Harga Minyak Dunia Turun Tipis, Imbas Tertekan Proyeksi Ekonomi China
Namun angka pertumbuhan ekonomi yang disahkan akhir kemarin lebih kecil bila dibandingkan dengan ekspektasi pasar yakni sebesar 5,5 persen.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Harga minyak mentah dunia mencatatkan penurunan tipis, usai pemerintah China selaku konsumen minyak terbesar kedua di dunia menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen selama tahun 2023.
Kendati penetapan target tersebut diklaim dapat menghidupkan kembali ekonomi negara tirai bambu itu dari pasca krisis di masa pandemi covid-19.
Baca juga: Rusia Beri Diskon Khusus Untuk Pacu Ekspor Minyak Mentah ke China dan India
Namun angka pertumbuhan ekonomi yang disahkan akhir kemarin lebih kecil bila dibandingkan dengan ekspektasi pasar yakni sebesar 5,5 persen.
Alasan ini yang mendorong respon negatif pada para investor, hingga harga minyak mentah jatuh di awal perdagangan Senin pagi (6/3/2023).
Dimana harga harga minyak mentah berjangka Brent dilaporkan turun 0,6 persen menjadi 85,25 dolar AS per barel. Penurunan serupa juga terjadi pada perdagangan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS yang melemah sebanyak 0,7 persen ke harga 79,12 dolar AS per barel.
Selain tertekanan proyeksi ekonomi China, penurunan harga minyak di perdagangan pagi ini diperkirakan terjadi karena terpengaruh sinyal hawkish yang dilakukan bank sentral global.
Salah satunya The Fed yang berencana untuk mengerek laju suku bunga (Federal Funds Rate atau FFR) ke tingkat yang lebih tinggi daripada yang diantisipasi sebelumnya, yakni ke kisaran 5,1 persen dan 5,4 persen di pertemuan bulan Maret ini.
Meski langkah tersebut dipercaya sebagai cara cepat untuk menjinakkan inflasi di AS. Namun kebijakan itu telah membebani selera beli masyarakat pada aset berisiko termasuk komoditas minyak dunia. Mengingat Amerika sendiri merupakan konsumen minyak tertinggi nomor satu di dunia.
Baca juga: Aksi Protes Lockdown di China Picu Kemerosotan Harga Minyak Mentah 2 Dolar Per Barel
Tak hanya Amerika, belakangan bank sentral Eropa (ECB) juga ikut memberikan sinyal pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga bulan untuk membatasi laju inflasi yang saat ini berada di kisaran 8,5 persen.
Walau inflasi Eropa di bulan Februari telah turun dari target di awal tahun sebesar 9,2. Namun hal tersebut tak lantas membuat ECB berniat memperlonggar kebijakannya, justru ECB semakin gencar menyerukan langkah pengetatan kebijakan moneter ke level sebesar 0,5 persen pada pertemuan 16 Maret 2023. Agar inflasi melandai dikisaran dua persen
"Sangat mungkin bagi kami untuk menaikkan suku bunga bulan ini, sebagai langkah efektif membatasi pertumbuhan laju inflasi,” jelas Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde.