Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ekonomi Indonesia Naik Kelas Jadi Negara Menengah Atas, Apa Untung Ruginya?

Indonesia menjadi salah satu dari segelintir negara yang mampu melakukan percepatan ekonomi dengan lancar.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Ekonomi Indonesia Naik Kelas Jadi Negara Menengah Atas, Apa Untung Ruginya?
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Ilustrasi: Indonesia menjadi salah satu dari segelintir negara yang mampu melakukan percepatan ekonomi dengan mulus. Sekarang Indonesia telah naik kelas menjadi negara berpenghasilan menengah atas. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kerja keras pemerintah Indonesia memulihkan perekonomian pasca pandemi Covid-19 berbuah manis.

Indonesia menjadi salah satu dari segelintir negara yang mampu melakukan percepatan ekonomi dengan mulus..

Sekarang Indonesia telah naik kelas menjadi negara berpenghasilan menengah atas.

Berdasarkan dokumen World Bank Group country classifications by income level for FY24, pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita mencapai 4.580 dollar AS atau setara sekitar Rp 68,7 juta pada 2022.

Baca juga: Transaksi Pembayaran Online Via Payment Gateway Percepat Pertumbuhan Ekonomi Digital

Nilai ini meningkat 9,8 persen dari tahun sebelumnya sebesar 4.170 dollar AS atau sekitar Rp 62,55 juta.

Dengan PNB per kapita tersebut, Indonesia kembali masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah atas.

Pada periode kali ini, ambang batas PNB per kapita negara berpendapatan menengah atas ialah sebesar 4.466 dollar AS.

Berita Rekomendasi

"El Salvador, Indonesia, serta wilayah Tepi Barat dan Gaza semuanya sangat dekat dengan ambang pendapatan menengah atas pada 2021, sehingga dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak tinggi pada 2022 sudah cukup membawa perekonomian negara-negara masuk ke kategori ini," tulis Bank Dunia, dikutip Rabu (8/4/2023).

Naik kelasnya Indonesia tidak terlepas dari berlanjutnya tren pemulihan ekonomi nasional.

Bank Dunia menyoroti keberhasilan Indonesia menjaga momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi, sehingga mampu mencetak pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2022.

Sebagai informasi, Bank Dunia setiap tahunnya meluncurkan rilis klasifikasi negara berdasarkan pendapatan per kapitanya.

Dalam rilis yang biasa diterbitkan pada 1 Juli itu, negara dikategorikan berdasarkan pendapatan rendah, menengah bawah, menengah atas, dan penghasilan tinggi.

Baca juga: Kemenko Marves: Indonesia Butuh Pembiayaan Bersama Layak Investasi untuk Ekonomi Sirkular

Pada periode 1 Juli 2023 - 30 Juni 2024, klasifikasi kategori negara berdasarkan pendapatan adalah sebagai berikut:

Berpendapatan rendah, PNB per kapita kurang dari 1.135 dollar AS

Berpendapatan menengah ke bawah, PNB per kapita 1.136 dollar AS - 4.465 dollar AS

Berpendapatan menengah ke atas, PNB per kapita 4.465 dollar AS - 13.485 dollar AS

Berpendapatan tinggi, PNB per kapita lebih dari 13.845 dollar AS.

Indonesia sendiri sebenarnya sempat menjadi negara berpendapatan menengah ke atas pada 2019, dengan pendapatan per kapita mencapai 4.050 dollar AS.

Baca juga: Kemenko Perekonomian: Industri Asuransi Jadi Pendongkrak Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Namun, Indonesia harus terdepak dari kelompok tersebut ketika pandemi Covid-19 merebak, dengan pendapatan per kapita tergerus ke 3.870 dollar AS.

Pemulihan ekonomi yang cepat Dengan sudah kembali masuknya ke daftar kelompok negara berpendapatan menengah pada 2022, Presiden Joko Widodo menilai, Indonesia membukukan pemulihan ekonomi yang pesat.

Di tengah ketidakpastian global, Indonesia mampu membukukan pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 5 persen selama 6 kuartal berturut-turut.

"Ini proses pemulihan yang cepat setelah kita turun ke grup lower middle income countries di tahun 2020 karena pandemi,” kata Presiden Jokowi saat membuka Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/7/2023).

Baca juga: Inflasi Juni Terkendali Jaga Kepercayaan Investor Terhadap Ekonomi Indonesia

Pernyataan tersebut diamini oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.

Ia mengatakan, kembalinya Indonesia ke kelompok negara berpendapatan menengah atas tidak terlepas dari efektivitas penanganan pandemi, pelaksanaan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), serta transformasi ekonomi melalui hilirisasi sumber daya alam (SDA).

Berbagai instrumen APBN melalui program PC-PEN 2020-2022 disebut berperan penting dalam memberikan bantalan kebijakan di masa krisis pandemi serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Di sisi lain, dampak signifikan kebijakan hilirisasi SDA telah mendongkrak kinerja ekspor dan memperkuat keseimbangan eksternal Indonesia.

"Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang mampu pulih cepat dan kuat," kata Febrio, dalam keterangannya.

Kian dipercaya masyarakat global

Masuknya Indonesia ke dalam kategori negara berpendapatan menengah ke atas juga memberikan sejumlah dampak positif bagi perekonomian Tanah Air.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, salah satu dampak positifnya ialah Indonesia semakin dipercaya oleh global.

Pasalnya, predikat negara berpendapatan menengah atas menunjukkan kondisi perekonomian yang tumbuh berkelanjutan dan semakin besar. Dengan demikian, hal itu dapat menarik minat investor ke Tanah Air.

"Kemarin saya ketemu dengan banyak investor dan stakeholders mereka punya keinginan dan bahkan berharap Indonesia itu menjadi salah satu negara dengan kinerja ekonomi bagus," ujar Sri Mulyani, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/7/2023).

Sri Mulyani menampik pandangan masuknya Indonesia ke kelompok negara berpendapatan menengah ke atas akan mempersulit akses pembiayaan pemerintah.

Menurutnya, pemerintah dinilai akan semakin mudah mengakses pembiayaan, utamanya berasal dari penerbitan obligasi.

"Jadi investor menghargai value surat berharga kita, jadi tidak ada pengaruhnya," katanya.

Tak Dapat Bantuan dan Hibah

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, secara umum tidak terdapat dampak negatif dari masuknya Indonesia jadi negara berpendapatan menengah atas.

Sebab, hal itu hanya merupakan status afirmasi dari kondisi perekonomian nasional terkini.

"Status Indonesia yang menjadi upper middle countries memang sebetulnya enggak ada untung rugi yang signifikan," kata dia, kepada Kompas.com, Rabu (5/7/2023).

"Dalam arti masuk ke kelompok tertentu adalah pertanda atau achievement Indonesia berada di stage development yang mana," sambungnya.

Akan tetapi, Riefky menyebutkan, status sebagai negara berpendapatan menengah atas akan membuat Indonesia tidak lagi berhak mendapatkan sejumlah bantuan atau hibah internasional.

Pasalnya, sejumlah bantuan internasional diberikan dengan melihat kondisi ekonomi suatu negara.

"Kemungkinan ada beberapa bantuan internasional yang kita sudah tidak lagi eligible," ujarnya.

Akan tetapi, Riefky menilai, hal itu bukan menjadi suatu kerugian bagi Indonesia. Mengingat Indonesia saat ini sudah lebih mandiri dalam mengalokasikan anggaran belanja guna menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Sementara itu, Ekonom Celios Bhima Yudhistira menjelaskan, dengan tidak lagi menerima bantuan internasional, Indonesia akan lebih bergantung terhadap pembiayaan skema pasar.

"Indonesia juga akan lebih banyak meminjam dari skema pasar bukan menggunakan skema hibah dan skema pinjaman lunak (soft loan) yang bersifat bilateral-multilateral," tuturnya.

Selain terkait pembiayaan, Bhima menyebutkan, konsekuensi lain dari naiknya status Indonesia ialah adanya potensi evaluasi perjanjian kerja sama dagang.

Salah satunya ialah fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang, yakni Generalized System of Preferences atau GSP.

"Indonesia bisa di evaluasi karena dianggap Indonesia sudah tidak layak mendapat fasilitas penurunan tarif dan bea masuk ke negara maju," ucap Bhima.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas