Harga Minyak Dunia Amblas, Tergelincir Kebijakan Hawkish The Fed
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS yang dilaporkan mengalami kemunduran harga sebesar 59 sen.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Harga minyak dunia kembali anjlok usai Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell menyerukan langkah agresif dengan mengerek naik suku bunga lebih tinggi dari proyeksikan sebelumnya, sebesar 75 basis poin menjadi 3,75 persen pada Rabu (2/11/2022) malam waktu setempat.
Kenaikan suku bunga ini jadi yang keenam yang dilakukan The Fed selama 2022, langkah tersebut sengaja diambil The Fed guna menekan laju inflasi AS menuju level dua persen pada akhir tahun.
Meski The Fed mengklaim bahwa dampak kenaikan berkelanjutan telah diperhitungkan dengan matang, namun imbas dari kebijakan tersebut mendorong biaya pinjaman naik ke level tertinggi baru sejak 2008.
Tak hanya itu sikap hawkish The Fed juga memicu penguatan dolar hingga kurs AS ini menjadi raja mata uang di perdagangan dunia, akan tetapi perkasanya indeks dolar AS justru menjadi alarm bagi bank sentral di kawasan Asia lantaran penguatan dolar AS bisa menekan mata uang negara lain.
Baca juga: The Fed Kerek Suku Bunga Acuan Sebesar 75 Basis Poin ke Level 4 Persen, Tertinggi Sejak 2008
Tercatat selama perdagangan Kamis (3/11/2022) mata uang di kawasan Asia kompak berada di zona merah. Seperti baht Thailand melemah 0,03 persen, peso Filipina anjlok 0,07 persen, won Korea Selatan menurun di level 0,17 persen, dan yuan China amblas sebanyak 0,26 persen.
Situasi ini yang kemudian memicu kekhawatiran para investor hingga memberikan masalah serius bagi perekonomian dunia salah satunya dalam perdagangan minyak global.
Dimana harga minyak mentah Brent di perdagangan Asia turun 44 sen, atau 0,5 persen, menjadi 95,72 dolar AS per barel pada 0146 GMT.
Penurunan serupa juga terjadi pada minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS yang dilaporkan mengalami kemunduran harga sebesar 59 sen, atau 0,7 persen menjadi 89,41 dolar AS, seperti yang dikutip dari Reuters.
"Dengan The Fed mengkonfirmasikan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi, prospek ekonomi global yang gelap dapat terus menekan pasar berjangka minyak," Kata analis CMC Markets Tina Teng.
Penurunan ini diprediksi akan terus berlanjut mengingat saat ini stok bahan bakar di AS tengah mengalami penurunan sekitar 6,5 juta barel sementara persediaan bensin menyusut sekitar 2,6 juta barel, jadi yang terendah sejak 2014.
Meski OPEC+ berencana meningkatkan permintaan minyak dunia dalam jangka menengah dan panjang diatas 100 dolar AS per barel, namun hal tersebut belum mampu mengangkat penguatan harga minyak yang telah kehilangan hampir sepertiga nilainya sejak awal Juni 2022, karena kekhawatiran atas perlambatan ekonomi global.