Sri Mulyani Sindir Bankir Bahagia di Atas Penderitaan Rakyat Akibat Bunga Kredit Naik, Ini Datanya
Berdasarkan data suku bunga dasar kredit (SBDK) Otoritas Jasa Keuangan terlihat telah terjadi kenaikan suku bunga dasar kredit.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut saat ini para bankir sedang bahagia karena suku bunga kredit perbankan mengalami kenaikan, seiring naiknya suku bunga acuan.
Namun, kenaikan suku bunga kredit ini membawa dampak negatif ke masyarakat karena cicilannya menjadi naik, baik yang sudah berjalan maupun yang baru mengajukan.
"Saya bicara dengan para bankers kalau bicara tentang interest rate naik itu, anda sebetulnya malah menari-nari di atas penderitaan semua orang," kata Sri Mulyani saat acara CEO Banking Forum yang berlangsung secara virtual, Senin (9/1/2023).
Baca juga: Mirae Perkirakan Bank Indonesia Naikkan Suku Bunga 25 Bps di Januari 2023
Menurutnya, adanya kabar bahwa suku bunga naik tergambar dari wajah-wajah para bankir yang nampak berseri-seri.
"Jadi, karena saya beda sekali kalau saya bicara tentang kenaikan suku bunga, terus wajah ada kayaknya wajahnya anda malah lebih bahagia gitu," sambungnya.
Sri Mulyani mengingatkan para bankir agar menjaga dan mengelola ekonomi di tengah kenaikan suku bunga, karena hal ini bakal berdampak pada kegiatan perekonomian nasional.
"Selama Ibu masih bisa mengelola dan menstabilkan ekonomi interest rate naik, it's fine with us. Tapi itu tidak otomatis seperti itu, karena cost of fun yang tinggi pasti akan mempengaruhi kegiatan ekonomi secara menyeluruh," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan Bank Indonesia selama dua hari yakni 21 Desember dan 22 Desember 2022 memutuskan menaikkan suku bunga acuan BI atau BI 7 Days Reverse Repo Rate naik 25 basis poin (bps) menjadi 5,5 persen.
Demikian pula, suku bunga deposit facility, RDG Bank Indonesia memutuskan naik 25 bps menjadi sebesar 4,75 persen, dan suku bunga lending facility juga naik 25 bps menjadi 6,25 persen.
Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi.
Data Suku Bunga Kredit Perbankan
Berdasarkan data suku bunga dasar kredit (SBDK) Otoritas Jasa Keuangan memang terlihat telah terjadi kenaikan suku bunga dasar kredit.
Tren ini terlihat di semua segmen sejak Juli 2022, ketika Bank Indonesia (BI) pertama kali menggerek bunga acuan.
Rata-rata SBDK kredit korporasi naik dari 7,90 persen di Juli menjadi 8,06% di Oktober 2022.
Lalu, untuk kredit ritel naik dari 8,95% menjadi 9,09%, kredit mikro terkerek dari 10,46% menjadi 10,50%, lalu kredit KPR dari 8,57% menjadi 8,66%. Ada juga kredit non-KPR merangkak 9,43% menjadi 9,54%.
Baca juga: Suku Bunga Acuan BI Naik Lagi, Bersiap Hadapi Kenaikan Bunga KPR dan Perbankan Bidik Pertumbuhan
Bank Indonesia (BI) mencatatkan suku bunga deposito 1 bulan pada November 2022 tercatat 3,72% atau meningkat 83 bps dibandingkan dengan level Juli 2022.
Sementara pantauan bank sentral menurunkan suku bunga kredit November 2022 tercatat 9,11% atau meningkat 17 bps dibandingkan dengan level Juli 2022.
Artinya, laju kenaikan suku bunga kredit masih jauh di bawah kenaikan suku bunga deposito sejak BI mengetatkan kebijakan demi mengendalikan inflasi.
Tren kenaikan suku bunga acuan yang masih akan berlanjut di 2023, membuka potensi suku bunga kredit bisa meningkat.
Akan tetapi, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut saat ini inflasi sudah mulai terkendali dan ingin tetap mendorong pemulihan ekonomi.
Oleh sebab itu, regulator tidak ingin kenaikan rate diikuti dengan kenaikan suku bunga kredit yang berlebihan.
Sebab, alasan BI menaikkan suku bunga acuan bukan karena likuiditas di perbankan yang ketat.
Namun, untuk mengendalikan inflasi dan mendorong kenaikan imbal hasil surat berharga negara. Tujuannya, agar dana asing kembali masuk ke tanah air sehingga rupiah tetap menguat.
“Karena itu kami mempertahankan dan memastikan likuiditas di perbankan tetap longgar. Kami pastikan likuiditas lebih dari memadai bagi perbankan untuk menyalurkan kredit tanpa harus menaikkan suku bunga kredit,” ujar Perry belum lama ini.
Ia menyebut saat ini likuiditas perbankan masih longgar tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 30,42% pada November 2022. Guna memastikan ketersediaan likuiditas di tahun depan, BI memberikan insentif GWM.
Perry menyatakan akan mempertahankan GWM di level 9% namun memberikan insentif bagi bank yang gencar menyalurkan kredit. Secara keseluruhan insentif baru ini, menambah likuiditas pada perbankan sekitar Rp 118 triliun.
Insentif GWM ini BI berikan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit hijau, Relaksasi ini akan berlaku sejak 1 April 2023.
Baca juga: IMF Sarankan The Fed Terus Kerek Suku Bunga Sampai Inflasi AS Mereda
PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) telah menyesuaikan suku bunga simpanan maupun pinjaman. Wakil Direktur Utama Bank Oke Hendra Lie telah menggerek suku bunga simpanan 150 bps hingga saat ini.
“Sering dengan kenaikan suku bunga BI Rate yang sudah 200 bps. OK bank pada November 2022 ada penyesuaian suku bunga kredit mulai 50 bps menjadi 100 bps,” ujar Hendra dikutip Kontan.
Kenaikan suku bunga kredit itu dilakukan dalam mengimbangi suku kenaikan simpanan. Ia mengatakan untuk 2023, masih akan mengevaluasi dan mempertimbangkan bunga kredit di pasar.
Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengakui tekanan suku bunga imbas naiknya suku bunga acuan memang menjadi tantangan bagi industri perbankan tahun ini. Namun, ia menyebut bank harus berhati-hati dalam melakukan penyesuaian dengan memperhatikan kemampuan debitur.
“Sampai dengan saat ini kami masih melihat perkembangannya. Likuiditas masih cukup ample sehingga kami masih dapat mengelola biaya dana,” ujarnya.
Baca juga: Kenaikan Suku Bunga BI Melambat, Siapa Diuntungkan dan Investasi Apa Bikin Cuan?
Ia melanjutkan, BJB melakukan penyesuaian kenaikan suku bunga kredit tidak serta merta pada seluruh sektor. Sebab, perlu kehati-hatian dan selektif pada sektor yang tidak sensitif agar tidak berdampak pada pemburukan kualitas kredit.
Adapun Direktur Konsumer Bank BRI Handayani menyatakan kenaikan suku bunga memang menjadi tantangan bagi perbankan di 2023. Sebab akan meningkatkan biaya dana bagi perbankan.
“Namun, kita harus menyesuaikan, namun tidak serta merta menaikkan suku bunga pinjaman. Oleh sebab itu, kita akan mempertahankan biaya dana tadi melalui dana murah. Kami mempertimbangkan ada sedikit kenaikan suku bunga kredit konsumer tahun depan, tapi tidak secara agresif dengan tetap melihat portofolionya,” ujar Handayani kepada Kontan beberapa waktu lalu.