Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Dibanding Malaysia, Bambang Haryo Menilai Total Subsidi BBM di Indonesia Tidak Rasional

Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai total Subsidi BBM di Indonesia tidak rasional ketimbang besaran nilai Subsidi di negara tetangga Malaysia.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Dibanding Malaysia, Bambang Haryo Menilai Total Subsidi BBM di Indonesia Tidak Rasional
ist
Pengamat Kebijakan Publik dan Transportasi, Bambang Haryo Soekartono (BHS). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik dan Transportasi, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai total Subsidi BBM di Indonesia tidak rasional ketimbang besaran nilai Subsidi di negara tetangga Malaysia.

Hal itu dikatakan Anggota DPR-RI periode 2014-2019 usai melakukan lawatan ke Malaysia tepatnya di ujung utara Kalimantan di dataran tinggi Kinabalu wilayah pedalaman Sabah yang berjarak lebih dari 3.300 km dari Ibu Kota Negara Kuala Lumpur

BHS ke sana untuk melihat distribusi bahan bakar yang ada di Malaysia.

Baca juga: Harga Minyak Mentah Anjlok, Pemerintah Diminta Bersikap Adil dengan Turunkan Harga BBM Subsidi

Dia mengaku menemukan bahwa bahan bakar minyak (BBM) di wilayah tersebut sangat berlimpah, dimana pasokan ini didistribusikan oleh 3 perusahaan besar yaitu Petronas, Shell dan Petron.

"Saat saya melakukan observasi terlihat bahwa harga dari bahan bakar tersebut sama persis dengan yang saya lihat bulan lalu di Kuala Lumpur yaitu sebesar 2,05 ringgit atau setara dengan Rp. 6.700 untuk Oktan 95 yang disubsidi di Malaysia, dimana harga ini jauh lebih murah dari pertalite oktan 90 yang disubsidi di Indonesia yaitu sebesar Rp 10.000  saat ini. Bahan bakar subsidi di wilayah pedalaman Malaysia tersebut pun sangat mudah didapatkan oleh masyarakat setempat," kata Bambang Haryo dalam keterangannya, Rabu (12/10/2022).

Sementara, kata pria yang akrab BHS ini, bahan bakar Diesel (Solar) untuk angkutan logistik di Malaysia juga sangat berkecukupan di wilayah tersebut dan disubsidi.

Misalnya Shell Fuelsave Diesel harganya hanya sebesar 2,15 ringgit atau setara dengan Rp.7.095 dan tersedia di semua pompa bensin yang ada di wilayah tersebut.

Berita Rekomendasi

"Sedangkan di Indonesia, Shell Fuelsave Diesel dijual dengan harga sangat mahal yaitu Rp 18.140. Dan di Indonesia solar bersubsidi campuran minyak sawit 30 persen (kualitas diesel rendah) harganya Rp 6.800. Namun di Wilayah pedalaman Kalimantan di Indonesia sering kehabisan," katanya.

Baca juga: SPBU Vivo Dikabarkan Segera Jual BBM RON 90, Spesifikasinya Setara Pertalite

Dikatakan hal ini diperburuk dengan rakyat yang harus membeli dengan harga sangat mahal bisa mencapai 2 kali lipat dari harga yang sebenarnya.

"Hal ini banyak terjadi di wilayah pedalaman Kaltim, Kalbar, dan Kalteng,' kata BHS.

Selain mengamati langsung distribusi BBM di negara bagian Malaysia, Mantan Wakil Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini juga membandingkan jumlah total subsidi yang disediakan oleh pemerintah Malaysia di tahun 2022.

Sebagaimana data yang diperoleh, anggaran BBM adalah sebesar 30 milyar ringgit atau setara dengan Rp 99 triliun.

"Jumlah tersebut untuk mensubsidi kebutuhan 15.5 juta mobil dan 17.5 juta motor dengan konsumsi BBM Oktan 95 demikian juga Diesel juga disubsidi untuk angkutan logistik dan publik tanpa batasan kuota," katanya.

Sedangkan di Indonesia, kata dia, Pemerintah mensubsidi BBM Pertalite dengan Oktan 90 dan Biodiesel berkualitas rendah untuk angkutan publik dan logistik massal sebesar 650 triliun rupiah di tahun 2022 yang disediakan untuk kendaraan berjumlah 15,6 juta mobil dan 112 juta motor, dengan aturan batasan kuota.

"Dan bahkan beberapa daerah sulit untuk mendapatkan BBM subsidi di sebagian besar wilayah Indonesia," ungkap BHS.

Baca juga: Jokowi Beberkan Resep Pemerintah Kendalikan Inflasi Meskipun Harga BBM Naik

Dengan data tersebut, Kata Ketua Harian MTI Jawa Timur ini, terlihat perbedaan yang mencolok dari total subsidi padahal jumlah kendaraan mobil di Malaysia dengan Indonesia hampir sama.

Tetapi kualitas BBM yang disubsidi di Malaysia jauh lebih baik serta tanpa batasan kuota dan mudah untuk mendapatkan BBM subsidi tersebut.

"Dapat dikatakan, total anggaran nilai subsidi yang ada di Indonesia dengan tingkat pelayanan jauh dibawah Malaysia adalah tidak masuk akal, dan sudah sepatutnya pertamina harus di audit oleh lembaga Independen," ujarnya.

Dikatakan bahwa banyak rumor di Indonesia murahnya harga BBM subsidi di Malaysia karena Malaysia dikatakan sebagai negara pengekspor minyak.

"Memang benar Malaysia hanya pengekspor minyak mentah seperti halnya Indonesia, dan bahkan Indonesia jauh lebih besar ekspor minyak mentahnya ke luar negeri. Sedangkan Malaysia sama dengan Indonesia sebagai Negara pengimpor minyak konsumsi dari berbagai negara seperti Australia, Brunei, dan Singapore. Dimana mayoritas negara negara tersebut merupakan produsen minyak yang sama untuk impor di Indonesia," katanya.

Lebih lanjut, Alumni ITS Surabaya ini menguraikan total subsidi yang ada di Malaysia tersebut memperhatikan untuk kebutuhan kendaraan logistik dan transportasi publik massal dengan memberikan kuota yang cukup untuk penggunaan bahan bakar Diesel dengan harga yang sangat murah.

Hal ini diperkuat bahwa Pemerintah Malaysia juga menyediakan subsidi bahan bakar gas (CNG) untuk kendaraan logistik, angkutan publik massal dan taxi dengan harga setengahnya dari harga bahan bakar Diesel Bersubsidi.

Baca juga: Bos PLN: Harga Kendaraan Listrik Masih Mahal daripada Mobil Berbasis BBM

Sehingga, katanya, dapat dikatakan Pemerintah Malaysia sangat peduli dan faham bahwa angkutan logistik dan publik bisa membawa pengaruh yang sangat besar terhadap Multiplayer Effect Economy dan kesejahteraan masyarakat secara nasional.

Sebaliknya di Indonesia, Pemerintah seperti kurang peduli dan tidak faham akan masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh BBM subsidi untuk transportasi logistik dan publik massal.

"Pertamina pun juga tidak profesional dalam menjalankan tata kelola dan distribusi minyak di Indonesia," katanya.

Oleh karena itu, BHS mengataakn dugaan monopoli tata kelola BBM di Indonesia harus ditiadakan sehingga Pemerintah dapat menunjuk perusahaan perusahaan migas swasta profesional untuk berpartisipasi dalam tata kelola dan distribusi bahan bakar di Indonesia tanpa kartelisasi yang merugikan masyarakat Indonesia.

"Seperti yang di lakukan oleh Pemerintah Malaysia," ujar BHS.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas