Garuda Indonesia Sering Digugat ke Pengadilan Oleh Para Lessor, Kementerian BUMN Buka Suara
Paris Civil Court memberikan pembebasan penuh atas sita sementara rekening GIHF yang sebelumnya diajukan Greylag 1410 dan Greylag 1446
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan tanggapannya terkait PT Garuda Indonesia Tbk yang sering mendapatkan gugatan ke pengadilan.
Maskapai nasional kebanggaan Indonesia tersebut beberapa kali telah digugat perihal wanprestasi, salah satunya oleh perusahaan leasing penyedia armada pesawat dengan skema sewa guna atau biasa disebut lessor.
"Soal gugat-menggugat antara Garuda (dengan lessor) kita Kementerian BUMN mendorong Garuda untuk menyelesaikan kalau ada kasus hukum," ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga saat ditemui di Jakarta, Jumat (17/2/2023).
Baca juga: Menang Gugatan dari Dua Lessor Pesawat di Prancis, Ini Kata Bos Garuda Indonesia
"(Contohnya) kemarin seperti ada gugatan di Mahkamah Agung, kemudian ada winding up di Australia juga ditolak oleh otoritas terkait. Jadi kalau ada gugatan ya mau enggak mau Garuda harus hadapi," sambungnya.
Perkara gugat-menggugat yang terbaru, Garuda Indonesia melalui anak usahanya, Garuda Indonesia Holiday France (GIHF) di Prancis, memenangkan gugatan judicial release yang diajukan oleh GIHF atas langkah hukum yang ditempuh lessor pesawat Greylag 1410 dan Greylag 1446 terkait 'Provisional Attachment' atau sita sementara rekening GIHF pada tahun 2022 lalu.
Langkah hukum tersebut merupakan rangkaian upaya hukum oleh Greylag 1410 dan Greylag 1446 yang sebelumnya telah ditempuh di sejumlah negara dan telah ditolak oleh otoritas hukum masing-masing negara terkait.
Melalui putusan judicial release tersebut, Paris Civil Court memberikan pembebasan penuh atas sita sementara rekening GIHF yang sebelumnya diajukan Greylag 1410 dan Greylag 1446
Kemudian, juga memerintahkan kepada kedua lessor tersebut untuk membayar kepada GIHF sebesar 230.000 EUR sehubungan dengan damages dan cost yang timbul terkait langkah hukum tersebut.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan, adapun dasar pertimbangan putusan Paris Civil Court tersebut adalah bahwa permohonan sita sementara yang diajukan kedua lessor tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Baca juga: Rapat Bareng Komisi VIII DPR, Garuda Indonesia Usul Biaya Penerbangan Haji 2023 Rp 33,4 Juta
Mengingat terdapat Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat serta berkekuatan hukum tetap, termasuk terhadap Greylag 1410 dan Greylag 1446.
"Kami perlu menegaskan bahwa restrukturisasi yang berhasil dirampungkan Garuda Indonesia telah melalui proses diskusi panjang bersama seluruh kreditur sesuai koridor hukum yang berlaku," ucap Irfan dalam keterangannya, dikutip Jumat (17/2/2023).
"Untuk itu, kiranya hal ini dapat disikapi secara bijak oleh pihak-pihak terkait, yaitu dengan menghormati ketetapan hukum yang ada," sambungnya.
Baca juga: Bos Garuda Indonesia Buka-bukaan soal Komponen Penerbangan yang Pengaruhi Biaya Haji
Oleh karenanya Irfan menekankan bahwa dimenangkannya judicial release oleh Paris Civil Court menjadi refleksi atas komitmen Perseroan untuk terus memperkuat landasan hukum restrukturisasi kewajiban usaha.
Khususnya melalui berbagai tindak lanjut atas upaya hukum yang berjalan, selaras dengan dinamika restrukturisasi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Hal itu bertujuan untuk memastikan langkah pemenuhan kewajiban terhadap kreditur dapat berjalan secara berkesinambungan selaras dengan fokus Perusahaan untuk memperkuat ekosistem bisnisnya yang semakin solid bersama seluruh mitra usahanya.