Revisi PP Soal Produk Tembakau Dinilai Sarat Intervensi Asing
Hikmahanto mengungkapkan, lembaga-lembaga asing, khususnya dari negara Barat, seringkali mencampuri urusan dalam negeri
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dinilai sarat akan intervensi kepentingan asing.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Profesor Hikmahanto Juwana mengatakan, hal tersebut akan mencederai kedaulatan negara Indonesia dalam menyusun kebijakan yang sesuai dengan identitas dan kepentingan bangsa.
Baca juga: Akademisi: Indonesia Perlu Kajian Produk Tembakau yang Dipanaskan
"Tembakau menjadi salah satu komoditas lokal yang sering menjadi target intervensi asing. Jika dibiarkan, akan mencederai kedaulatan negara dalam menyusun regulasi pertembakauan yang seharusnya mengedepankan kepentingan nasional,” ujarnya dalam acara FGD Unjani bertajuk "Diskursus Kedaulatan: Indonesia sebagai Pemimpin Global yang Berdaulat - Studi Kasus Regulasi Tembakau", ditulis Jumat (14/10/2022).
Hikmahanto mengungkapkan, lembaga-lembaga asing, khususnya dari negara Barat, seringkali mencampuri urusan dalam negeri negara-negara berkembang.
Menurutnya, negara Barat kerap memaksakan negara berkembang untuk mengadopsi kebijakan sesuai kehendak mereka.
"Padahal, setiap negara memiliki kepentingan dan pertimbangannya masing-masing," katanya.
Di sisi lain, Indonesia yang saat ini tengah memimpin Presidensi G20 telah berkontribusi mendobrak stigma negara berkembang dan menunjukkan kepiawaian menjadi pemimpin di arena global.
"G20 sebagai sarana untuk mencari solusi bersama atas berbagai isu yang dihadapi negara-negara berkembang lainnya di dunia. Pemerintah juga diharapkan mampu memanfaatkan ajang pertemuan global ini untuk memajukan berbagai kepentingan nasional," tutur Hikmahanto.
Dia menambahkan, sebagai tuan rumah, Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan agenda pembahasan dalam pertemuan negara-negara G20.
"Kesempatan emas ini dapat digunakan untuk menyeimbangkan isu dan kepentingan negara Barat dan berkembang agar tidak ada lagi ketimpangan, monopoli, dan intervensi secara sepihak. Sebaliknya, nilai-nilai keadilan, inklusivitas, dan keberlanjutan menjadi perspektif segar yang hendak dipromosikan,” pungkasnya.