Perhimpunan Tani Sebut Hak Guna Usaha Sawit Tak Bisa Dibenturkan dengan UU Cipta Kerja
Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki pelaku usaha sawit saat ini tidak tunduk oleh UU Cipta Kerja.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kalangan asosiasi dan pengusaha di sektor kelapa sawit memandang Hak Guna Usaha (HGU) yang telah dikantongi oleh pelaku industri tidak bisa dibenturkan dengan UU Cipta Kerja, sepanjang HGU itu terbit sebelum Omnibus Law Cipta Kerja berlaku.
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bustanul Arifin menilai, penetapan kawasan hutan yang di dalamnya terdapat lahan sawit disebabkan adanya kerancuan dalam proses perizinan sehingga menimbulkan polemik dikalangan pelaku usaha.
"Dari awal tentang penetapan kasawasan hutan itu sering jadi masalah dimana sawit ada di dalamnya," ucap Bustanul dalam diskusi bersama Nagara Institute di Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Baca juga: Perbaiki Hubungan Perkebunan dengan Masyarakat, Restorative Justice Pencurian Sawit Digelar
"Karena tidak terlalu jelas landasan hukum yang di campur aduk dan akhirnya timbul multitafsir dari sanksi yang akan dikerjakan oleh satgas," sambungnya.
Bustanul menambahkan, HGU yang dimiliki pelaku usaha sawit saat ini tidak tunduk oleh UU Cipta Kerja.
Pasalnya, HGU itu ditetapkan lebih dahulu sehingga sulit dibatalkan.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu melakukan dialog dan sosialisasi dengan pelalu industri dan masyarakat untuk mencegah adanya penafsiran yang berbeda.
Senada dengan Bustanul, Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI) Kacuk Sumarto menegaskan pentingnya perbaikan tata kelola industri sawit nasional.
Salah satunya adalah mengesampingkan aspek pendapatan negara dalam pemberian HGU dan perbaikan tata kelola industri sawit.
"Jika dua-duanya itu mau langsung diperoleh yang nomer satu itu bisa sogok selesai, tapi yang pendapatan itu gak akan pernah selesai. Ayo kita dialog, semakin banyak akan semakin baik," papar Kacuk.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Sawit IPB, Budi Mulyanto menilai tujuan tata kelola dan pendapatan negara dari industri sawit mesti dipisahkan.
Menurutnya pemerintah atau satgas harus mengutamaka tata kelola terlebih dahulu.
Terutama soal legalitas lahan yang perlu pendataan dengan tepat serta dikelola dalam basis data yang parsial. Hal ini penting sehingga tidak terjadi polemik sengketa HGU di kemudian hari.
"Dengan adanya legalitas beres, subjek atas tanah jelas, dan pemegang haknya bertanggungjawab untuk membayar pajak. Kejelasan ini yang akan berdampak positif terhadap negera," tukasnya.