Tiga Hal Ini Bikin Harga Telur Ayam Melonjak Hingga Rp40.000 per Kg
Harga pakan ayam petelur mengalami peningkatan, sehingga biaya produksi para peternak juga mengalami penyesuaian.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga telur ayam pada saat ini ada yang telah menembus angka Rp40.000 per kilogram (kg).
Namun, di wilayah Jabodetabek harga telur masih di kisaran Rp31.000 hingga Rp33.000 per kilogram.
Presiden Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar Mesdi membeberkan penyebab meroketnya harga komoditas tersebut.
Berdasarkan kacamatanya, terdapat tiga permasalahan.
Baca juga: Harga Telur Ayam Melonjak Hingga Rp32 Ribu Per Kg, Pedagang Keluhkan Turunnya Pembeli
Pertama, harga pakan ayam petelur mengalami peningkatan. Sehingga, biaya produksi para peternak juga mengalami penyesuaian.
Kedua, produktivitas ayam petelur mengalami penurunan imbas faktor cuaca.
Menurut Musbar, tingginya suhu pada akhir-akhir ini turut mempengaruhi biologis ayam petelur.
"Jadi kalau menurut saya ada tiga masalah. Pertama, ada kenaikan harga pakan, ini menyebabkan harga pokok produksi naik," ucap Musbar kepada Tribunnews, Senin (22/5/2023).
"Kedua, karena udara panas yang saat ini terjadi beberapa minggu ini. Itu yang menyebabkan, kalau udara terlalu panas akan mengganggu produktivitas telur ayam, khususnya di daerah yang panas ekstrem," sambungnya.
Untuk penyebab yang ketiga adalah tidak seimbangnya rantai pasok, di mana volume permintaan lebih besar dari jumlah pasokan.
Musbar mengungkapkan, musim kampanye jelang Pemilihan Umum (Pemilu) turut mendongkrak permintaan telur ayam.
"Aktivitas Pemilu turut meningkatkan aktivitas ekonomi. Pemilu kan sudah mulai dari bulan Mei ini. Otomatis permintaan terhadap telur dan daging ayam meningkat karena terjadinya peningkatan pengadaan nasi rames, nasi bungkus," paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Harga telur ayam di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, telah mengalami kenaikan sejak Lebaran 2023 lalu.
Menurut salah seorang pedagang bernama Jaka, harga tersebut mengalami kenaikan secara perlahan, hingga sekarang menyentuh Rp 33 ribu per kilogram (kg).
"Ini sudah naik dari Lebaran kemarin. Naiknya pelan-pelan. Dari mulai Rp 29 ribu, Rp 30 ribu, Rp 31 ribu, Rp 32 ribu, sampai sekarang Rp 33 ribu," katanya ketika ditemui Tribunnews di lokasi, Sabtu (20/5/2023).
Jaka menyebut harga yang sekarang diperjualbelikan sudah kelewat mahal.
"Telur itu kalau harganya sudah di atas Rp 30 ribu, sudah tingggi sekali. Segitu harganya mahal," ujarnya.
Jaka mengaku tak bisa berbuat banyak mengenai kenaikan harga ini karena sebagai pedagang, ia hanya bisa mengikuti harga yang saat ini berlaku.
"Saya mengikuti saja. Kalau ditanya sih pengennya stabil," ujarnya.
Tak Ada Upaya Pemerintah
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) menyayangkan harga telur di pasaran yang terus naik.
Menurut Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan, tidak ada upaya dari pemerintah untuk menurunkan harga telur yang naik ini.
"Tidak terdapat upaya melakukan penurunan harga telur, sehingga harga telur secara nasional naik," katanya dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Kamis (18/5/2023).
Catatan dari IKAPPI menyebut bahwa harga telur di Jabodetabek berada pada kisaran Rp 31 ribu-34 ribu per kilogram. Harga tersebut telah naik dari Rp28 ribu.
Bahkan, kata Reynaldi, harga telur di luar pulau Jawa jauh melampaui harga di Jabodetabek.
Baca juga: Harga Telur Ayam Terus Naik, Pedagang di Depok Bilang Pemintaan Lebih Tinggi dari Pasokan
"Tepatnya di wilayah timur Indonesia, harga telur mencapai Rp38 ribu per kilogram, malahan lebih dari Rp40 ribu per kilgoram," ujarnya.
Ia pun membeberkan temuannya mengenai alasan di balik kenaikan harga telur.
"Harga telur mengalami kenaikan sejak beberapa minggu terakhir dan ada dua hal yang kami temukan," ujar Reynaldi.
Pertama adalah faktor produksi dan yang kedua karena proses distribusi yang tak sesuai dengan biasanya.
"Pertama karena faktor produksi yang menyebabkan harga pakan yang tinggi. Kedua, proses distribusi yang tidak sesuai dengan kebiasaan," kata Reynaldi.
Maksud dia, biasanya proses distribusi dilakukan ke pasar, tetapi kini banyak pihak yang melakukan pendistribusian di luar pasar.
"Banyak pihak yang melakukan pendistribusian di luar pasar atau permintaan di luar pasar sehingga supply dan demand di pasar terganggu dan menyebabkan harga terus merangkak naik," kata Reynaldi.
"Sebagai catatan, kami melihat ada beberapa permintaan yang cukup tinggi di beberapa instansi, elemen, lembaga, serta perorangan yang membuat supply di pasar terganggu," lanjutnya.
Ia berharap pemerintah dapat melakukan sejumlah upaya agar dua faktor tersebut dapat teratasi sehingga harga telur tak terus naik.
"Kami berharap agar pemerintah dapat melakukan upaya terkait dua hal ini dan mengantisipasi agar harga telur tidak terus naik," kata Reynaldi.