Menko Perekonomian Ungkap Tantangan Ekonomi Indonesia, Airlangga Hartarto: Hati-hati Krisis 5 C
Menurut Airlangga Hartarto, lebih dari 55 negara ekonominya melambat bahkan kontraksi. Kata dia, beberapa negara itu seperti Sri Lanka, Rusia, Ukraina
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah wajib berhati-hati terhadap lima krisis yang dihadapi dunia.
Terlebih, kata Airlangga, International Monetary Fund (IMF) telah merilis 28 negara membutuhkan perlindungan. Kata dia, angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan kondisi krisis pada tahun 1998 lalu.
Hal itu disampaikan oleh Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto pada acara Capital Market Summit (CMS) Expo 2022 secara virtual pada Kamis (13/10/2022).
Baca juga: Faktor Eksternal dan Internal Kuat, Menko Airlangga: Indonesia Tidak Termasuk Negara Rentan Keuangan
"Kita harus berhati-hati, saat ini kita menghadapi yang namanya the perfect storm atau tantangan 5C. Covid-19 belum selesai, conflik rusia-ukraina semakin meningkat, tantangan climate changes, di beberapa negara termasuk di Indonesia, banjir, longsor," kata Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.
"Kemudian juga comodity price yang sempat naik namun mulai agak landai, kemudian cost of living, ataupun inflasi yang masih menjadi beban perekonomian kedepan," sambungnya.
Menurut Airlangga Hartarto, lebih dari 55 negara ekonominya melambat bahkan kontraksi. Kata dia, beberapa negara itu, seperti Sri Lanka, Rusia, Ukraina.
"Tekanan inflasi seperti Amerika yang sudah menaikan suku bunga 300 prices poin, Uni Eropa kenaikan 120 prices poin dan Indonesia juga sudah meningkatkan suku bunga 75 prices Point," ujar dia.
Baca juga: Menko Perekonomian Sebut Capital Market Summit Expo 2022 Jadi Momentum Pertumbuhan Ekonomi
Meski begitu, lanjut Airlangga, inflasi Indonesia relatif moderat dibandingkan negara lain. "Dimana berbagai negara termasuk Amerika di atas delapan persen dan Uni Eropa diatas sembilan persen. Ini adalah bukti kerjasama yang baik antara sektor fiskal dan moneter," tuturnya.