Harga Minyak Naik Tipis di Tengah Perselisihan Batas Harga Minyak Rusia
harga minyak mentah berjangka Brent naik tipis 12 sen atau 0,2 persen, dan diperdagangkan pada 85,47 dolar AS per barel pada pukul 01:21 GMT.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, MELBOURNE - Harga minyak naik di awal perdagangan hari ini, Jumat (25/11/2022), di tengah ekspektasi pembatasan harga tinggi yang direncanakan negara-negara Group of Seven (G7) pada minyak Rusia.
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent naik tipis 12 sen atau 0,2 persen, dan diperdagangkan pada 85,47 dolar AS per barel pada pukul 01:21 GMT.
Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS melonjak 35 sen atau 0,5 persen, dari penutupan perdagangan Rabu (23/11/2022) menjadi 78,32 dolar AS per barel.
Baca juga: Rusia Ancam Hentikan Pasok Minyak ke Pendukung Sanksi Pembatasan Harga
Tidak ada penyelesaian WTI pada perdagangan Kamis (24/11/2022) karena liburan Thanksgiving di Amerika Serikat.
Brent dan WTI menuju penurunan mingguan ketiga berturut-turut, berada di jalur untuk jatuh sekitar 2 persen dengan kehawatiran mengenai pelonggaran pasokan yang ketat.
Diplomat G7 dan Uni Eropa telah membahas batas harga minyak Rusia antara 65 dolar AS hingga 70 dolar AS per barel, dengan tujuan membatasi pendapatan Moskow untuk mendanai serangan militernya di Ukraina tanpa mengganggu pasar minyak global.
"Pasar menganggap (batas harga) terlalu tinggi yang mengurangi risiko pembalasan Moskow," kata analis di ANZ Research dalam sebuah laporan.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow tidak akan memasok minyak dan gas ke negara mana pun yang bergabung dalam memberlakukan batas harga, seruan yang diulangi Kremlin pada Kamis.
Perusahaan perbankan dan jasa keuangan Australia and New Zealand Banking Group Limited (ANZ) juga mengatakan ada tanda-tanda bahwa lonjakan kasus Covid-19 di China, importir minyak utama dunia, mulai menekan permintaan bahan bakar, dengan lalu lintas menurun dan menyiratkan permintaan minyak sekitar 13 juta barel per hari.
"Ini tetap menjadi angin sakal untuk permintaan minyak yang dikombinasikan dengan melemahnya dolar AS, menciptakan latar belakang negatif untuk harga minyak," kata ANZ dalam sebuah laporan komoditas terpisah.
Baca juga: Nggak Pakai Dolar AS, Ghana Mau Belanja Minyak Pakai Emas
Perdagangan bahan bakar diperkirakan akan tetap berhati-hati menjelang kesepakatan batas harga, yang akan mulai berlaku pada 5 Desember ketika larangan Uni Eropa terhadap minyak mentah Rusia dimulai, dan menjelang pertemuan berikutnya dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, pada 4 Desember.
Pada Oktober, OPEC+ setuju untuk mengurangi target produksinya sebesar 2 juta barel per hari hingga 2023, dan Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan pada pekan ini, OPEC+ siap untuk memangkas produksi lebih lanjut jika diperlukan.