Pengguna Internet Tumbuh Pesat Pasca Pandemi Covid-19, APJII: Perlu Penguatan Internet Resilience
APJII berharap kolaborasi yang sudah terbangun sangat baik antara APJII dengan pemerintah dapat terus berlanjut dan tumbuh.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keberhasilan ekonomi digital Indonesia, selain dukungan dari infrastruktur telekomunikasi, juga berkaitan dengan ketersediaan sumber daya Internet Protocol address (IP address).
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif menjelaskan, selama ini seluruh anggota APJII telah menjadi mitra strategis pemerintah, khususnya Kemkominfo, dalam hal percepatan transformasi digital dan pemerataan akses internet di seluruh Indonesia.
Baca juga: Jaringan Internet Gratis Bantu Wadah Kreasi Kaum Pekerja Hingga Mahasiswa di Jember
Bahkan seluruh anggota APJII telah mendukung program pemulihan ekonomi di berbagai sektor yang terdampak akibat Covid-19.
"APJII mengapresiasi dan berterima kasih kepada seluruh anggota, baik penyelenggara maupun direct member, atas dukungan dan kerjasamanya untuk mendukung program prioritas akselerasi transformasi digital dan pemulihan ekonomi pasca Covid-19," ujar Arif kepada wartawan, Kamis (24/11/2022).
Arif berujar, APJII berharap kolaborasi yang sudah terbangun sangat baik antara APJII dengan pemerintah dapat terus berlanjut dan tumbuh.
"Terlebih lagi dalam mengawal agenda percepatan transformasi digital Indonesia yang tengah digalakkan Pemerintah Presiden Jokowi," kata Arif.
Peningkatan jumlah pengguna dan trafik internet di Indonesia turut meningkatkan vulnerability and threats di dunia maya.
Oleh sebab itu menurut Arif, Indonesia membutuhkan penguatan internet resilience.
"Internet resilience adalah kemampuan untuk mengantisipasi, bertahan, pulih dari, dan beradaptasi dengan kondisi buruk, tekanan, serangan, atau kompromi pada sistem yang menggunakan sumber daya internet, seperti nama domain, nomor IP, alamat elektronik, jaringan, dan sumber daya online lainnya," jelas Arif.
"Pada tahun 2020, tercatat ada 37 miliar data bocor dengan kerugian diprediksi akan mencapai 10,5 triliun US$ per tahun pada tahun 2025. Situasi ini menyadarkan kita akan pentingnya memperkuat internet resilience (ketahanan internet), keamanan siber, dan perlindungan data," terang Arif.
Baca juga: Bakti Kominfo Resmikan BTS, Warga Desa Selong Belanak Lombok Kini Mudah Akses Internet
Sebagaimana dikutip dari United Nations Conference on Trade and Development memproyeksikan trafik data global akan mencapai 780 exabytes pada tahun 2026.
Proyeksi ini mencerminkan bahwa peran digital data semakin vital. Masa kini dan masa depan akan sangat dipengaruhi pada bagaimana efektivitas penggunaan data.
"Ke depan, kita semakin memerlukan lingkungan online yang aman, tangguh, dan terjamin. Ketahanan internet perlu didekati dari perspektif pengelolaan risiko. Disamping itu, ketahanan sistem internet merupakan tanggung jawab kolektif, sehingga budaya untuk berkolaborasi dan berbagi menjadi sangat penting dalam meningkatkan keamanan dan ketahanan internet," jelas Arif.
Arif melanjutkan, dalam upaya mencapai ketahanan internet yang berkelanjutan, perlu mengedepankan common understanding mengenai masalah, risiko, manfaat, dan solusi ketahanan internet dari sisi teknis, kebijakan, sosial, dan bisnis/ekonomi.