Kinerja Ekspor Indonesia Dibayangi Ancaman Default AS, Ini Sektor yang Terdampak
AS terancam gagal bayar utang. Efeknya dapat mempengaruhi negara mitra dagang, salah satunya Indonesia
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) terancam gagal bayar utang alias default. Hal itu dikatakan Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada Selasa (25/4/2023).
Yellen mengatakan, kegagalan Kongres AS untuk menaikkan plafon utang pemerintah, dan berdampak pada gagal bayar utang AS, akan memicu bencana ekonomi yang akan mendorong suku bunga AS lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang.
Mengutip Reuters, Yellen, dalam sambutan yang disiapkan untuk acara Washington dengan eksekutif bisnis dari California, mengatakan default utang AS akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan, mendorong pembayaran rumah tangga untuk hipotek, pinjaman mobil, dan kartu kredit menjadi lebih tinggi.
Baca juga: AS Terancam Default, Janet Yellen Singgung Bencana Ekonomi, Analis Sebut Ada Dampak ke Rupiah
Lalu jika benar terjadi, apa dampaknya bagi Indonesia?
Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kegagalan bayar utang AS dapat menyebabkan krisis di negara tersebut.
Efeknya dapat mempengaruhi negara mitra dagang, salah satunya Indonesia, yang juga merupakan eksportir sejumlah komoditas dan produk ke Negeri Paman Sam.
Baca juga: Amerika Terancam Nggak Mampu Bayar Utang, Rupiah Bisa Melesat ke Rp 14.500
"Sinyal ekonomi AS yang mengalami dobel crisis yakni krisis gagal bayar utang dan ancaman resesi ekonomi semakin terlihat, dan harus menjadi warning bagi ekonomi negara berkembang seperti Indonesia," ucap Bhima kepada Tribunnews, Sabtu (29/4/2023).
"AS merupakan mitra dagang yang penting, dan hub manufaktur Indonesia selain ke China, Jepang, dan India," sambungnya.
Sejumlah sektor yang terpengaruh, lanjut Bhima, diantaranya seperti ekspor pakaian jadi, alas kaki, produk olahan karet, Crude Palm Oil atau CPO, furnitur, produk perikanan, hingga produk barang dari kulit.
"Sepanjang 2017-2021 ekspor pakaian jadi saja sudah -3 persen ke pasar AS, alas kaki -1 persen, dan barang dari kulit -3 persen," ucap Bhima.
"Bagaimanapun juga AS adalah mitra ekspor tradisional dengan porsi sebesar 9,2 persen sepanjang Januari-Maret 2023," tambahnya.
Efek lanjutannya, pemutusan hubungan kerja akan terjadi imbas turunnya permintaan di sektor-sektor manufaktur.
"Kondisi penurunan permintaan ekspor bisa menyebabkan PHK massal meluas sepanjang 2023, tidak hanya di sektor manufaktur tapi juga basis komoditas perkebunan dan tambang," pungkasnya.