Bursa Saham Asia-Pasifik Jatuh di Tengah Perubahan Aturan Covid-19 di China
Indeks Nikkei 225 Jepang diperdagangkan 1,59 persen lebih rendah menjadi 27.777,90 dan indeks Topix turun 1,64 persen menjadi 1.953,98.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Bursa saham di Asia-Pasifik sebagian besar turun pada perdagangan hari ini, Jumat (2/12/2022), sementara investor mencari kejelasan setelah China mengisyaratkan pelonggaran pembatasan Covid-19 yang ketat.
Dikutip dari CNBC, indeks Nikkei 225 Jepang diperdagangkan 1,59 persen lebih rendah menjadi 27.777,90 dan indeks Topix turun 1,64 persen menjadi 1.953,98.
Di Korea Selatan, indeks Kospi turun 1,84 persen menjadi 2.434,33, karena Seoul melihat indeks harga konsumen tahunan untuk November lebih rendah dari bulan sebelumnya.
Baca juga: Aktivitas Manufaktur Asia Merosot Terseret Lockdown Covid-19 di China
Sementara di Australia, indeks S&P/ASX 200 turun 0,72 persen menjadi 7.301,5.
Indeks Hang Seng Hong Kong jatuh 0,15 persen pada jam terakhir perdagangannya. Sedangkan di China Daratan, indeks Shanghai Composite turun 0,29 persen dan indeks Shenzhen Component merosot 0,4 persen.
Pada perdagangan Kamis (1/12/2022) malam, Dow ditutup hampir 200 poin lebih rendah menjelang rilisnya data tenaga kerja AS, di mana para ekonom memperkirakan adanya pertumbuhan yang lebih lambat pada November di tengah pengumuman pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pembekuan perekrutan karyawan beberapa perusahaan-perusahaan dalam beberapa pekan terakhir.
Menurut analis pasar senior di perusahaan valuta asing Oanda, Edward Moya, mengatakan investor juga akan mengamati data gaji per jam dan tingkat pengangguran.
“Saham AS tidak dapat mempertahankan kenaikan sebelumnya karena Wall Street mencerna sejumlah data ekonomi yang menunjukkan inflasi mereda dan pasar tenaga kerja mendingin,” kata Moya.
Sementara itu, inflasi tahunan Korea Selatan untuk November mencapai 5 persen, lebih rendah dari perkiraan 5,1 persen dalam jajak pendapat Reuters.
Data inflasi terbaru Korea Selatan menandai sedikit penurunan dari 5,7 persen pada Oktober dan turun dari rekor tertingginya sebesar 6,3 persen yang dicapai pada Juli.
Baca juga: Analis: Investor Saham di Bursa Asia Gelisah Soal Pembatasan dan Protes Covid-19 di China
Pelonggaran Covid-19 di China
Setelah mendapat tekanan keras dari rakyatnya, Pemerintah China akhirnya mengumumkan pelonggaran kebijakan nol-Covid dengan membuka penguncian wilayah di sejumlah distrik.
Langkah ini mereka ambil setelah jutaan warga di beberapa kota besar China melakukan aksi protes selama akhir pekan lalu untuk menentang aturan lockdown.
Dengan kebijakan baru tersebut kini aktivitas bisnis, pertokoan termasuk restoran dan bioskop yang sempat tutup kini perlahan dibuka. Tidak hanya itu, aktivitas belajar mengajar secara tatap muka juga kembali beroperasi .
“Negara ini menghadapi situasi baru dan tugas baru dalam pencegahan dan pengendalian epidemi karena patogenisitas virus Omicron melemah, lebih banyak orang divaksinasi dan pengalaman dalam mengendalikan virus bertambah," kata Wakil Perdana Menteri China, Sun Chunlan, yang dikutip dari Tribunnews.
Baca juga: Penentuan Nasib Wakil Asia di Piala Dunia 2022: Iran Terbuka, Arab Saudi & Jepang Terjepit
Presiden Xi Jinping juga turut mengendorkan aturan karantina bagi pasien Covid-19 di Beijing, dimana orang yang terinfeksi Covid-19 dengan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri di rumah masing – masing tanpa harus dibawa ke pusat karantina.
Kebijakan serupa juga diterapkan pemerintah di Kota Chongqing yang terletak di Barat Daya China.
Menurut laporan Reuters, kini warga yang terindikasi terkena Covid-19 di wilayah tersebut dapat melakukan karantina di rumah.
Aturan ini berbanding terbalik dengan kebijakan di awal tahun lalu, ketika seluruh distrik harus memberlakukan lockdown selama berminggu-minggu, apabila ada salah satu warganya yang terinfeksi Covid-19.
Meski kebijakan tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan di semua wilayah, namun kabar pelonggaran ini menjadi angin segar bagi jutaan masyarakat China yang frustasi akibat pembatasan wilayah yang telah diberlakukan otoritas Xi Jinping selama tiga tahun terakhir.