China Kuasai Bisnis Smelter Pengolah Bijih Nikel di Indonesia, Pemerintah Diminta Koreksi Diri
Pengamat ekonomi Fahmy Radhi meminta pemerintah mengoreksi diri karena perusahaan smelter pengolah bijih nikel di Indonesia didominasi oleh China.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Namun, yang menjadi sorotan Faisal adalah apakah uang hasil ekspor tersebut mengalir ke Indonesia. Hal ini mengingat hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China, dan Indonesia menganut rezim devisa bebas.
"Maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri," kata dia.
Menurut dia, kondisi itu berbeda dengan ekspor sawit dan turunannya yang dikenakan pajak ekspor atau bea keluar plus pungutan berupa bea sawit. Sedangkan untuk ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya.
"Jadi penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar," ungkapnya.
Ia bilang, jika keuntungan perusahaan sawit dan olahannya dikenakan pajak keuntungan perusahaan atau pajak penghasilan badan, berbeda denganperusahaan smelter nikel yang justru bebas pajak keuntungan badan karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih.
Dengan demikian, kata Faisal, penerimaan pemerintah dari laba luar biasa yang dinikmati perusahaan smelter nikel, hasilnya nihil. Perusahan-perusahaan smelter China menikmati “karpet merah” karena dianugerahi status proyek strategis nasional
Kementerian Keuangan-lah yang pada mulanya memberikan fasilitas luar biasa ini dan belakangan lewat Peraturan Pemerintah dilimpahkan kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal)," paparnya.