Pemerintah Diminta Jaga Kedaulatan Bidang Energi, Tak Perlu Latah Ikut-ikutan Menghentikan PLTU
Mulyanto mengatakan pemerintah tak perlu latah dengan dunia internasional yang ramai-ramai menghentikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VII DPR RI mengimbau pemerintah untuk tetap berdaulat dengan mempertahankan pembangkit energi listrik dengan sumber daya yang melimpah di Indonesia.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengatakan pemerintah tak perlu latah dengan dunia internasional yang ramai-ramai menghentikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Menurutnya pembangkit listrik harus tetap mengacu pada situasi dan kebutuhan di tanah air.
"Walaupun kita sudah mengakui investment plan dari Just Energy Transition Partnership (JETP) yang di dalamnya mengatur kebijakan investasi untuk penghentian PLTU, pemerintah tetap harus mengutamakan sumber daya dalam negeri," kata Mulyanto kepada wartawan, Jumat (8/9/2023).
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Beberkan soal Pensiun Dini PLTU, Bakal Berimbas ke Keuangan PLN?
Ia mengatakan, pemerintah harus tetap menjamin ketersediaan listrik dalam negeri secara aman dan terjangkau bagi masyarakat luas.
Bukan malah meninggalkan energi yang dimiliki di dalam negeri, lalu mengimpor sumber daya dari luar.
Pada kesepakatan apapun dengan pihak luar, pemerintah perlu berhati-hati menjaga kepentingan dalam negeri, terutama yang terkait dengan daya beli masyarakat.
"Jangan sampai kita harus impor, karena impor justru menyulitkan daya beli masyarakat. Itu namanya sudah jatuh tertimpa tangga," kata politikus PKS ini.
Pernyataan ini disampaikan Mulyanto usai mengunjungi PLTU Suralaya yang dipadamkan sebesar 1,6 GW sejak 29 Agustus 2023.
Dalam kesempatan itu Mulyanto juga memastikan bahwa emisi operasional PLTU Suralaya sudah terkelola secara baik.
Baca juga: Meski PLTU Dekat Jakarta Dipadamkan, Polusi Udara Ibu Kota Masih Berstatus Buruk
Sebagaimana diketahui, PLTU Suralaya sempat dituding sebagai kambing hitam penyebab polusi udara di Jakarta.
Namun saat PLTU tersebut dipadamkan, kualitas udara tidak kunjung membaik.
Kualitas udara membaik justru saat penerapan work from home (WFH) 75 persen aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di Jakarta.
Hal ini kata Mulyanto membuktikan bahwa penyebab buruknya kualitas udara ibu kota bukan bersumber dari PLTU.
"Hal itu membuktikan bahwa PLTU Suralaya bukan penyebab memburuknya kualitas udara di Jakarta," kata Mulyanto.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.