Izin Pemasangan Sulit, Banyak Perusahaan Vendor PLTS Atap Tumbang
Banyak perusahaan PLTS Atap berguguran karena peminat pemasangan energi surya semakin menyusut.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak pemain PLTS Atap di Indonesia yang masih mengeluhkan sulitnya mendapatkan perizinan untuk pemasangan instalasi PLTS Atap ke pelanggannya.
Hal ini menyebabkan usaha mereka sulit berkembang karena sulitnya mendapatkan izin instalasi membuat peminat PLTS Atap jadi menurun.
Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (Perplatsi) menyatakan saat ini banyak perusahaan berguguran karena peminat pemasangan energi surya semakin menyusut. Revisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap dinilai tidak bisa menjadi solusi atas permasalahan yang ada saat ini.
Bendahara Umum Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (Perplatsi) Muhammad Firmansyah menjelaskan saat ini permintaan PLTS Atap merosot karena ketidakpastian kebijakan dan sulitnya untuk mendapatkan izin pemasangan.
Firmansyah menceritakan, pengajuan izin pemasangan PLTS Atap tidak kunjung selesai hingga lebih dari setahun lamanya.
Dia mengajukan di bulan Februari dan Maret 2022, administrasi sudah lengkap, tetapi pihaknya tetap diminta menunggu karena ada birokrasi di PT PLN yang harus dilewati.
“Sebetulnya pelanggan melihat energi terbarukan itu bagus. Tetapi dengan kondisi saat ini mereka jadi enggan memanfaatkannya karena pengurusan izin yang rumit. Paradigma yang muncul seakan-akan kami ini dibuat susah,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (29/5).
Firmansyah memberikan gambaran, di 2020 peminat PLTS Atap sangat tinggi, dari 50 orang yang mengontak ada 30 yang jadi memasang. Tapi kali ini, setelah kebijakannya tidak jelas, hanya 5 orang yang berani memasang.
Baca juga: Turunkan Emisi Karbon, Pakuwon Jati Pasang PLTS Atap di Empat Pusat Perbelanjaan
Akibat permintaannya yang semakin menyusut, banyak perusahaan pemasang (Engineering, Procurement, dan Construction/EPC) PLTS berguguran dan beberapa yang bertahan memilih untuk vakum dari bisnis ini.
“Kami kesulitan juga, persoalan saat ini berdampak pada installer. Kecuali pemerintah mau memberikan subsidi pada tenaga kerja, tetapi kan ini tidak. Sedangkan biaya operasional terus berjalan,” kata Firmansyah.
Firmansyah memaparkan, maju mundurnya dukungan pengembangan PLTS Atap turut berdampak pada lapangan pekerjaan.
Baca juga: AESI: Perubahan Permen PLTS Atap Berpotensi Lemahkan Minat Pasar Residensial
Pada setiap pengerjaan proyek PLTS Atap melibatkan sekitar 5-10 tenaga kerja. Sementara, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap.
Ada satu poin yang dinilai Perplatsi membuat minat masyarakat akan semakin turun yakni permohonan menjadi pelanggan hanya bisa dilakukan pada periode Januari dan Juli.
“Aturan ini tentu semakin memperlambat pengembangan PLTS Atap. Minat untuk memasang jadi hilang, sudah tidak mau beli, daya beli masyarakat akan turun,” ujarnya.
Baca juga: IESR: Harga PLTS Atap Makin Murah, Bisa Digunakan untuk Perumahan
Perplatsi berharap segera mendapatkan kejelasan kebijakan karena saat ini mereka merasa berada di kondisi status quo lantaran terombang-ambing di sisi perizianannya.
“Kalau boleh-boleh, enggak-enggak, jangan sudah diajukan, tapi tidak ada kejelasan dari mereka. Kan konsumen kita juga sudah bayar,” tandasnya.
Laporan reporter Arfyana Citra Rahayu | Sumber: Kontan