Ini Dugaan Kasus Korupsi yang Menjerat Dirut PT Waskita Karya
Kejagung telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Karya (Persero) Tbk Destiawan Soewardjono sebagai tersangka
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Karya (Persero) Tbk Destiawan Soewardjono sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
Destiawan disangkakan melakukan penyimpangan pada sejumlah proyek baik proyek Waskita maupun proyek anak usaha Waskita yaitu PT Waskita Beton Precast Tbk.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menyebut, Destiawan diduga menyelewengkan sejumlah fasilitas pembiayaan dari beberapa bank dari dua perusahaan tersebut.
Baca juga: Diduga Lakukan Korupsi, Dirut Waskita Karya Destiawan Soewardjono Punya Harta Rp 26,9 Miliar
Destiawan ditetapkan sebagai tersangka sejak Kamis (27/4/2023).
"Adapun satu orang tersangka tersebut yaitu DES selaku Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode Juli 2020 sampai dengan sekarang," ujar Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Sabtu (29/4/2023).
Ketut menjelaskan, Destiawan berperan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu.
Dokumen tersebut kemudian digunakan untuk pembayaran utang-utang perusahaan yang diakibatkan oleh pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif guna memenuhi permintaan tersangka Destiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengakui telah menggeledah kantor Waskita Karya terkait dugaan korupsi tersebut.
Penggeledahan dilakukan pada pekan sebelum perayaan Idul Fitri, tepatnya Selasa (11/4/2023).
"Ada geledah Waskita," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung Kuntadi kepada Tribunnews.com, Minggu (16/4/2023).
Dari penggeledahan itu, tim penyidik menemukan dan menyita sejumlah dokumen terkait pembangunan Jalan Tol Japek.
Baca juga: Mandor Proyek Masjid Raya Sheikh Zayed Solo Punya Utang Makan Rp 145 Juta, Ini Tanggapan PT Waskita
Namun tak dirincikan di ruang mana saja dokumen tersebut diambil.
"Ya di kantornya. Kita cari dokumen," kata Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo kepada Tribunnews.com pada Minggu (16/4/2023).
dalam perkara ini, Waskita Karya memang berperan sebagai satu di antara beberapa pelaksan proyek Tol Japek.
Namun belum dipastikan apakah terdapat indikasi perbuatan pidana pada Waskita Karya, baik korporasi atau perorangan.
"Kita lagi dalami karena itu kan melibatkan beberapa instansi ya. Tapi yang melaksanakan proyek Japek, antara lain Waskita," ujar Prabowo.
Selain Waskita, dua BUMN lain juga terkait dalam pembangunan Tol Japek yaitu Jasa Marga dan Kraktau Steel.
Akan tetapi, tim penyidik belum melakukan penggeledahan di keduanya, sebab masih memeriksa saksi-saksi yang terkait.
"Belum ada geledah. Yang pasti kalau kita periksa ada hal-hal yang perlu kita klarifikasi," katanya.
Untuk informasi, kasus korupsi proyek Tol Japek ini mulai naik ke penyidikan pada Senin (13/3/20230).
Proyek ini disebut-sebut memiliki nilai fantastis, mencapai belasan triliun.
"Tol Japek ini nilai kontraknya kurang lebih 13 triliun (rupiah). Penyidik sudah meningkatkan perkara ini ke proses penyidikan umum," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana pada Senin (13/3/20230).
Baca juga: Kejaksaan Agung Geledah Kantor Waskita Karya Terkait Kasus Proyek Tol Japek
Pernyataan Manajemen
Manajemen PT Waskita Karya menyatakan, seluruh manajemen perseroan menyerahkan seluruh proses hukum yang berlaku pada pihak berwenang.
"Manajemen Perseroan menghormati segala proses penyidikan yang sedang dilakukan dan berkomitmen untuk kooperatif serta menyerahkan segala proses hukumnya kepada pihak berwenang," ujar Corporate Secretary Waskita Karya, dalam keterangannya, Sabtu (29/4/2023).
Perseroan akan tetap menjalankan seluruh program dan strategi sesuai dengan target.
"Dalam menjalankan proses bisnisnya, Waskita Karya selalu berpedoman kepada prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)," ucapnya, Sabtu (29/4/2023).
"Waskita terus berkomitmen agar proses bisnis dijalankan sesuai dengan prinsip profesionalisme serta integritas yang tinggi," lanjutnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya, Destiawan Soewardjono, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan atau penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast pada 2016-2020.
Setelah menjalani pemeriksaan, Destiawan langsung dijebloskan ke jeruji besi.
"Adapun 1 orang tersangka tersebut yaitu DES selaku Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode Juli 2020 sampai sekarang," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Sabtu (29/4/2023).
Baca juga: Empat Eks Pejabat Waskita Beton Precast Didakwa Rugikan Negara Rp 2,5 Triliun
Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) menduga, Destiawan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana supply chain financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu.
Hal tersebut untuk digunakan sebagai pembayaran utang-utang perusahaan, yang diakibatkan oleh pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif guna memenuhi permintaan tersangka.
Berdasarkan perhitungan BPKP, dugaan kerugian keuangan atas kasus ini sebesar Rp2.546.645.987.644.
"Akibat perbuatannya, tersangka Destiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," imbuhnya.
Harta Destiawan
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disetorkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Destiawan diketahui memiliki total kekayaan sebesar Rp 26.979.819.022 (Rp 26,9 miliar).
LHKPN tersebut disampaikan pada 25 Februari 2022 untuk laporan periodik 2021.
Harta Destiawan terdiri dari 10 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Surabaya, Jakarta Timur, dan Bekasi.
Nilai totalnya sebesar Rp13.643.812.000 (Rp13,6 miliar).
Untuk kendaraan, Destiawan tercatat memiliki tiga mobil.
Yakni, Morris Minor Minibus tahun 1964 senilai Rp150 juta, Peugeot 3008 A/t Allure FL tahun 2021 senilai Rp720 juta, dan Toyota Camry 2.5 L Hybrid tahun 2016 senilai Rp300 juta.
Dia juga tercatat memiliki dua sepeda motor, yakni Honda Vario tahun 2010 senilai Rp2,3 juta dan Yamaha Mio senilai Rp11 juta.
Total nilai lima kendaraannya adalah Rp1.183.300.000 (Rp1,1 miliar).
Destiawan juga memiliki harta bergerak mencapai Rp600 ribu, surat berharga Rp10.709.738.320 (Rp10 miliar), serta kas dan setara kas Rp2.789.236.195 (Rp2,7 miliar).
Namun, Destiawan juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 1.346.867.493 (Rp1,3 miliar).
Sebagaimana diketahui, Kejagung menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk Destiawan Soewardjono sebagai tersangka dugaan korupsi proyek fiktif senilai lebih dari Rp2,5 triliun.
Penetapan tersangka terhadap Destiawan dilakukan pada Kamis (27/8/2023).
Sehari setelahnya, atau Jumat (28/4/2023), penyidik memanggilnya untuk dilakukan pemeriksaan.
Usai diperiksa, Destiawan dijebloskan ke dalam penjara untuk mempercepat proses penyidikan.
"Tersangka DES dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung sejak 28 April 2023-17 Mei 2023," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, Sabtu (29/4/2023).
Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) menduga Destiawan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana supply chain financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu untuk digunakan sebagai pembayaran utang-utang perusahaan yang diakibatkan oleh pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif guna memenuhi permintaan tersangka.
Berdasarkan perhitungan BPKP, dugaan kerugian keuangan atas kasus ini sebesar Rp2.546.645.987.644.
"Akibat perbuatannya, tersangka Destiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," imbuhnya.
Sebelumnya, Kejagung telah lebih dahulu menjerat delapan tersangka dalam kasus ini.
Kedelapan tersangka itu yakni, Direktur Pemasaran PT Waskita Beton Precast Tbk periode 2016-2020, Agus Wantoro; General Manager Pemasaran PT Waskita Beton Precast Tbk periode 2016-Agustus 2020, Agus Prihatmono; Mantan Direktur Utama PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana; dan Staf Ahli Pemasaran (expert) PT Waskita Beton Precast, Benny Prastowo.
Kemudian, pensiunan Karyawan PT Waskita Beton Precast Tbk, Anugrianto; pensiunan Karyawan BUMN PT Waskita Beton Precast, KJH; Direktur Utama PT Misi Mulia Metrical, Hasnaeni; dan Direktur Utama PT Arka Jaya Mandiri (AJM) berinisial HA.
Dalam kasus ini penyidik juga telah menyita sejumlah aset. Mulai dari uang, hingga tanah dan bangunan.