Inggris Kecam Eksekusi Mati Eks Wamenhan Iran yang Dituduh Jadi Mata-Mata
Inggris mengecam eksekusi mati yang dilakukan Iran terhadap mantan Wakil Menteri Pertahanan Alireza Akbari atas tuduhan spionase dan korupsi.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Inggris mengecam eksekusi mati yang dilakukan Iran terhadap mantan Wakil Menteri Pertahanan Alireza Akbari atas tuduhan spionase dan korupsi.
Alireza Akbari, yang berkewarganegaraan ganda Inggris-Iran, dihukum gantung karena dituduh melakukan kejahatan "korupsi di bumi", menurut laporan media yang berafiliasi dengan peradilan Iran, Mizan.
Selain itu, Akbari dituding bekerja sebagai mata-mata untuk badan intelijen Inggris (MI6), dan dilaporkan menerima 1,805 juta euro, 265 ribu poundsterling dan 50 ribu dolar AS saat menjadi mata-mata, menurut laporan media pemerintah Iran.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengaku terkejut dengan eksekusi Akbari. Sunak juga menyebut keputusan tersebut sebagai tindakan yang tidak menghormati hak asasi manusia.
“Ini adalah tindakan tidak berperasaan dan pengecut, yang dilakukan oleh rezim biadab tanpa menghormati hak asasi manusia rakyatnya sendiri. Pikiran saya tertuju pada teman dan keluarga Alireza,” tulisnya di Twitter, yang dikutip dari CNN.
Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly mengatakan pada Sabtu (13/1/2023) sore bahwa pemerintah Inggris berencana memberikan sanksi kepada Jaksa Agung Iran, Mohammad Jafar Montazeri.
“Jaksa Agung berada di jantung penggunaan hukuman mati oleh Iran. Kami meminta pertanggungjawaban rezim atas pelanggaran HAM yang mengerikan,” kata Cleverly.
Akbari diduga memberikan informasi kepada pejabat asing mengenai 178 tokoh Iran, termasuk kepala ilmuwan nuklir negara itu, Mohsen Fakhrizadeh, lapor media Iran.
Baca juga: Teheran Eksekusi Warga Negara Inggris-Iran Alireza Akbari, Pernah Jabat Wakil Menteri Pertahanan
Fakhrizadeh terbunuh oleh senapan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh yang beroperasi dari sebuah mobil pada 2020, menurut laporan Fars News.
Akbari diduga melakukan pekerjaan intelijennya melalui perusahaan swasta yang berfokus pada kegiatan penelitian dan perdagangan, yang bekerja secara langsung dengan lembaga penelitian di London yang diklaim Iran dipimpin oleh pejabat intelijen Inggris, lapor kantor berita Iran IRNA.
IRNA juga mengungkapkan sebuah tuduhan bahwa Akbari mengadakan pertemuan dengan seorang perwira intelijen MI6 dan mantan Duta Besar Inggris untuk Iran Richard Dalton.
Baca juga: Iran Klaim Mantan Pejabat Ikut Andil dalam Kematian Ilmuwan Nuklir Mohsen Fakhrizadeh
Mahkamah Agung Iran menguatkan hukuman mati yang dijatuhkan kepada Akbari setelah menganggap dakwaannya didasarkan pada "bukti kuat", menurut IRNA.
Mizan tidak merinci kapan eksekusi Akbari dilakukan. Hukuman mati Akbari diumumkan beberapa hari yang lalu, pada Rabu (11/1/2023), setelah dia dituduh sebagai mata-mata untuk Inggris. Akbari sebelumnya telah membantah tuduhan itu.
Menurut tuduhan yang dipublikasikan oleh Mizan pada Rabu, Akbari telah ditangkap "beberapa waktu lalu". Sementara menurut laporan BBC menyebut Akbari ditangkap pada 2019.
“Atas dasar itu dan setelah mengajukan surat dakwaan terhadap terdakwa, berkasnya dibawa ke pengadilan dan sidang diadakan di hadapan pengacara terdakwa dan berdasarkan surat-surat yang sah dalam berkas orang tersebut, ia dijatuhi hukuman mati karena menjadi mata-mata untuk Inggris,” tulis Mizan dalam laporannya.
Akbari sebelumnya menjabat sebagai wakil menteri pertahanan Iran dan kepala Institut Riset Strategis, serta anggota organisasi militer yang menerapkan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengakhiri perang Iran-Irak, menurut outlet berita pro-reformasi Iran Shargh Daily.
Dia bertugas di bawah Presiden Iran Mohammad Khatami, seorang reformis yang menjabat dari 1997 hingga 2005, menurut BBC.
Meskipun Iran tidak mengakui kewarganegaraan ganda, eksekusi terhadap seseorang yang berkewarganegaraan Inggris kemungkinan akan semakin memicu ketegangan antara Teheran dan negara-negara Barat, yang mengkritik tanggapan rezim tersebut terhadap demonstrasi anti-pemerintah yang dimulai pada September tahun lalu.
Walaupun eksekusi Akbari tidak terkait dengan aksi protes yang baru-baru ini terjadi di Iran, Menteri Luar Negeri Inggris menuduh bahwa tindakan itu "bermotivasi politik".
Dia mengatakan kuasa hukum Iran akan dipanggil atas eksekusi "untuk memperjelas rasa jijik kami pada tindakan Iran."
“Eksekusi Alireza Akbari dari Inggris-Iran adalah tindakan biadab yang pantas mendapat kecaman sekuat mungkin. Melalui tindakan bermotivasi politik ini, rezim Iran sekali lagi menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap kehidupan manusia,” kata Cleverly di Twitter.
Cleverly juga mengumumkan pada Sabtu, Inggris untuk sementara menarik duta besarnya dari Iran untuk "berkonsultasi" di tengah kejatuhan diplomatik setelah eksekusi tersebut. Selain itu, dia mengatakan Inggris “meminta pertanggungjawaban rezim" Iran.
“Tanggapan kami terhadap Iran tidak terbatas pada hari ini,” tambah Cleverly.
Pemerintah Inggris telah mendesak Iran untuk tidak mengeksekusi Akbari, dan Kementerian Luar Negeri Inggris mengatakan akan terus mendukung keluarga Akbari.
Akbari adalah salah satu dari tiga orang yang menerima hukuman mati pada minggu-minggu pertama tahun ini. Dua pemuda, yang salah satunya adalah juara karate, dihukum gantung pada akhir pekan lalu setelah dinyatakan bersalah membunuh seorang anggota pasukan paramiliter Iran Basij.
Keduanya diduga ikut ambil bagian dalam demonstrasi yang dimulai setelah seorang wanita Iran berusia 22 tahun, Mahsa Amini, meninggal saat berada dalam tahanan polisi moral negara tersebut.
Kematian Amini telah memicu aksi protes di Iran secara besar-besaran, menentang pemerintah negara itu yang sering dikritik sebagai teokratis dan diktator.