Harga Beras Melambung, Ombudsman Minta Pemerintah Evaluasi Kebijakan HET
Saat ini, beberapa pasar modern sudah melakukan pembatasan dalam pembelian beras.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, - Ombudsman RI meminta pemerintah melakukan evaluasi penerapan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, seiring melonjaknya harga komoditas pangan.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menilai selama ini HET hanya berlaku di pasar modern sedangkan di pasar tradisional HET ini kerap kali tidak di terapkan sehingga tujuan dari HET kerap kali tidak terwujud.
"Evaluasi HET akan memperlancar pasokan beras di pasar modern. Saat ini, beberapa pasar modern sudah melakukan pembatasan dalam pembelian beras. Hal ini tidak boleh terjadi karena bisa memicu panic buying," ujar Yeka dikutip dari Kontan, Jumat (15/9/2023).
Baca juga: Presiden Jokowi: Ancaman Krisis Pangan Bikin Indonesia Kesulitan Impor Beras
Berkaca lagi pada kasus minyak goreng, Yeka menegaskan, pemerintah perlu dengan jujur mengkomunikasikan permasalahan ini kepada masyarakat sambil menyusun langkah cepat dalam meningkatkan produksi beras dalam negeri.
Selain itu, dalam rangka membangun iklim usaha yang kondusif, Ombudsman RI mendorong agar pemerintah menjadi fasilitator untuk membangun kerja sama antara penggilingan padi kecil dan penggilingan padi besar.
Lebih lanjut, dia menilai kenaikan harga beras dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, berkurangnya pasokan gabah ke penggilingan padi.
Ombudsman melihat saat ini dengan semakin kecilnya luas penguasaan lahan sawah mengakibatkan motivasi petani untuk menahan gabah lebih tinggi daripada menjual gabah ke penggilingan.
Kedua, adanya kesenjangan antara kapasitas penggilingan padi yang terpasang dengan produksi gabah. Berdasarkan data dari Persatuan Perusahaan Penggilingan Padi (Perpadi), kapasitas terpasang mesin penggilingan padi saat ini mampu untuk memproduksi 100 juta ton per tahun, sementara suplainya hanya berkisar 54 juta per tahun.
"Sehingga semua penggilingan padi berjalan di bawah kapasitas produksinya yang mengakibatkan rebutan gabah di tingkat penggilingan padi. Alhasil, harga gabah naik tidak karu-karuan,” ucap Yeka.
Ketiga, karena suplai beras di pasar internasional juga menipis. Hal ini diindikasikan dengan sulitnya mencari beras impor sebanyak 400 ribu ton yang belum terealisasi.
Berdasarkan Panel Harga Badan Pangan Nasional pada Jumat (15/9) rata-rata nasional harga beras medium mencapai Rp 12.850 per kg sementara harga beras premium sudah mencapai Rp 14.510 per kg. (Lailatul Anisah/Kontan)