Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

China Kuasai Bisnis Smelter Pengolah Bijih Nikel di Indonesia, Pemerintah Diminta Koreksi Diri

Pengamat ekonomi Fahmy Radhi meminta pemerintah mengoreksi diri karena perusahaan smelter pengolah bijih nikel di Indonesia didominasi oleh China.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
zoom-in China Kuasai Bisnis Smelter Pengolah Bijih Nikel di Indonesia, Pemerintah Diminta Koreksi Diri
Theresia Felisiani/Tribunnews.com
Pengamat Ekonomi Energi Fahmy Radhi. 

Maka dari itu, ia pun meminta Presiden Jokowi tidak puas terlebih dahulu dengan capaian Rp 510 Triliun yang didapat Indonesia dari kebijakan hilirisasi nikel, sebab ada ekosistem lebih besar lagi yang harus dibangun.

Debat Panas Jokowi vs Faisal Basri

Perdebatan antara Presiden Joko Widodo dan Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri kian memanas.

Hal ini dimulai dari pandangan Faisal yang menyebut bahwa program hilirisasi nikel yang kini masif digarap Pemerintah, dianggap menguntungkan China dan negara lain.

Namun setelah itu, Presiden Jokowi merespons tudingan Faisal, dan menegaskan hal tersebut salah kaprah.

Menurut Jokowi, kebijakan hilirisasi industri telah mendongkrak nilai ekspor sumber daya alam, salah satunya nikel yang melonjak menjadi Rp 510 triliun setelah pemerintah menyetop ekspor bijih nikel.

Lewat nilai ekspor yang besar itu, pemerintah akan mendapat pemasukan yang besar dari sisi pajak, royalti, bea ekspor, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Berita Rekomendasi

Jika tidak ada program hilirisasi, komoditas nikel saat diekspor dalam bentuk bahan mentah, kira-kira hanya Rp 17 triliun per tahun.

Presiden pun mempertanyakan balik metode yang digunakan Faisal Basri dalam menyatakan China dan negara lain diuntungkan dari kebijakan hilirisasi.

Faisal melalui blog pribadinya faisalbasri.com pun menjawab hitung-hitungan Jokowi dan memaparkan hitungan versi dirinya. Ia menyebut angka-angka yang disampaikan Jokowi soal nilai ekspor kurang jelas dan tidak jelas hitungannya.

"Presiden hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China," ucap Faisal dalam Blog pribadinya dikutip, Sabtu (12/8/2023).

Faisal memaparkan, jika berdasarkan data 2014, nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp 1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai 85,913 juta dollar AS dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, yaitu Rp 11.865 per dollar AS.

Kemudian berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah 27,8 miliar dollar AS. Sehingga, dengan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per dollar AS, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp 413,9 triliun.

Dengan penghitungan tersebut, ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI) itu sepaham dengan Jokowi bahwa benar adanya lonjakan ekspor yang sangat fantastis dari hasil hilirisasi, yaitu 414 kali lipat.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas