Pupuk Indonesia (Persero) ini adalah dengan menyediakan layanan pengaduan.

"Kami juga telah menyiapkan layanan pengaduan, jika memang petani menemukan pupuk palsu beredar. Bersama dengan aparat terkait, kami akan senantiasa mendukung investigasi dan penegakan hukum dalam penyaluran pupuk yang benar dan aman sampai ke tangan petani," kata Qomar.

Ia pun memaparkan bahwa PKT selama ini telah memproduksi pupuk yang disesuaikan dengan persyaratan SNI, hal ini untuk memastikan pupuk yang diterima para petani merupakan produk yang berkualitas dan sesuai standar yang ditetapkan.

"Salah satu standar jaminan mutu, proses, serta tata kelola manajemen yang diterapkan oleh Pupuk Kaltim adalah standar SNI produk untuk Ammonia, Pupuk Urea serta NPK," pungkas Qomar.

Sementara itu SVP Sekretaris Perusahaan dan Tata Kelola PT Pupuk Kujang, Ade Cahya Kurniawan mengatakan bahwa perbedaan antara pupuk asli dan palsu sebenarnya dapat dilihat secara mudah melalui kemasan dan plastik pelindung dalam kemasan pupuk.

"Yang pertama itu, yang mudah itu dilihat dari sisi fisiknya dulu, dari kemasannya. Nah, kemasan yang kita pakai itu yang pertama itu kalau karung, mungkin petani sudah paham karung yang digunakan seperti apa. Yang kedua, di dalamnya itu harus ada plasti pelindung," kata Ade, dalam virtual press conference Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kamis (1/9/2022).

Lalu perbedaan lainnya bisa saja terlihat pada tulisan brandnya, biasanya ada salah satu huruf yang hilang.

"Nah biasanya kalau pupuk dari kita, itu kan ada beberapa yang sudah terkenal, contohnya NPK Phonska. Nah Phonska itu rata-rata, untuk meniru atau palsu itu bisa jadi huruf (S) nya hilang atau N-nya hilang, jadi itu yang harus diperhatikan," jelas Ade.

Selain itu, kata dia, pengecekan bisa dilakukan dengan melihat kondisi fisik pupuk tersebut.

Ade menekankan bahwa pupuk yang diproduksi pihaknya berbentuk butiran (granule).

"Kemudian, kemungkinannya bisa saja karungnya dipakai diisi dengan pupuk palsu, yang pertama perlu kita cek adalah kondisi fisik dari pupuknya. Nah pupuk yang kita produksi ini menggunakan teknologi steam granulasi, jadi itu bentuknya granule," papar Ade.

Perbedaan juga bisa terlihat jika dilakukan pemeriksaan di laboratorium.

"Kalau kita ingin meneliti lebih jauh, harus menggunakan cek laboratorium terkait kandungannya," tutur Ade.

Baca juga: Digitalisasi Bisa Jadi Cara Efektif untuk Memastikan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Tepat Sasaran

Saat ini pihaknya menggunakan pewarna unthk membedakan antara pupuk bersubsidi dan non-subsidi.

Menurutnya, kecurangan bisa saja muncul dari perbedaan harga antara dua jenis pupuk ini.

"Sekarang kita membedakan bersubsidi itu ada warna pink, kita kasih pewarna, sehingga mudah kita mengidentifikasi ini pupuk bersubsidi atau non-subsidi. Harga pupuk subsidi dan non-subsidi menjadi pemicu, karena perbedaan harga pupuk ini memungkinkan terjadinya moral hazard," tegas Ade.

Perbedaan harga pupuk ini dipicu harga bahan baku yang melonjak akibat kondisi geopolitik di luar negeri.

"Terkait harga pupuk berbeda, memang komposisi harga pupuk ini sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku. Saat ini, dengan terjadinya kondisi internasional geologi politik yang terjadi di luar, ini membuat harga bahan baku kita untuk produk pupuk NPK yang terdiri dari 3 unsur, Nitrogen, Fosfat dan Kalium (mahal). Fosfat dan kalium ini rata-rata impor semua," kata Ade.

Kondisi tersebut yang akhirnya mempengaruhi harga pupuk, terutama NPK.

SVP Operasi PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang, Andri Azmi pun membenarkan apa yang disampaikan Ade.

Menurutnya, hal pertama yang dapat dilihat perbedaannya adalah kemasan, kemudian komposisi pupuk tersebut.

Baca juga: Ikut Arahan Menteri BUMN, Pupuk Indonesia Perkuat Budaya Inovasi

"Terkait dengan pupuk ilegal, ada beberapa yang perlu dilihat. Yang pertama fisiknya, kemudian sisi kemasan, dan tentu yang paling utama dan paling menentukan itu adalah dari sisi komposisinya," jelas Andri.

Ia mengatakan bahwa pihaknya memiliki laboratorium yang dapat melakukan pengecekan terhadap produk yang terindikasi palsu.

"Jadi ini memang perlu untuk meyakinkan, ketika itu pupuk ilegal atau produk palsu yang dikomplain, maka kita sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi SNI, kita tentu memiliki laboratorium yang cukup kompeten, itu akan kita lakukan counter check," tegas Andri.

Menurutnya, counter check dengan metode analisa inilah yang paling menentukan dalam meyakinkan apakah pupuk tersebut asli atau palsu.

Andri kembali menegaskan bahwa selama ada produk yang bersubsidi, maka tindakan kecurangan pun akan selalu ada.

"Terkait dengan harga, yang namanya subsidi, apapun itu, pupuk, minyak, batu bara, selama ada subsidi tentu ada disparitas harga yang bisa saja dimanfaatkan oleh oknum-oknum," pungkas Andri.

Deputi Bidang Pengembangan Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN) Hendro Kusumo mengatakan bahwa diperlukan sosialisasi maupun diseminasi bagi kelompok tani terkait pentingnya penggunaan pupuk dengan sertifikasi SNI.

"Apa bedanya menggunakan (pupuk) ber-SNI atau tidak, jadi memang kalau secara sosialisasi, diseminasi itu kita melakukan di sela-sela kegiatan," kata Hendro.

Ia pun mengaku mendapatkan arahan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar BSN bisa melakukan sosialisasi ke daerah terkait Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) serta apa saja manfaat yang diberikan.

"Makanya kami mendapat semacam arahan dari DPR melalui Komisi VI yang membidangi tentang perekonomian, itu untuk BSN banyak melakukan (sosialisasi) ke daerah-daerah terkait dengan apa itu SPK, bagaimana manfaatnya," jelas Hendro.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, terdapat peningkatan pada nilai ekspor pertanian Indonesia pada 2019 dan 2020, dari Rp 390,16 triliun menjadi Rp 451,77 triliun atau naik mencapai 15,79 persen.

Peningkatan terus terjadi pada 2020 hingga 2021, dengan nilai ekspor mencapai Rp 625,04 triliun atau naik 38,68 persen.

Capaian ini tentu saja didukung dengan ketersediaan pupuk yang telah tersertifikasi SNI.

Kepala BSN, Kukuh S Achmad mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya telah menetapkan 29 SNI pupuk.

Baca juga: Indef Dorong Pemerintah Perbesar Ruang Anggaran Pupuk Organik

Penetapan ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendukung peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian nasional.

Menurutnya, diberlakukannya SNI pada pupuk tentu akan memberikan jaminan bagi petani bahwa pupuk yang mereka gunakan memiliki kualitas yang baik dan mampu meningkatkan produksi pangan.

"Dari 29 SNI pupuk yang telah ditetapkan, 9 SNI diberlakukan secara wajib. Penerapan SNI pupuk akan menjamin kualitas dari produk pupuk yang harapannya dapat memenuhi harapan petani atau pengguna," kata Kukuh di Jakarta, Selasa (2/8/2022).

Sembilan SNI pupuk yang diterapkan secara wajib itu meliputi, SNI 2801:2010 Pupuk Urea, SNI 2803:2012 Pupuk NPK Padat, SNI 02-1760-2005 Pupuk Amonium Sulfat, SNI 02-0086-2005 Pupuk Tripel Super Fosfat, SNI 02-2805-2005 Pupuk Kalium Klorida.

Kemudian, SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36, SNI 02-3776-2005 Pupuk Fosfat alam untuk pertanian, SNI 7763:2018 Pupuk Organik Padat, dan SNI 8267:2016 Kitosana Cair sebagai pupuk organik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas