Harga Kedelai Naik, Tempe dan Tahu Pun Ikut Sumbang Inflasi
Inflasi Indonesia pada bulan ini salah satunya disebabkan oleh melonjaknya harga kedelai dan turunannya seperti tahu dan tempe.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Inflasi Indonesia pada bulan ini salah satunya disebabkan oleh melonjaknya harga kedelai dan turunannya seperti tahu dan tempe.
Tempe dan tahu menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia mulai dari kelas bawah hingga kelas atas.
Berdasarkan pemantauan KONTAN, harga kedelai di lapak-lapak online diperdagangkan mulai dari Rp 14.500 sampai Rp 18.600 per kilogram untuk kedelai impor dari Amerika Serikat ukuran 50 kilogram.
Adapun pedagang yang menjual dengan harga Rp 14.500 per kilogram menyatakan tidak punya stok.
Bank Indonesia (BI) mencatat kenaikan harga tahu dan tempe menjadi penyumbang terbesar ketiga setelah bensin, dan beras.
Baca juga: Inflasi Uni Eropa Meledak, ECB Kembali Kerek Suku Bunga 75 Bps
Menurut catatan BI, harga tahu mentah naik sebesar 0,02 persen (mtm). Kenaikan harga tahu ini lantaran bahan baku tahu yakni kedelai juga sedang mengalami kenaikan harga.
Sementara menurut catatan KONTAN harga kedelai rata-rata sudah di atas Rp 14.000 per kilogram bahkan di atas Rp 15.000 per kilogram.
Kenaikan harga kedelai ini lantaran harga di pasar global juga sedang tinggi.
Harga kedelai per bushel di pasar global pada akhir pekan ini ada di kisaran US$ 13,88 artinya harga per kilo sekitar US$ 0,51 dengan asumsi per bushel sebesar 27,2 kilogram.
Menggunakan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar Rp 15.600 per kilogram maka harga kedelai setara dengan Rp 7,959.15 /kilogram.
Akibat kenaikan harga kedelai, harga tempe juga menyumbang kenaikan inflasi sebesar 0,01%
Sebelumnya Badan Pangan Nasional alias National Food Agency (NFA) menegaskan stok kedelai di Indonesia nasional masih surplus hingga akhir Desember 2022.
Sebab saat ini Badan Pangan telah menunjuk beberapa pihak untuk melakukan importasi kedelai untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Hanya saja impor kedelai ini terkendala oleh gejolak kurs rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Lonjakan harga di dalam negeri ini terjadi lantaran stok yang ada di dalam negeri diprediksi makin menipis lantaran pasokan impor tersendat.
Baca juga: Lima Asumsi Dasar Ekonomi Makro di APBN 2023 Meleset: Pertumbuhan Ekonomi Hingga Inflasi
Adapun menurut Badan Pangan Nasional, ketersediaan stok kedelai tinggal 7 hari apabila mengacu pada perhitungan Neraca Pangan Nasional sampai dengan akhir November 2022.
Deputi 1 Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa, melalui keterangan tertulis Rabu, (26/10/2022), di Jakarta menjelaskan stok kedelai di Indonesia yang tinggal 7 hari itu bukan dihitung per hari ini.
Namun dasar penghitungan setelah bulan November 2022, Sebab berdasarkan Neraca Pangan Nasional yang dimiliki oleh Badan Pangan Nasional, sampai dengan akhir November 2022 stok kedelai masih surplus 54.983 ton.
"Stok 54.983 ton tersebut apabila dibagi rata-rata konsumsi harian nasional sebesar 8.191 ton per hari, maka dapat memenuhi kebutuhan sekitar 7 hari. Jadi stok kedelai untuk 7 hari itu dihitung per setelah November 2022," katanya.
Ketut menjelaskan, berdasarkan perhitungan prognosa Januari–November 2022, stok akhir kedelai diperkirakan masih dalam kondisi surplus sebanyak 54.983 ton.
Baca juga: Lima Asumsi Dasar Ekonomi Makro di APBN 2023 Meleset: Pertumbuhan Ekonomi Hingga Inflasi
Penghitungan stok kedelai ini merupakan hasil perhitungan dari ketersediaan 2.758.151 ton dikurangi kebutuhan selama Januari-November 2022 sebesar 2.703.169 ton.
Dengan memperhitungkan kebutuhan kedelai dalam satu bulan yang diperkirakan mencapai 245.743 ton atau 8.191 ton per hari, maka stok di akhir November 2022 masih ada 54.983 ton atau diperkirakan mencukupi untuk 7 hari.
Namun demikian, Ketut meminta masyarakat khususnya para pengrajin tahu-tempe tidak perlu panik, dengan stok ini.
Sebab pemerintah telah melakukan impor untuk menambah ketersediaan kedelai di dalam negeri. Untuk itu, NFA mendorong percepatan importasi untuk memenuhi ketahanan stok kedelai.
"Jadi kami mendorong percepatan realisasi impor kedelai untuk memenuhi dan memperpanjang kecukupan stok kedelai,” ujar Ketut.
Sementara itu, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, dengan basis stok 7 hari setelah akhir November tersebut, pihaknya menjamin bahwa stok kedelai cukup hingga 1,5 bulan ke depan.
Untuk itu, Arief meminta masyarakat tidak khawatir dengan ketersediaan kedelai di pasaran.
Baca juga: Inflasi Australia pada September 2022 Naik ke Level Tertinggi Sejak 32 Tahun Terakhir, Ini Faktornya
Arief juga mengatakan, melalui realisasi impor, maka berdasarkan Prognosa Neraca Pangan Nasional Januari-Desember 2022, komoditas kedelai diperkirakan surplus sebesar 250.00 ton pada akhir Desember 2022.
Importir memang merencanakan impor dengan hati-hati karena adanya fluktuasi nilai tukar rupiah dan harga kedelai di pasar global. Karena itu biasanya importir akan merencanakan 3 sampai dengan 4 bulan.
Di sisi lain, dengan kondisi perdagangan global yang penuh ketidakpastian dan fluktuasi harga kedelai di pasar internasional, Arief juga melihat bahwa situasi ini menjadi momentum untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dan melepas ketergantungan terhadap impor.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengarahkan Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri melalui perluasan lahan produksi kedelai, dan hasilnya dibeli dengan harga Rp 10.000 per kg.
Kondisi yang ada, petani tidak bisa menanam kedelai jika harganya di bawah Rp 10.000 per kg, karena akan kalah dengan harga kedelai impor yang hanya sekitar Rp 7.000 per kg.
Baca juga: Mendagri Dorong Pemda Tak Ragu Gunakan Instrumen Keuangan APBD untuk Kendalikan Inflasi
“Dengan penetapan kebijakan harga acuan tersebut, ini akan menarik petani untuk lebih semangat berproduksi karena harganya diatur sehingga tidak merugikan petani. Keterlibatan BUMN pangan di sini penting dalam aspek penugasan untuk membeli kedelai dari petani sesuai harga yang ditentukan,” ujar Arief.
Dari sisi perlindungan usaha bagi pengrajin tahu-tempe, Badan Pangan telah mendorong pemberlakuan kembali program Bantuan Penggantian Selisih Harga Pembelian Kedelai untuk Pengrajin Tahu dan Tempe.
Kebijakan ini untuk membantu para pengrajin tahu-tempe agar tetap berproduksi di tengah lonjakan harga komoditas kedelai saat ini.
Menurut Arief, program ini sangat penting dan strategis untuk menjaga produktivitas dan keberlangsungan usaha pengrajin. Melalui bantuan penggantian selisih harga tersebut pengrajin tahu dan tempe akan memperoleh subsidi Rp 1.000 untuk setiap kg pembelian kedelai.
Mengutip pemberitaan Tribunnews.com akhir pekan lalu, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jawa Barat tengah melakukan komunikasi dengan perajin tahu tempe yang tergabung di Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti) dan Perum Bulog.
Diskusi ini untuk mencari jalan tengah menghadapi kenaikan harga kedelai.
Kepala Disperindag Jabar, Iendra Sofyan, menjelaskan, pihaknya telah memberikan subsidi kacang kedelai Rp 1.000 per kilogram sampai akhir 2022.
Terkait aksi mogok yang dilakukan sebagian perajin tahu tempe di Jabar, Iendra menilai aksi mogok produksi yang dilakukan mulai Jumat (28/10/2022) sampai Minggu (30/10/2022) seperti adanya penyesuaian harga.
"Jadi, tiga hari berhenti dahulu (produksi), setelah itu menaikkan harga. Ketersediaan yang kami pantau di pasar, kedelai masih aman dan harga pun masih sesuai atau sama dengan sebelumnya," katanya saat dihubungi, Jumat (28/10/2022).
Iendra mengakui pihaknya sudah mencoba berkomunikasi dengan para perajin yang hendak mogok produksi.
Dia pun mengaku memahami walau nantinya ada kenaikan harga tahu dan tempe, tetapi mereka akan melihat sampai sejauh mana dan apa penyebabnya.
"Saya pikir kalau target sampai 10 persen (kenaikan) itu tak terlalu besar." katanya.
"Kalau memang ada hal yang belum terpenuhi, kami coba usulkan ke pemerintah pusat agar nanti kami sampaikan secara tertulis," ujarnya.
Ketika disinggung tentang keluhan subsidi kedelai yang hanya Rp 1.000 per kilogram, Iendra menyebut subsidi senilai Rp 1.000 per kilogram dirasa sudah cukup karena di beberapa daerah tak terjadi gejolak atau protes.
"Sebenarnya salah satu penyebabnya ialah dampak ekonomi global, sebab di Amerika Serikat terjadi inflasi. Jadi, saya kira itu menjadi salah satu penyebabnya. Kami juga dapat impor (kedelai) dari Amerika Serikat," katanya.
Seperti diberitakan KONTAN sebelumnya (12/10) Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan rantai pasok kedelai aman untuk memastikan kebutuhan kedelai nasional tercukupi.
Plt Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Syailendra mengungkapkan adanya kenaikan harga pada kedelai disinyalir karena stok yang tersedia saat ini adalah sisa pembelian kedelai bulan lalu. Harga kedelai dunia pada tengah tinggi di bulan lalu.
"Jadi kedelai stoknya memang dinamis, karena enggak bisa disimpan lama riskan busuk," kata Syailendra pada saat dijumpai di Kantor Kemendag, Selasa (11/10).
Meski demikian, Syailendra mengungkapkan pada bulan Oktober ini harga kedelai dunia sudah mulai turun. Penurunan ini baru bisa dirasakan pada November-Desember.
"Karena sekarang menghabiskan stok yang diimpor kemarin dulu," kata Syailendra.
Dia memastikan bahwa kenaikan ini bukan karena stok kedelai yang menipis. Menurut dia, rantai pasok kedelai masih normal. Syailendra menambahkan, pemerintah tengah mendorong gairah petani agar mau menanam kedelai.
Nantinya Bulog akan menjadi offtaker yang membeli kedelai dari petani dengan harga yang wajar dan menguntungkan petani.
"Jadi nanti diutamakan menyerap dari petani dan diberi harga yang bagus biar petani semangat tanam, baru bicara impor," katanya. (Kontan/Syamsul Azhar)