Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ekonom Beri Sejumlah Catatan untuk Permendag 31/2023, Peraturan yang Atur TikTok Shop

Enam model bisnis yang ditentukan dalam Permendag 31/2023, berpotensi memunculkan daerah abu-abu dari satu platform.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Ekonom Beri Sejumlah Catatan untuk Permendag 31/2023, Peraturan yang Atur TikTok Shop
Bambang Ismoyo
Peneliti sekaligus Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda memandang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 lebih baik dibanding Permendag 50/2020.

Ada beberapa poin perbaikan yang Nailul apresiasi. Pertama, perizinan berusaha dan sertifikasi produk bagi Merchant dalam dan luar negeri.

Kedua, merchant dari luar negeri diberikan syarat yang ketat mulai dari sertifikasi dan labelisasi.

Baca juga: Pimpinan Komisi VI DPR Nilai Pelarangan TikTok Shop Bisa Beri Kesempatan Para Pelaku UMKM

Ketiga, pengaturan cross border commerce dengan ada batasan harga.

Keempat, penyediaan fasilitas ruang promosi bagi produk dalam negeri.

Meski demikian, Nailul menyoroti beberapa hal dalam Permendag 31/2023.

Berita Rekomendasi

Menurut dia, enam model bisnis yang ditentukan dalam Permendag 31/2023, berpotensi memunculkan daerah abu-abu dari satu platform.

Dalam Permendag 31/2023 Bab 2 Pasal 2 ayat (3) disebutkan ada enam model bisnis PPMSE.

Ada Retail Online, Lokapasar (Marketplace), Iklan Baris Online, Pelantar (Platform) Pembanding Harga, Daily Deals, Social-Commerce.

Nailul mencontohkan Facebook (FB) yang bisa menjadi media sosial dan sebagai Iklan Baris Online di Forum Jual Beli FB.

Ia mengatakan, daerah "singgungan" ini berpotensi menjadi sumber masalah baru.

"Begitu juga dengan model business WA Business," kata Nailul kepada Tribunnews, Kamis (28/9/2023).

Kemudian, Nailul memberi catatan bahwa akan ada masanya muncul aplikasi yang berada di daerah singgungan antara Lokapasar, Iklan Baris Online, dan Media Sosial.

"Butuh dari sekadar Permendag untuk bisa mengatur hal ini," ujarnya.

Kemudian, Nailul menilai pemerintah masih ragu-ragu mengatur cross border commerce karena aturan positive list.

Sedangkan, ia mengatakan aturan minimun price sudah sangat lugas.

"Muncul potensi penyalahgunaan jabatan dalam menentukan positive list," ujar Nailul.

Lalu, Nailul menyoroti belum adanya kewajiban bagi PMSE untuk melakukan tag-ing (melabeli) produk impor di setiap PMSE.

Padahal, menurut dia, tag-ing ini sangat penting untuk membuat kebijakan mengenai barang import di PMSE.

"Dengan adanya tag-ing, pemerintah bisa mendapatkan gambaran riil banjirnya produk impor," ujar Nailul.

Selanjutnya, Nailul mengatakan, fasilitas ruang promosi masih bisa dimanfaatkan bagi produk impor karena sifatnya pengutamaan produk dalam negeri.

"Pelarangan pemberian fasilitas promo harusnya bisa diterapkan di produk impor," katanya.

Lalu, tidak ada persentase etalase bagi produk dalam negeri sebagaimana ada aturan untuk ritel modern.

Nailul bilang, seharusnya minimal 30 persen etalase di PMSE untuk produk dalam negeri.

Terakhir, ia mengatakan pelarangan social-commerce untuk menjadi tempat transaksi jual-beli barang tidak mengedepankan azas bebas berinteraksi dengan orang lain.

"Tidak ada jaminan transaksi di media sosial bukan transaksi jual-beli," ujar Nailul.

Enam Poin Utama Permendag 31/2023

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan secara resmi telah mengesahkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Permendag 31/2023 merupakan revisi dari Permendag 50/2020.

Ada enam poin utama yang dipaparkan oleh Kementerian Perdagangan.

1. Pendefinisian model bisnis Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik seperti Lokapasar (Marketplace) dan Social-Commerce, untuk mempermudah pembinaan dan pengawasan.

2. Penetapan harga minimum sebesar USD 100 per unit untuk Barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh Pedagang (merchant) ke Indonesia melalui platform e-commerce lintas negara.

3. Disediakan Positive List, yaitu daftar barang asal luar negeri yang diperbolehkan Cross-Border "langsung" masuk ke Indonesia melalui platform e-commerce.

4. Menetapkan Syarat khusus bagi Pedagang Luar Negeri pada Marketplace Dalam Negeri yaitu menyampaikan bukti legalitas usaha dari negara asal, pemenuhan standar (SNI wajib) dan halal, pencantuman label berbahasa Indonesia pada produk asal luar negeri, dan asal pengirimar barang

5. Larangan Marketplace dan Sosial Commerce untuk bertindak sebagai produsen.

6. Larangan penguasaan Data oleh PPMSE dan Afiliasi. Kewajiban PPMSE untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data penggunanya untuk dimanfaatkan oleh PPMSE atau perusahaan afiliasinya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas