Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Rupiah Senin Pagi Dibuka Melemah Tipis ke level Rp 15.150 Per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini, Senin (10/7/2023), dibuka melemah tipis ke level Rp 15.150 per dolar AS

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Sanusi
zoom-in Rupiah Senin Pagi Dibuka Melemah Tipis ke level Rp 15.150 Per Dolar AS
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini, Senin (10/7/2023), dibuka melemah tipis ke level Rp 15.150 per dolar AS 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini, Senin (10/7/2023), dibuka melemah tipis ke level Rp 15.150 per dolar AS dibanding Jumat pekan lalu Rp 15.142 per dolar AS, berdasarkan data Bloomberg.

Hingga sekira pukul 09.12, mata uang Garuda bergerak dengan rentang pergerakan di kisaran Rp 15.140 per dolar AS sampai Rp 15.153 per dolar AS.




Berdasarkan data Yahoo Finance, rupiah dibuka berada pada posisi Rp 15.133 per dolar AS dengan kisaran harian Rp 15.129 per dolar AS hingga Rp 15.144 per dolar AS.

Baca juga: Senin Pagi Rupiah Masih di Level Rp 15.100 per Dolar AS, Pengamat Ungkap Ada Potensi Pelemahan

Sementara, rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia pada level Rp 15.136 per dolar AS.

Sebelumnya, Analis pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah berpotensi menuju Rp 15.210 per dolar AS.

"Untuk perdagangan Senin, mata uang rupiah (diprediksi) fluktuatif. Namun, ditutup melemah di rentang Rp 15.130 per dolar AS hingga Rp 15.210 per dolar AS," ujar dia mengutip risetnya, Senin (10/7/2023).

BERITA TERKAIT

Dia menjelaskan, sentimen eksternal yang memengaruhi mata uang Garuda, yakni dolar AS bertahan dalam kisaran ketat pada hari Jumat akhir pekan lalu.

Sebab, investor menunggu laporan pekerjaan utama AS dan menimbang prospek suku bunga Bank Sentral AS yang lebih tinggi untuk prospek pertumbuhan ekonomi.

Kemudian, laporan nonfarm payrolls yang diawasi ketat akan dirilis pada hari sama, di mana ekspektasi ekonomi AS akan menambah 225.000 pekerjaan pada bulan Juni.

Rilis tersebut mengikuti data pada hari Kamis yang menunjukkan gaji swasta melonjak bulan lalu, sementara jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran meningkat cukup pekan lalu, menunjukkan pasar tenaga kerja tetap kokoh.

"Itu membuat imbal hasil Treasury AS meningkat karena taruhan tumbuh bahwa Fed harus menaikkan suku bunga lebih jauh untuk menjinakkan inflasi, meskipun dolar diperdagangkan dalam kisaran sempit karena pasar tetap waspada menjelang rilis daftar gaji," kata Ibrahim.

Baca juga: Rupiah Pekan Depan Berpotensi Melemah, Masih di Atas Level Rp15.000 per Dolar AS

Sebelumnya, dirinya melihat pasar mulai menilai peluang yang lebih besar untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh Fed tahun ini.

"Dengan harga Fed Fund berjangka menunjukkan harga pasar dalam peluang hampir 92 persen untuk kenaikan 25 basis poin pada akhir Juli," tutur dia.

Sementara itu, faktor yang memengaruhi rupiah juga adalah ekonomi global saat ini tengah mengalami masa sulit, bahkan berada pada pijakan yang berbahaya.

Hal tersebut bisa terlihat dari pelambatan yang tajam dan tersinkronisasi, di mana banyak pengamat menganggap bahwa perekonomian negara-negara di dunia 70 persen mengalami pertumbuhan lebih lemah tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya.

Tak hanya itu, penurunan ekonomi yang terjadi sifatnya drastis atau menurun tajam dan pertumbuhan global akan menurun dari 3 persen tahun lalu menjadi sekira 2 persen.

Lebih lanjut, Ibrahim menjelaskan, dalam kasus perekonomian di negara maju mengalami perlambatan bahkan lebih dalam.

Beberapa alasan yang menyebabkan perlambatan ekonomi, satu di antaranya kebijakan moneter yang ketat yang sudah terjadi selama 18 bulan terakhir.

Selain itu, tantangan perbankan, kondisi kredit yang memburuk, dan perdagangan global yang melambat sangat tajam turut mempengaruhi penurunan ekonomi global.

Semakin banyak negara yang merasakan dampak pengetatan kondisi keuangan, meski inflasi telah turun, angkanya masih tinggi, sehingga mempengaruhi permintaan.

Selanjutnya, tantangan perbankan, kondisi kredit yang memburuk, juga perdagangan global yang melambat sangat tajam turut mempengaruhi penurunan ekonomi global.

"Kemudian dampak operasi khusus Rusia ke Ukraina, semakin memperparah kondisi ekonomi global, sehingga ada masalah kepercayaan secara keseluruhan dan prospek yang tidak pasti yang mengurangi investasi di suatu negara. Membuat perlambatan ekonomi semakin nyata," pungkas Ibrahim.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas