Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kemenkeu Jelaskan Duduk Perkara Eksportasi Emas Rp 189 Triliun

Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo, menjelaskan duduk perkara terkait kegiatan eksportasi emas senilai Rp 189 triliun

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kemenkeu Jelaskan Duduk Perkara Eksportasi Emas Rp 189 Triliun
Ist via Kontan
Yustinus Prastowo 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo, menjelaskan duduk perkara terkait kegiatan eksportasi emas senilai Rp 189 triliun oleh satu perusahaan. Nilai tersebut termasuk dalam transaksi mencurigakan Rp 349 triliun.

Melalui akun Twitternya, Prastowo menceritakan, KPU Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta melakukan penindakan eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT Q pada Januari 2016 lalu. Penemuan itu ditindaklanjuti dengan penyelidikan di bidang kepabeanan.

Kata dia, saat itu PT Q submit dokumen PEB (ekspor) dengan pemberitahuan sebagai Scrap Jewellry. Namun petugas KPU BC Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan x-ray, sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang.

Baca juga: Soal Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun, Pakar: Kalau Benar Itu Kejahatan, Jangan Dianggap Ringan

"Benar saja, saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh PPJK dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB. Bahkan seharusnya ada Persetujuan Ekspor dari Kemendag," dikutip melalui akun Twitternya, Senin (3/4/2023).

Bahkan, lanjut Prastowo, ditemukan juga dalam setiap kemasan itu disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray, seolah-olah yang akan diekspor adalah perhiasan. Akhirnya, dilakukan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.

Dikatakan Prastowo, PT Q sebelumnya pernah mengajukan permohonan SKB (pembebasan) PPh Pasal 22 Impor (DPP senilai Rp 7T) pada tahun 2015 lalu.

Berita Rekomendasi

Namun, hal itu justru ditolak DJP karena WP tidak dapat memberikan data yang menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor.

"Jadi ini memang modus PT Q mengaku sebagai produsen Gold Jewellry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor (PMK No.107/PMK.010/2015 pasal 3). Modus ini terungkap karena kerja lapangan," tulis dia.

"Sehingga jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi kami. Karena ekspor-lah yg menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q. Dan tentu penyidikan yg dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. Itulah duduk perkara secara kronologis," sambungnya.

Baca juga: Pakar TPPU: Transaksi Janggal Rp 349 Triliun Bukan Sekadar Data dan Angka: Ini Uang Negara!

Putusan pengadilan

Setelah berkas perkara PT Q dinyatakan P-21, dilakukan persidangan dengan hasil Putusan Nomor 2120/Pid.Sus/2016/PN.Tng tanggal 14 Februari 2017, yakni terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.

Melihat hasil tersebut, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) mengajukan Kasasi dengan dua putusan yaitu terhadap perseorangan dan perusahaan.

Putusan tersebut No 1549K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017. Terdakwa Mr. X (Perorangan) Dir PT Q terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 6 bulan dan denda Rp 2,3 miliar.

Putusan kedua, No 1374K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017. Terdakwa PT Q terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana denda Rp 500 juta.

"Namun, PT. Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan Putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 tanggal 17 Juli 2019 yang menyatakan PT. Q Terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi BUKAN merupakan tindak pidana. Nah jelas ya di sini. Putusan MA yg menyatakan ini. Inkracht," tulis Prastowo.

Baca juga: Obrolan Mahfud MD dengan Presiden di Pesawat Jadi Latar Belakang Diungkapnya Transaksi Rp349 T

Tindak pidana kepabeanan sebesar Rp 189 triliun

Sejalan dengan perkara PT Q, Kementerian Keuangan bersama dengan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi (PPATK) melakukan pemeriksaan atas entitas PT Q.

Adapun untuk penelitian administrasi kepabeanan oleh DJBC, penelitian administrasi perpajakan oleh DJP, dan penyelidikan dugaan TPPU. Kemudian, PPATK mengirim LHP.

"Saya insert di sini mengenai apa yg disampaikan Pak Mahfud, bahwa ada LHP PPATK yg diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan Itjen. Bukan tdk ditindaklanjuti. Justru sdg berproses maka dilakukan kegiatan intelijen utk memperkuat ini. Apalagi 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa," tulis dia.

Hasilnya, berdasarkan kasus PT Q serta ditemukannya kesamaan modus, PPATK menyampaikan SR-205/PR.01/V/2020 kepada DJBC (by hand), berisi IHP atas grup perusahaan yang bergerak di bidang emas meliputi 9 wajib pajak badan, 5 wajib pajak orang pribadi dengan total nilai transaksi keuangan (keluar-masuk) sebesar Rp 189,7 triliun.

Prastowo mengatakan, ditahun yang sama Kemenkeu membentuk forum intelijen Joint Analysis dengan callsign Jagadara (Juanda – Gatot Subroto – Rawamangun) dengan tujuan untuk optimalisasi penerimaan negara antara PPATK, DJP, dan DJBC.

"DJBC kemudian menindaklanjuti SR tsb, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di Bidang Kepabeanan. Nanti kita bahas sesuai ketentuan kepabeanan yg berlaku global," papar dia.

Baca juga: Di Hadapan Mahfud MD, Benny K Harman Tantang Menko Polhukam soal Transaksi Janggal: Buka Sejelasnya

Setelah itu, Kemenkeu mempertimbangkan tidak adanya unsur pidana kepabeanan dan telah dilakukan penyidikan, divonis, namun kalah di tingkat Peninjauan Kembali (PK).

Maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat PPATK nomor SR-595/PR.01/X/2020 yang disampaikan ke DJP.

Kata Prastowo, data di SR tersebut dimanfaatkan DJP untuk pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT Q, sehingga wajib pajak melakukan Pengungkapan Ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp 1,25 M.

Serta, berhasil mencegah restitusi LB SPT Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT Q sebesar Rp 1,58 M.

"Sehingga menjadi jelas bahwa Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Bu Menteri. Semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan . Trmsk mengenai impor akan kami bahas tuntas," tulis dia.

"Kemenkeu akan terus berkoordinasi dg PPATK dan APH lain, tentu dlm arahan Komite Nasional PP TPPU. Ini untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal. Terima kasih utk dukungan dan sinergi yg bagus," lanjutnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas