Dampak El Nino Bisa Ganggu Stok Gula, Pengamat Sarankan Hal Ini
Mengingat dampaknya yang luas khususnya terhadap sektor pertanian dan pangan, fenomena iklim El Nino ini harus diantisipasi.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengingat dampaknya yang luas khususnya terhadap sektor pertanian dan pangan, fenomena iklim El Nino ini harus diantisipasi.
Langkah-langkah antisipasi yang tepat dapat meminimalisasi potensi gangguan ketersediaan komoditas pangan penting bagi masyarakat seperti gula.
Gula merupakan salah satu komoditas yang memiliki ketergantungan pada iklim. Fenomena iklim seperti El Nino yang berlangsung panjang berpotensi mengganggu masa panen tebu dan selanjutnya berdampak pada ketersediaan stok gula di dalam negeri.
Baca juga: Setelah Beras, Impor Gula Segera Dilakukan, Kemendag: Perizinan Sudah, Tinggal Prosesnya Saja
Dengan kondisi ini maka stok gula di dalam negeri diperkirakan hanya sampai pertengahan hingga akhir September 2023.
“Kalau stok hanya pertengahan atau akhir September, mesti segera dilakukan impor gula mentah. Dugaan saya, kuota dan izin impor sudah dikeluarkan,” jelas pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori dalam keterangannya, Jumat (14/7/2023).
Walaupun demikian, Harga Acuan Pembelian Gula (HAP) yang masih berada di level Rp 12.500/kg masih menjadi hambatan bagi industri untuk mengimpor gula. Alasannya, dengan harga tersebut, industri masih mengalami kerugian sekitar Rp 2.000/kg.
“Makanya penting, setidaknya akhir Agustus, dievaluasi kira-kira produksi gula konsumsi tahun ini berapa. Jika ditambah kuota impor gula mentah untuk diolah jadi gula konsumsi apakah masih cukup memenuhi kebutuhan? Jika tidak, ya jatah impor gula mentah mesti ditambah. Tapi mesti dihitung cermat jumlah dan kapan datang di Indonesia,” papar Khudori.
Impor ini juga menjadi salah satu solusi mengingat industri kecil maupun menengah yang mulai menggunakan gula konsumsi yang berpotensi menimbulkan shortage di masyarakat.
Baca juga: Berlaku Mulai Hari Ini, Harga Pembelian Gula Kristal Putih di Tingkat Petani Jadi Rp 12.500
“Itu amat mungkin. Karena untuk mendapatkan gula rafinasi itu cukup rumit prosedurnya bagi UMKM. Apalagi harga cenderung tinggi saat. Penggunaan gula konsumsi sebagai bahan baku bagi UMKM sebagai pengganti gula rafinasi adalah cara mudah untuk mensiasati tidak mudahnya mendapatkan gula rafinasi,” jelas Khudori.
Sebelumnya pengamat ekonomi dari LPEM FEB UI Teuku Riefky mengungkapkan idealnya HAP gula berada pada angka Rp 15 ribu-16 ribu per kg.
“Apabila dinaikkan ke level level Rp 15 ribu-Rp 16 ribu/kg relatif bisa mengimbangi kenaikan harga gula di level global, sehingga berpotensi menjaga keseimbangan pasokan akibat mekanisme pasar dengan adanya penyesuaian harga di pasaran,” ungkap Riekfy.
Riefky juga menambahkan kenaikan HAP gula yang tidak sesuai dengan kenaikan tingkat harga di level global berpotensi menimbulkan market distortion.(Kontan)