Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

PPATK Endus Dugaan Praktik Suap ke Pejabat di Industri Sawit

Kejahatan keuangan di industri sawit yang kerap muncul adalah suap dan gratifikasi.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
zoom-in PPATK Endus Dugaan Praktik Suap ke Pejabat di Industri Sawit
Kompas.com/Rahel
Direktur Analisis dan Pemeriksaan 1 PPATK Beren Rukur Ginting di acara diskusi pencegahan pemberantasan TPPU di sektor green economi di Bogor, Jawa Barat, Selasa (27/6/2023). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) intens memantau kejahatan keuangan yang ada di dalam industri sawit

Direktur Analisis dan Pemeriksaan I PPATK Beren Rukur Ginting mengatakan, kejahatan keuangan di industri sawit yang kerap muncul adalah suap dan gratifikasi.

"Kalau berbicara mengenai sawit ini kan ada beberapa. Sebenarnya garis besarnya itu yang problem satu misalnya terkait indikasi suap dan gratifikasi," katanya dalam acara diskusi di Hotel Santika Bogor, Selasa (27/6/2023).

Ia mengatakan, PPATK sebenarnya sudah secara intens memantau para pejabat yang terlibat di dalam industri sawit.

"Kita di PPATK sejak adanya Satgas ini (Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Penerimaan Negara) itu sebenarnya sudah intens untuk melakukan monitoring terhadap transaksi terhadap para pihak itu," ujar Beren.

Adapun hal-hal yang dipantau PPATK dalam industri sawit bisa dipecah menjadi dua, yaitu domestic market obligation dan ekspor.

Berita Rekomendasi

"Jadi kalau sawit itu kan bicaranya bisa dari CPO atau produk turunannya. Kalau dari CPO kan ada dua penerimaan, yaitu domestic market obligation (DMO) dan ekspor," kata Beren.

Kalau dari DMO, PPATK bisa memantau dari nilai transaksi kegiatan usahanya. Contoh, apakah invois yang ada sesuai dengan yang ada di lapangan.

Baca juga: PPATK Terima 53 Laporan Dugaan Kejahatan Keuangan Soal Lingkungan Hidup, Nilainya Rp20 Triliun

"Kalau kita bicara PPATK nanti kita akan memastikan berapa sesungguhnya nilai transaksi kegiatan usahanya. Itu yang sering kita pantau. Biasanya yang dilakukan ada invois kira-kira gitu," ujarnya.

"Jadi (dari invois) kirim barang ke luar negeri misalnya 1 ton, jadi 0,5 ton. Harga per ton Rp 200 ribu, (di invois) jadi Rp 250 ribu. Itu yang kami pantau," lanjutnya.

Kemudian, kalau dari ekspor, bisa dipantau apakah ada pengusaha yang sengaja memasukkan aktivitas transaksi guna menggelembungkan nilai untuk mendapatkan resitusi.

Baca juga: PPATK Ungkap Gaya Baru Serangan Fajar saat Pemilu: Isi Token Listrik dan Saldo Dompet Digital

"Jadi bilangnya ekspor 1 ton, taunya isi kontainer 0,5 ton. Seolah-olah ada barang keluar padahal tidak. Jadi dia bisa men-generate transaksi untuk menggelembungkan PPN masukan dan PPN keluaran sehingga nilai resitusinya menjadi lebih besar," kata Beren.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas