Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Dana Bagi Hasil ke Daerah Berpotensi Berkurang Imbas Kebijakan Subsidi Gas Murah

Program HGBT yang dipatok sebesar 6 dollar AS per MMBTU, negara kehilangan penerimaan sebesar Rp 29,4 triliun.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Dana Bagi Hasil ke Daerah Berpotensi Berkurang Imbas Kebijakan Subsidi Gas Murah
Bloomberg
Ilustrasi. Program HGBT yang dipatok sebesar 6 dollar AS per MMBTU membuat negara kehilangan penerimaan sebesar Rp 29,4 triliun. 

TRIBUNNEWS.COM, - Program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau kebijakan subsidi harga gas yang telah dijalankan sejak April 2020, dinilai dapat mengurangi pendapatan negara dan bagi hasil ke daerah.

Selain itu, implementasi HGBT berisiko mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajiban pemerintah kepada kontraktor.

Adapun hasil evaluasi dampak fiskal digelar Kementerian Keuangan dalam program HGBT yang dipatok sebesar 6 dollar AS per MMBTU, negara kehilangan penerimaan sebesar Rp 29,4 triliun.

Baca juga: Kinerja Mengalami Pertumbuhan, Pelaku Industri Berharap Pemerintah Pertahankan Kebijakan HGBT

Rinciannya, subsidi harga gas di 2020 sebesar Rp 16,5 triliun sementara di 2022 sebesar Rp 12,9 triliun.

Staf Khusus Menteri Keuangan Candra Fajri Ananda mengatakan, dana dari APBN itu digunakan pemerintah untuk membayar hak kontraktor migas.

Sesuai ketentuan dalam kebijakan HGBT, pemerintah wajib menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontraktor.

“Menurunnya penerimaan bagian negara tersebut tentu saja akan berpotensi mengurangi besaran Dana Bagi Hasil (DBH) Gas Bumi yang akan dibagi terutama ke daerah-daerah penghasil," kata Candra dikutip dari Kontan, Kamis (24/8/2023).

Berita Rekomendasi

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya itu juga mengatakan, selain penurunan penerimaan bagian negara, implementasi HGBT bisa mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajiban pemerintah kepada sejumlah kontraktor di beberapa wilayah kerja.

Hal ini karena jumlah penerimaan bagian negara di suatu wilayah kerja lebih kecil dibandingkan kewajiban pemerintah untuk menutup kekurangan bagian kontraktor dan penurunan penerimaan bagian negara.

Berdasarkan evaluasi Kementerian Keuangan, penerimaan pajak pada tujuh industri penerima HGBT pada 2020 hingga 2022 memang cenderung meningkat.

Namun, peningkatan tersebut bukan hanya dipengaruhi oleh implementasi kebijakan HGBT namun juga karena volatilitas harga komoditas di masa pandemi.

Di sisi lain, Candra menambahkan, penyerapan tenaga kerja pada tujuh industri penerima HGBT pada periode terebut justru menurun.

Pada 2020, penyerapan tenaga kerja tercatat sebesar 127.000 orang. Pada 2021 dan 2022, jumlah tenaga kerja yang terserap turun masing-masing menjadi 121.500 orang dan 109.200 orang.

Candra memperkirakan, implementasi kebijakan HGBT dalam jangka pendek masih akan membuat negara mengalami kehilangan penerimaan.

Itu sebabnya, tim evaluasi kebijakan HGBT perlu memikirkan exit strategy yang jitu agar kebijakan HGBT dalam jangka menengah-panjang bisa memberikan dampak positif alias net gain.

"Ini untuk menjaga penerimaan bagian negara tidak terus turun dan mengoptimalkan peran tujuh sektor industri penerima HGBT dalam mendorong penerimaan pajak yang bisa berdampak terhadap perekonomian," kata Candra. (Yudho Winarto/Kontan)

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas